Menuju konten utama
Seri Lapsus Sumpah Pemuda

Mengolah Sampah Botol Plastik Jadi Cuan & Berdayakan Pemulung

Dalam mengelola bisnisnya, Zaidan memberdayakan para pemulung yang ada di Kota Malang dan sekitarnya.

Mengolah Sampah Botol Plastik Jadi Cuan & Berdayakan Pemulung
Pengolahan sampah botol plastik di startup Buangdisini. FOTO/Doc: Perusahaan Startup Buangdisini

tirto.id - Muhammad Zaidan Akbar (21) sudah tujuh tahun tertarik dengan isu lingkungan. Berawal dari keresahannya terhadap sampah plastik, mengantarkan anak muda ini menjadi Chief Operating Officer (COO) di perusahaan startup Buangdisini.

Selain itu, rasa kepeduliannya terhadap pemulung yang selama ini mengais rejeki dari sisa-sisa botol plastik bekas yang dijual dengan harga murah. Akhirnya ia bersama teman-teman anak muda lainnya mengorganisir ratusan pemulung di Malang, Jawa Timur untuk menampung sampah botol plastik dengan harga di atas rata-rata.

Buangdisini merupakan perusahaan startup yang menampung sampah botol plastik dari para pemulung dan pengepul yang kemudian mereka olah kembali menjadi bahan dasar pembuat botol plastik hingga kain.

Muncul kepeduliannya terhadap lingkungan berawal ketika Zaidan yang saat itu masih kelas 1 di SMA 34 Jakarta melakukan kunjungan ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar gebang, Bekasi, Jawa Barat.

“Akhirnya saya mikir ini sampah kok setinggi gunung. Kok bisa diolah ya? Akhirnya saya tertarik di situ dengan lingkungan tetapi menghasilkan nilai ekonomis," kata Zaidan kepada Tirto, Selasa (25/10/2022).

Ketika itu, dia membulatkan tekad setelah lulus sekolah harus kuliah di jurusan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan. Ia mulai riset, dan menemukan jurusan yang sesuai, yakni teknik lingkungan di Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Brawijaya (Unbraw) Malang.

Memasuki masa akhirnya di sekolah, Zaidan mulai mendaftar SNMPTN di kampus tersebut. Namun sayangnya belum diterima. Tak menyerah, ia mencoba keberuntungan keduanya dengan mengikuti SBMPTN di ITB dan Unbraw dengan jurusan Teknik Lingkungan.

Alhasil, Zaidan pun diterima di kampus pilihan keduanya di Unbraw Malang pada 2019. "Awalnya down karena nggak diterima di ITB. Tapi ya saya coba saja karena di Unbraw tetap jurusan Teknik Lingkungan," ucapnya.

Merasa ambisinya besar untuk mempelajari tentang lingkungan, akhirnya Zaidan mengikuti berbagai macam kegiatan yang berhubungan mengenai lingkungan. Ia pun masuk ke dalam Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Unbraw.

Setelah itu, Zaidan mengikuti organisasi yang bertaraf nasional yakni Ikatan Mahasiswa Teknik Lingkungan yang terdiri dari 50 kampus di Indonesia. Saat itu, dia menduduki jabatan sebagai head of external.

Melalui organisasi itu, Zaidan sering melakukan studi banding ke perusahaan-perusahaan pengelola sampah, bank sampah, hingga senior-senior kampusnya yang telah bekerja di perusahaan berbasis lingkungan.

Lalu, saat mendapat tugas kuliah, Zaidan memutuskan untuk magang di Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI. "Belajar soal sampah di sana, dapat banyak ilmu yang bisa diterapkan di sana," ujarnya.

Selama kuliah di Unbraw, karier Zaidan di dunia lingkungan semakin moncer. Saat itu namanya cukup terkenal di tingkat universitas dalam hal isu lingkungan. Akhirnya usaha tak menghianati hasil, dia diundang oleh AIESEC Bandung untuk mengisi seminar tentang teknik lingkungan untuk mahasiswa manajemen ITB.

AIESEC merupakan organisasi internasional untuk para pemuda yang membantu mengembangkan potensi kepemimpinan.

“Saya dapat hikmahnya nih karena masuk Unbraw. Kalau saya masuk ITB, nggak dapat banyak ilmu seperti ini. Eh saya malah jadi pembicara di ITB Bandung," tuturnya sambil tertawa.

Pada awal 2021, Zaidan diajak bertemu dengan para founder perusahaan pengelola botol plastik bernama Buangdisini yang merupakan mahasiswa lulusan Unbraw atau seniornya di kampus.

