Menuju konten utama

Siasat Golkar Dekati Pemilih Gen Z dan Ubah Citra Warisan Orba

Menurut politikus Partai Golkar, Meutya Hafid, partai ini mengubah citranya yang lekat dengan warisan Orde Baru agar bisa diterima pemilih muda Gen Z.

Siasat Golkar Dekati Pemilih Gen Z dan Ubah Citra Warisan Orba
Header Wansus Meutya Hafid. tirtoid/Tino

tirto.id - Identik dengan nuansa Orde Baru, Partai Golkar berusaha mengubah citranya agar bisa dekat dan diterima oleh anak muda terutama dari kalangan Gen Z dan milenial.

Tirto berbincang masalah kepemudaan dengan Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini (MPO) DPP Partai Golkar, Meutya Hafid di selasar kompleks Gedung DPR/MPR RI pada Jumat (19/5/2023).

Dia mengenalkan sejumlah istilah kepada kami seperti "Go Digital" yang menurutnya sebagai bentuk pendekatan kepada kader dan pemilih muda ala Golkar. Strategi ini cukup gencar disosialisasikan oleh pihak DPP kepada DPD Partai Golkar di seluruh di Indonesia. Bahkan dalam beberapa kesempatan aksi partai ini dikenal dengan "Perang Udara" demi merebut suara dan opini massa di semua lini digital.

Kepada Tirto, Meutya juga mengisahkan bagaimana upaya partainya merebut suara pemuda yang menurut survei CSIS pada 8-13 Agustus 2022 cenderung memilih pemimpin dengan narasi antikorupsi. Dia mengklaim partainya telah melakukan upaya pemberantasan korupsi salah satunya dengan menonaktifkan kadernya yang melakukan kejahatan rasuah tersebut.

"Langsung kami nonaktifkan. Tidak mudah buat mereka yang melakukan korupsi untuk kembali ke posisi semula," kata Meutya Hafid.

Di sela perbincangan kami mengenai soal politik, strategi pemenangan partai, hingga sejumlah isu hukum yang bersifat off the record. Meutya juga membagikan sejumlah cerita kebersamaan dengan putrinya yang belum genap berumur setahun. Dirinya menyebut kehadiran putrinya sebagai bentuk pengingat dan pengembalian jati dirinya sebagai seorang wanita dan kodratnya untuk menjadi ibu.

Berikut petikan wawancara kami, Irfan Amin, Fahreza Rizki dan Andhika Krisnuwardhana dengan Meutya Hafid:

Bagaimana perasaan Anda menjadi seorang politikus, aktif di partai dan di DPR namun di sisi lain juga menjadi ibu bagi putri yang baru lahir?

Alhamdulillah, ada Lyora dan saya diingatkan bahwa saya adalah perempuan. Sebab, kebanyakan pekerjaan saya di Komisi I [DPR RI] itu berkaitan dengan laki-laki. Dulu sewaktu saya kuliah teknik satu kelas juga kebanyakan mahasiswanya laki-laki.

Kalau ada yang bilang saya perempuan tiba-tiba menjadi ketua. Itu semua melalui proses yang panjang. Saya di DPR bertahap dari anggota biasa, pernah juga menjabat sebagai badan kerja sama antar parlemen, kemudian saat ini menjadi Ketua Komisi I DPR RI.

Kelahiran Lyora mengingatkan sisi feminitas saya. Terima kasih. Dengan adanya Lyora merasa lebih banyak berkecimpung di urusan rumah tangga. Mulai bisa masak-masak sedikit.

Bagaimana memandang politik setelah dan sebelum memiliki putri? Apakah ada perbedaan?

Menurut saya, sama saja. Kalau dulu betul-betul tidak punya waktu. Karena hanya fokus pada bekerja. Kalau sekarang saya harus membagi waktu, karena sama-sama kewajiban sebagai manusia. Kalau saya lihat ternyata bisa membagi waktu.

Bila sedang bekerja sudah menyerap semua tenaga, karena ternyata politik harus dekat dengan semua sendi kehidupan. Jadi saya lebih merasa lebih human dan membantu pemahaman sebagai politikus harus bersentuhan dengan segala lini kehidupan.

Meutya Hafid

Meutya Hafid. tirto.id/Andhika Krisnuwardhana

Akankah ada legasi khusus yang ingin ditinggalkan setelah memiliki putri dan sekaligus menjadi politikus?

