tirto.id - Polarisasi politik masih berpotensi terjadi pada pemilihan umum serentak atau Pemilu 2024. Hal ini tercermin dalam perkembangan dinamika politik belakangan ini, khususnya setelah Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres.
Namun, potensi polarisasi tersebut dapat diredam oleh generasi Z atau Gen Z. Sistem monitoring percakapan di platform online berdasarkan big data Drone Emprit menyebutkan, Gen Z atau generasi yang lahir antara 1995 sampai 2012 bisa menjadi peredam potensi polarisasi akibat narasi politik menjelang pemilu.
“Generasi Z ini tidak sepenuhnya menyepakati narasi-narasi yang diangkat oleh seniornya (milenial dan generasi X), kalau saya lihat lebih kritis terhadap informasi,” kata Lead Analyst Drone Emprit Rizal Nova Mujahid, Kamis (27/10/2022).
Menurut Rizal, Gen Z dengan usia antara 13 sampai 23 tahun dalam peta percakapan di media sosial cenderung tidak mengikuti narasi yang dibangun generasi milenial (25-34 tahun) dan generasi X (41-56 tahun) menjelang Pemilu 2024.
Berdasarkan pemantauan Drone Emprit selama tiga bulan terakhir pada 2022, kata dia, perbincangan politik generasi milenial yang mendominasi medsos hingga kini belum mengarah pada adu gagasan atau program, melainkan masih bersifat menyerang pribadi tokoh dengan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) seperti saat Pilkada DKI 2017 dan Pemilu 2019.
Adapun tokoh yang paling dominan diperbincangkan, kata Rizal, mengerucut pada tiga nama yakni Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.
“Enggak ada narasi yang lain, polanya masih sama, mengarah ke orangnya, serangan ke personal, dan bukan serangan kepada program," kata dia.
Dengan begitu, Rizal menilai pola narasi generasi milenial di medsos masih berpotensi memicu polarisasi atau pembelahan di masyarakat menjelang pemilu mendatang. “Kami melihat polarisasi sudah lama berjalan dan masih berjalan," ujarnya.
Karena itu, Generasi Z yang memiliki persentase pengguna medsos mencapai 8,2 persen (13-17 tahun) sampai 11,6 persen (18-24 tahun) dengan karakter yang kritis perlu terus diarahkan dan didorong untuk meredam polarisasi.
“Saya berharap banyak pada Generasi Z ini karena mereka terbiasa dengan gadget, terbiasa ngecek informasi yang ada, berbeda dengan generasi milenial," ujar Rizal.
Selain tidak mengikuti pola narasi yang dibangun para pendahulunya, kata dia, platform medsos yang digunakan Generasi Z juga berbeda. Jika milenial dan generasi X lebih banyak menggunakan Facebook, maka Gen Z lebih dominan menggunakan Instagram dan Tiktok sebagai medan percakapan baru.
Sementara itu, lanjut Rizal, Tiktok sebagai platform baru memiliki pertambahan pengguna sangat signifikan setiap bulan dengan konten-konten bertema politik yang tidak kalah banyak.
“Saya kira di 2024 itu akan ada 'medan perang' baru dan di medan 'perang baru' itu akan diisi oleh generasi yang lebih kritis terhadap informasi dan saya berharap kepada Generasi Z, agar politik di Indonesia ke depan menjadi politik yang lebih sehat narasi dan diskusinya," kata dia.