Awalnya, kata Zaidan, Buangdisini sebuah komunitas yang bergerak di sektor lingkungan yang dibentuk pada 2017. Ia pun diminta bergabung untuk membesarkan produksi sampah botol plastik.

Setelah kehadiran mahasiswa semester 7 Unbraw ini, tak memerlukan waktu lama, akhirnya pada awal 2021, Buangdisini berhasil menjadi perusahaan startup yang menampung sampah botol plastik yang akan dibuat menjadi bahan baku botol plastik hingga bahan pembuat pakaian.

"Kenapa saya dapat posisi di sana, karena senior-senior ajak saya, ajak join di sini. Karena kebanyakan sistem tentang databese saya yang buat di sini,” terangnya.

Alhasil, impian Zaidan untuk menjaga lingkungan dengan cara mengelola sampah menjadi cuan pun terwujud.

Perusahaan Buangdisini memiliki lima pimpinan manajemen yang usianya masih muda semua. Terdiri dari Rheza (30), CEO; Arga (29); dan Shiki (24) sebagai co-Founder. Lalu Hiegar (27) sebagai Chief Products Officer (CPO) dan Zaidan (21) Chief Operating Officer (COO).

Mereka pun membangun gudang yang disebut sebagai Smart Waste Center berlokasi di Jl. KH. Malik Dalam No.II, Buring, Kec. Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur untuk mengelola sampah botol plastik. Sementara kantornya beralamat di Jalan Candi Kalasan No.2 Kota Malang, Jawa Timur.

Startup Buangdisini

Pengolahan sampah botol plastik di startup Buangdisini. FOTO/Doc: Perusahaan Startup Buangdisini

Kelola Sampah & Berdayakan Pemulung

Dalam mengelola bisnisnya, Zaidan memberdayakan para pemulung yang ada di Kota Malang dan sekitarnya. Buangdisini pun menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan pemulung menjual botol plastik kepada pengepul.

Pemulung biasanya menjual sampah botol plastik ke pengepul dengan harga Rp1.000 - Rp1.500 per kilogram. Sedangkan perusahaan mampu menadah dengan harga Rp6.000 - Rp7.000 per kilogram.

“Namun, harganya fluktuatif, tergantung pasaran. Biasanya harganya kami infokan di aplikasi," ucapnya.

Zaidan menjelaskan, harga yang diperoleh pemulung bisa lima kali lipat karena perusahaan Buangdisini memotong jalur distribusi penjualan. Biasanya alur distribusinya, pemulung menjual ke pengepul kecil, kemudian dijual lagi ke pengepul besar, hingga ke perusahaan pengelola sampah botol plastik.

“Jadi kami di sini menyejahterakan pemulung, di mana ekosistem persampahan ini pemulung ini tidak mendapatkan kesejahteraan semestinya. Pengepul membutakan mereka dengan harga murah," terangnya.

Sebelumnya pemulung hanya memperoleh penghasilan sebesar Rp1,5 juta per bulan dari sampah botol plastik. Kini setelah menjual ke Buangdisini, pemulung dapat memperoleh penghasilan sebesar Rp3,8 hingga Rp4 juta.

"Bayangin penghasilan pemulung lebih besar dari UMR Malang sebesar Rp2,9 loh. Jadi pemulung saja bisa di atas UMR," tuturnya.

Selain Pemulung, Buangdisini juga menerima sampah botol plastik dari para pengepul. Tak hanya itu, Buangdisini juga mengajak publik untuk melakukan hal serupa dengan cara dengan mengumpulkan sampah botol plastik agar dapat ditukarkan dengan uang.

Zaidan juga bekerja sama dengan restoran, cafe, hingga hotel dengan mereka mengumpulkan sampah botol plastik agar dapat ditukar dengan pundi-pundi rupiah.

Bahkan, masyarakat bisa mendapatkan makanan dan minuman gratis dengan ditukar sampah botol plastik di salah satu cafe yang berada di Jalan Kadaka No. 1 Malang, Jawa Timur.

“Itu jadi gerakan dan penyadaran terhadap lingkungan, agar mereka dapat memilah sampah yang masih bisa digunakan kembali dan bisa jadi uang," tuturnya.

Startup Buangdisini

Pengolahan sampah botol plastik di startup Buangdisini. FOTO/Doc: Perusahaan Startup Buangdisini

Zaidan pun memberikan pilihan kepada mitranya. Mereka bisa menjual dengan datang langsung ke kantor atau gudang Buangdisini, datang ke pop up store yang digelar di lokasi strategis pada waktu tertentu, hingga dijemput langsung ke tempat tinggal mereka.