Sebelum memiliki putri setiap periode jabatan saya selalu berpikiran harus ada sesuatu yang bisa ditinggalkan. Seperti sekarang ada UU PDP (Perlindungan Data Pribadi), terutama untuk anak-anak dan perempuan, saya selesaikan sebelum kelahiran anak saya. Saya bilang "Ini harus selesai ya". Pokoknya ini harus selesai sebelum [anak] saya lahir.

Dalam Survei CSIS, 60 persen pemilih kita adalah Gen Z dan milenial, bagaimana tanggapan Partai Golkar mengenai hal ini?

Kita harus memahami bagaimana cara kerja dan berpikir anak muda, sehingga Partai Golkar harus adaptif. Untuk soal adaptasi adalah hal yang selalu dilakukan. Sebab, kalau dirunut dari sejarah Partai Golkar sebelum reformasi selalu eksis sebagai partai pemenang Pemilu. Kemudian sesudah reformasi kita tetap selalu menang karena kita selalu adaptasi.

Pada Pemilu 2024, saat ini Partai Golkar terutama ketua umumnya banyak memunculkan sosok muda. Saya salah satu ketua komisi yang ditunjuk dengan usia yang cukup muda, untuk ukuran Partai Golkar. Dan saya jadi ketua komisi termuda dari berbagai komisi.

Untuk kepala daerah kita juga perkuat dengan anak muda, seperti di Kendal ada Dico [Dico Ganinduto] usianya sekitar 30-an tahun. Kemudian kita punya Wakil Wali Kota Tangsel [Pilar Saga Ichsan] dengan usia muda dan ada di banyak daerah yang tersebar.

Penunjukan anak muda, awalnya tidak yakin semua orang apakah ini bisa menang atau tidak. Namun, yang penting bisa memberikan kepercayaan yang luas untuk anak muda.

Sebab, yang penting bagi masyarakat adalah memberikan contoh dalam setiap perbuatan. Tetapi yang paling utama adalah memberikan figur yang bisa menjadi contoh dan kita percaya.

Sektor digital kita masuki secara serius oleh Pak Airlangga ini. Sebelumnya, Partai Golkar terkenal sebagai partai yang kuat di grassroots [akar rumput] sampai di desa-desa. Kita memang belum terlalu kuat di udara. Maka kita akan menguatkan di sini.

Challenging [penuh tantangan] pasti, karena kita tidak bisa hanya bergantung suara di grassroots melalui pertemuan-pertemuan. Sekarang kita perkuat digital.

Berbagai level sampai tingkat desa kita harapkan aktif untuk di media sosial. Kemudian aktif dalam mendiseminasi dan orang harus aktif berkegiatan. Sehingga ada pergerakan dan dapat dilihat oleh masyarakat.

Ada perubahan segmentasi dari Partai Golkar yang kuat karena warisan Orde Baru. Namun, kini Golkar harus dihadapkan dengan persaingan menghadapi banyak partai di era yang baru saat ini. Bagaimana Golkar membuka pendekatan ke pemilih muda Gen Z?

Bagi kami, yang membedakan Partai Golkar dengan partai lainnya adalah kemampuan SDM. Masuknya tidak bisa dadakan, walaupun dari kalangan selebriti seperti saya, dan tidak bisa langsung masuk dan harus dari bawah. Sehingga membuat SDM menjadi kuat.

Jadi ketika kita melakukan pendekatan anak muda kita melakukan gabungan dengan anak muda. Di DPR, ada Putri Komarudin, dan Dyah Roro Esti.

Dulu saya tidak bisa membayangkan kalau Ketua Golkar itu dijabat oleh anak muda usia 20-an. Ini yang dulu tidak bisa dibayangkan Golkar bisa melakukan hal ini. Sebab, ketika kita melakukan perubahan harus secara radikal.

Kita memang partai yang tertua dan kalau mau mengejar pemilih muda harus dilakukan secara radikal. Dan kita harus berani menempatkan anak muda baik di pusat maupun di daerah.

Penempatan anak muda di sejumlah posisi strategis di struktural apakah menjadi diskresi bagi pengurus lainnya yang lebih senior?

Tidak memotong generasi tapi tetap ada generasi senior yang ikut mendampingi dalam proses kepengurusan. Iya, kolaborasi.

