tirto.id - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Rachmat Pambudy, menilai pemberian Makan Bergizi Gratis (MBG) lebih mendesak dibandingkan memberikan lapangan pekerjaan.
Pasalnya, menurut dia, pemberian pekerjaan tak akan mampu mengatasi masalah kekurangan gizi secara cepat.
“Jadi Ibu dan Bapak sekalian, kalau ada orang mengatakan, ‘udah, kenapa mesti ngasih makan?’ ‘kenapa tidak dikasih pekerjaan saja?’ tidak akan cepat tercapai untuk mengatasi persoalan ini,” kata Rachmat dalam sambutannya di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Jakarta, pada Sabtu (22/3/2025).
Rachmat menjelaskan berdasarkan data yang dimilikinya, terdapat 180 juta orang Indonesia gizinya tak terpenuhi. Dia menilai kekurangan gizi inilah yang menyebabkan adanya kondisi tertentu kepada manusia, termasuk hingga menyebabkan kematian.
“Ternyata dalam statistik kami, ada 180 juta orang Indonesia, angka kecukupan gizinya tidak terpenuhi. 50 ribu bayi lahir cacat, 1 juta orang terpapar TBC, 100 ribu orang setiap tahun wafat karena TBC, itu semua karena kurang gizi,” katanya.
Menurut dia, program MBG dihadirkan Presiden Prabowo Subianto ini sebagai upaya dalam membangun sumber daya manusia yang unggul dan sejahtera. Pasalnya, dia mempercayai bahwa makanan bergizi dapat memberikan dampak pada fisik dan kecerdasan.
“Jadi kita ini bisa ditebak postur tubuhnya, kecerdasannya, kemampuan fisiknya, kemampuan otaknya dari makanan yang kita makan. Sebelum kita mendidik anak-anak kita, sebelum menyehatkan anak-anak kita, sebelum kita mengarahkan anak-anak kita untuk jadi apa ini dan itu, berilah makan yang secukupnya,” ujar Rachmat.
“Dan ternyata teknologi baru, pengetahuan baru itu sudah menjelaskan bahwa makan itu tidak hanya memberi pengaruh fisik dan kecerdasan, tapi ternyata member pengaruh kepada kecantikan dan juga wajah daripada manusia itu sendiri,” sambungnya.
Rachmat berpendapat program Makan Bergizi Gratis merupakan cara Presiden Prabowo dalam mencetak sejarah yang menunjang negeri ini menuju Indonesia Emas 2045.
“Setiap Presiden punya sejarahnya sendiri, punya catatan, caranya sendiri, dan kita yang sedang bersama-sama pimpinan Presiden beberapa tahun terakhir sedang membangun sejarah baru,” ucapnya.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Bayu Septianto