Cara menjual sampah botol plastik pun sangat simpel. Cukup dengan menginstal aplikasi Buangdisini dari gawai mereka untuk mendaftar sebagai mitra. Bagi yang tidak memiliki HP pintar yang mendukung, transaksi akan dilakukan secara manual.

Setelah itu, sampah akan disortir sesuai jenisnya oleh karyawan yang bertugas di area kedatangan barang. Penyortiran dilakukan seperti mencopot tutup botol dan mencabut merek kemasan. Setelah itu, botol ditimbang dan dibayar sesuai dengan beratnya.

“Saldo akan masuk ke aplikasi. Kalau pemulung bisa request uangnya dicairkan langsung," terangnya. Barang yang sudah ditimbang langsung diletakan di area penyimpanan.

Berdasarkan video yang diberikan Buangdisini kepada Tirto, gudang dibangun cukup sederhana dengan bahan seng dan lokasinya cukup luas. Di pintu masuk, terdapat karyawan yang menyortir barang. Lalu di arah kanan terdapat mesin timbangan untuk menimbang berat barang.

Lalu, di sebelahnya terdapat mesin press dan mesin cacah sampah botol plastik yang nantinya akan menjadi bahan baku untuk didaur ulang. Bahan tersebut nantinya disimpan di area penyimpanan untuk dijual kembali ke perusahaan plastik.

Saat ini, total pemulung yang menjadi mitra Buangdisini mencapai 800-an orang. Tetapi yang intens menjual botol plastik sekitar 10 orang. Lalu jumlah pengepul yang bermitra sebanyak 40. Sementara itu jumlah warga, tempat makan, hingga hotel terus bertambah setiap waktu.

Gerakan peduli lingkungan dan sadar sampah botol plastik bisa menjadi pundi-pundi rupiah pun terus digaungkan oleh Buangdisini kepada publik.

Berdasarkan data dari PT Inocycle Technology Group Tbk. (INOV), selama Kuartal I-2021 total sampah botol plastik yang berhasil dikumpulkan sebanyak 11.600 ton.

Sementara itu, data Indonesia National Plastic Action Partnership yang dirilis April 2020, menyebutkan setiap tahun Indonesia menghasilkan 6,8 juta ton sampah plastik. Sekitar 620.000 ton masuk ke sungai, danau, dan laut. Indonesia juga tercatat sebagai nomor dua penyumbang sampah plastik terbanyak di dunia.

Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 3,2 juta ton sampah plastik pertahunnya.

Dari timbulan sampah plastik, produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) bermerek menyumbang 226 ribu ton atau 7,06%. Sementara itu, 46 ribu ton atau 20,3% dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek merupakan sampah AMDK kemasan gelas plastik.

Selain volume timbulan, AMDK plastik berukuran di bawah 1 liter disebut sulit untuk dikumpulkan sehingga mudah tercecer dan mengotori lingkungan.

Sampah plastik pun menjadi salah satu pencemar di Sungai Ciliwung. Berdasarkan hasil survei pada 22-27 September 2022 di 11 kelurahan Kota Bogor, Jawa Barat, mengungkap sejumlah produk dari brand-brand besar yang kemasan plastiknya mencemari Sungai Ciliwung.

Sampah plastik ini dikumpulkan dari rumah-rumah warga dan sepanjang bantaran Sungai Ciliwung. Sebanyak 110 kantong plastik yang berisi sampah-sampah plastik dari beragam merek yang beratnya masing-masing berkisar 1-3 kilogram berhasil dikumpulkan dalam survei singkat tersebut.

Sampah botol plastik juga mencemari lautan. Seperti kawasan pesisir Pantai Pulau Ternate dipenuhi ragam jenis sampah termasuk plastik jenis botol pada Oktober 2022.

Pemerintah sendiri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen mengatur soal ketentuan produk minuman dalam kemasan plastik.

Proses Daur Ulang

Zaidan menjelaskan sampah botol plastik yang telah terkumpul akan diproses ulang menggunakan dua cara: dipress hingga berbentuk menyerupai kubus dan dicacah hingga bentuk kecil. Namun terlebih dahulu botol dipisahkan dengan tutupnya.

Sampah botol plastik yang kualitasnya bagus (kualitas 1) akan dimasukan ke mesin cacah. Setelah itu, sampah tersebut dicuci hingga bersih. Lalu terkahir dikemas. Tutup botol juga dicacah dan dilakukan proses serupa.