Alhamdulillah, kita kuat dan di Pemilihan Daerah kita nomor satu. Kita tidak perlu khawatir ada yang mau menyorot. Karena banyak daerah menang, kita bisa banyak mengajak anak muda untuk bergabung.

Untuk mendekati pemilih milenial dan Gen Z, agar tidak hanya sekedar pencitraan atau gimik politik? Apakah ada pendekatan yang baru ada kepada pemilih muda atau pemula tersebut?

Go digital itu harus dan tidak hanya dilakukan oleh Partai Golkar tapi juga dilakukan oleh partai lainnya. Kebetulan ketum kita Menko Perekonomian yang banyak mendorong kerja-kerja ekonomi digital. Seperti [Program Kartu] Prakerja, dan program beliau yang melibatkan platform digital dan anak muda.

Beliau tetap bekerja sebagai Menko Perekonomian dan sebagai Ketua Umum Golkar, memang terus mencoba pendekatan melalui digital entrepreneur. Tidak cuma supaya kita hanya pembina, tapi digital juga menjadi tools untuk anak muda agar bisa maju terutama di daerah yang sulit kepada akses.

Dengan adanya digital kita harapkan setiap anak muda dapat memiliki akses. Sehingga dengan akses yang dimiliki dapat mempermudah mendapat akses [ekonomi dan sosial] yang berhak mereka miliki. Sebab, sesungguhnya kita bisa memperbaiki negara kalau kita memiliki informasi yang tepat dan bermanfaat.

Dari hasil Survei CSIS, anak muda memiliki ketertarikan pada isu anti korupsi dalam proses Pemilu, bagaimana Golkar mengubah bisa menggaet pemilih tersebut, di tengah jejak rekam kader partai yang banyak tersandung isu korupsi?

Jejak itu adalah hal yang nyata dan tidak bisa ditutupi, tapi jejak itu tidak hanya ada di Golkar tapi ada di banyak partai. Yang Golkar coba tunjukkan adalah dengan memberikan sanksi tegas. Tentu kita akan menegaskan akan melakukan pemberantasan korupsi.

Namun, anak muda ini bukan tipikal yang mudah percaya dengan sekedar janji-janji tapi harus dengan bukti. Kita tunjukkan dengan kerja-kerja seperti karya-karya melalui tokoh tokoh baik di parlemen, kementerian atau kepala daerah.

Meutya Hafid

Meutya Hafid. tirto.id/Andhika Krisnuwardhana

Komitmen apa yang bisa dibuktikan bahwa Partai Golkar melawan korupsi?

Selama ini kalau ada kader yang terbukti korupsi langsung kita nonaktifkan. Hal itu menjadi bukti bahwa Partai Golkar tegas dan langsung dinonaktifkan dan tidak semudah itu untuk kembali.

Selain strategi untuk meraih simpati pemilih muda, dalam proses pengambilan keputusan di internal Partai Golkar apakah anak muda juga dilibatkan?

Makanya penting sekali menempatkan mereka bukan hanya sekedar penggembira, dan yang terbaru ada Menpora yang merupakan key position. Saat penunjukan Menpora juga ada perdebatan di internal partai. Bisa atau tidak, dia mengemban jabatan.

Bukan hanya untuk menggaet pilihan politik. Karena kita meyakini bahwa anak muda bisa. Kemudian kita juga membuktikan dengan Ketua DPD Kota Surakarta (Sekar Krisnauli Tanjung) yaitu anak muda dan perempuan.

Kita tidak hanya sekedar jualan orang-orang itu saja, namun juga menunjukkan kesempatan yang diberikan partai. Berapa persen jumlah anak muda yang dilibatkan. Kita punya stok kepala daerah, yang bisa dan tidak hanya bisa menang tapi juga bisa memimpin.

Partai Golkar setuju atas dorongan pembentukan kuota anak muda masuk dalam parlemen?

Kita tidak menggunakan kuota dan tidak ada aturan di sistem Pemilu. Kuota itu akan menyinggung lainnya. Karena Partai Golkar politikus seniornya cukup banyak tapi kita bisa membuktikan dengan porsi yang diberikan anak muda.

Ada banyak caleg muda yang maju tapi namanya masih rahasia. Sehingga kita menunjukkan dengan cara itu. Selain itu, ada sejumlah kursi nomor satu di surat suara di sejumlah daerah diisi oleh anak muda.

Baca juga artikel terkait WAWANCARA atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Maya Saputri