Sedangkan sampah botol plastik kualitas 2, hanya dipress saja hingga berbentuk kubus lalu diikat dengan tali.

Ia menerangkan alasannya proses pencacahan botol plastik harus dipisahkan dengan tutup botop dan label mereknya. Sebab, dari botol tersebut terdapat tiga jenis plastik.

Pertama, botol plastik dengan kategori nomor 1 atau Polietilena tereftalat (PET) yang merupakan suatu resin termoplastik dari kelompok poliester. PET banyak diproduksi dalam industri kimia dan digunakan dalam serat sintetis, botol minuman dan wadah makanan, aplikasi thermoforming, dan dikombinasikan dengan serat kaca dalam resin teknik.

“Kalau PET punya nilai ekonomis yang tinggi," ujarnya.

Bahan yang sudah dicacah jika kualitasnya bagus biasanya akan diolah menjadi biji plastik dan diolah kembali menjadi botol plastik.

“Kalau grade selanjutnya bisa jadi poliester atau benang, kaya jadi baju dan lainnya. Jadi biasanya campuran sama bahan lain," jelas dia.

Kemudian tutup botol disebut kategori 2 atau High Density Polyethylene (HDPE). Setelah dicacah, bahan bisa digunakan kembali untuk tutup botol, botol shampo, dan plastik kemasan tebal lainnya.

Selanjutnya label merek disebut kategori 3 atau Polivinil klorida (PVC). Bahan polimer termoplastik ini urutan ketiga dalam hal jumlah pemakaian di dunia. Lebih dari 50% PVC yang diproduksi dipakai dalam konstruksi. Sebagai bahan bangunan, PVC relatif murah, tahan lama, dan mudah dirangkai.

“Tapi yang ini saya bilang beracun buat lingkungan. Itu kalau dibakar bisa menyebabkan kanker. Mengandung bahan kimianya. Itu kami pisahkan, dan nggak bisa dipakai," imbuhnya.

Jenis bahan plastik ini, kata dia, sering ditolakprodusen. Namun jenis bahan ini bisa digunakan untuk bahan campuran semen, hingga batu bara.

“Tapi kami belum ke arah sana, karena masih dikit yang kaya gitu. Biaya operasionalnya tinggi, jadi nggak worth it," tukasnya.

Zaidan mengatakan, bahan plastik yang sudah dicacah nantinya akan dijual ke pabrik produksi plastik. Saat ini, sudah ada 10 pabrik yang menampung produk tersebut.

Ia menjual dengan harga sekitar Rp7.000 - Rp10.000. Bahan tersebut dikirim seminggu sekali sekitar 4 ton atau kisaran 20 ton per bulan. Artinya, Buangdisini mendapatkan penghasil per bulan bisa mencapai Rp200 juta.

Zaidan mengatakan presentase keuntungan yang dijual dari tiap kilogram cacahan botol plastik Rp1.000 - Rp3.000 dari harga beli. Jika rata-rata keuntungan Rp2.000, maka Buangdisini bisa meraup untung sebesar Rp40 juta per bulan. Kemudian ditambah 10% yang diberikan dari aplikasi tiap transaksi sampah yang dijual dari pemulung atau warga.

Keuntungan itu, kata dia, sudah bisa memenuhi untuk kebutuhan operasional dan membayar 30 karyawan yang bekerja di Buangdisini, mulai dari pekerja gudang hingga petinggi manajemen.

Saat ini, Buangdisini baru menampung sampah botol plastik untuk sementara waktu. Sementara itu sampah jenis lainnya seperti kertas, karung, dan sebagainya belum diterima.

Selama lima tahun menjalani bisnis yang peduli terhadap lingkungan, sayangnya Buangdisini belum mendapatkan dukungan materi dari pemerintah Malang.

"Sejauh ini support dari pemerintah Kota Malang dalam bentuk materi belum ada. Namun kalau untuk sekadar untuk publikasi, audiensi dan lainnya sudah berkolaborasi," ucapnya.

Ia pun berharap seluruh pihak agar sadar bahwa menjaga lingkungan merupakan tanggung jawab bersama. Masyarakat pun juga dapat andil menjaga lingkungan tetapi mendapatkan keuntungan rupiah dengan cara memilah sampah yang memiliki nilai ekonomi.

“Jadi semua pihak mulai dari masyarakat, pebisnis, dan pihak-pihak lainnya harus berkolaborasi menjaga lingkungan," ujarnya.

Baca juga artikel terkait SAMPAH PLASTIK atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz