tirto.id - Tepat lima abad setelah kematian Leonardo da Vinci, orang-orang bisa melihat karya-karyanya secara lebih lengkap di Paris. Mulai 24 Oktober 2019 hingga 24 Februari 2020, Museum Louvre menggelar pameran dalam rangka 500 tahun meninggalnya pelukis The Last Supper itu. Ekshibisi ini boleh jadi merupakan pameran seni terbesar di awal abad ke-21.
Louvre menyajikan tak kurang dari 162 karya sang maestro. Ini meliputi 11 lukisan dan lebih dari 120 sketsa dan gambar. Pameran terakhir karya da Vinci di Galeri Nasional, London pada 2011 hanya menyajikan 9 lukisan dan 60 sketsa dan gambar.
Pameran ini berhasil menyedot minat banyak pengunjung. Sampai awal Oktober (sebelum pameran dibuka), sekitar 230.000 karcis sudah laku terjual melalui reservasi daring. Bisa diduga, jumlah pengunjung riil akan lebih banyak.
Diperkirakan akan ada sekitar 7.000 orang pengunjung pameran setiap harinya. Jumlah itu tentu saja bisa dengan mudah ditampung karena kapasitas pengunjung Museum Louvre mencapai 20.000 per hari. Bandingkan dengan daya tampung Jakarta Convention Centre (JCC) sebesar 6.000 orang atau Indonesia Convention Exhibition (ICE) yang sebesar 10.000 orang.
Mengapa Louvre?
Pameran ini telah digagas dan direncanakan sejak 10 tahun silam oleh kurator Louis Frank dan Vincent Delieuvin. Ide besarnya adalah merayakan beragam karya Leonardo da Vinci. Secara umum ada anggapan bahwa tidak ada hubungan antara karya-karya seni Leonardo dengan temuan-temuannya di bidang iptek (termasuk anatomi, astronomi, dan alat perang).
Eksposisi yang digelar selama 4 bulan ini justru hendak menunjukkan bahwa keduanya saling berkelindan. Leonardo tidak meninggalkan bidang seni untuk terjun ke bidang iptek atau sebaliknya. Ia tetap menghasilkan karya-karya seni dan temuan-temuan iptek secara berkelanjutan.
Leonardo dilahirkan di kota kecil Vinci pada 1452 sebagai anak haram seorang notaris. Ia kemudian bekerja di Firenze kala kota itu mengalami perkembangan budaya, politik, dan ekonomi sebagai salah satu kota utama pada masa Renaisans. Leonardo sempat pindah kerja ke Milan pada 1506.
Setelah Raja François I dari Perancis menduduki Milan pada 1515, Leonardo mulai bekerja untuknya dan pindah ke satu rumah-utama (manoir) di Clos Lucé (daerah Ambroise, Perancis tengah). Saat pindah, ia membawa beberapa manuskrip dan lukisan yang belum selesai. Salah satunya lukisan yang dikenal sebagai Mona Lisa (di Perancis dikenal sebagai La Joconde). Ia menghabiskan masa tuanya di tempat ini dan meninggal pada 2 Mei 1519.
Manoir di Clos Lucé sekarang menjadi museum Leonardo da Vinci yang kerap disambangi turis manca negara. Di sini ada pula pameran kecil perayaan 500 tahun mangkatnya Leonardo.
Louvre menyimpan lebih banyak lukisan karya Leonardo dibanding museum-museum lainnya di dunia. Selain Mona Lisa, Louvre menyimpan 4 lukisan lain: Perawan Maria di Bebatuan (La Vierge aux rochers), Potret Putri Seorang Pandai Besi (La Belle Ferronnière), Perawan Maria, Bayi Yesus, dan Santa Anna (La Vierge, l’enfant Jésus et sainte Anne), dan Santo Yohanes Pembaptis (Saint Jean Baptiste). Selain itu Louvre juga menyimpan 22 sketsa dan gambar karya Leonardo. Semua koleksi tersebut ikut disajikan dalam pameran akbar ini.
Mendampingi 5 lukisan koleksi Louvre, tersaji pula 6 lukisan lainnya yang dipinjam dari berbagai museum di dunia, yakni Maria dan Bayi Jesus Memegang Bunga Putih (Madonna Benois) dari Museum Negara Ermitáž di Saint Petersburg (Rusia); Santo Hieronimus di Gurun (Saint Jérome) dari Museum Vatikan; Potret Seorang Musisi (Potrait de musicien) dari Pinocoteca Ambrosiana di Milan (Italia); Kepala Seorang Perempuan (La Scapigliata) dari Galeri Nasional di Parma (Italia); dua versi Maria Memintal Benang (La Madone au fuseau) dari Galeri Nasional Skotlandia; dan koleksi pribadi dari Amerika Serikat.
Sesungguhnya, hanya 15 lukisan yang sejauh ini dikenal dan diakui sebagai karya langsung Leonardo da Vinci. Jadi, 11 lukisan yang tersaji dalam pameran ini sudah memberikan gambaran yang lumayan lengkap perihal karya-karya seni dari tangan Leonardo.
Di samping lukisan, koleksi utama dalam pameran ini adalah manuskrip yang ditulis tangan oleh Leonardo. Manuskrip ini dikenal sebagai Manuskrip B yang berisikan catatan-catatannya tentang iptek. Di sini dapat kita lihat, antara lain, coretan “sekrup terbang” (la vis aérienne) yang mirip dengan helikopter modern, coretan “pelampung penyelamat” yang mirip alat pelampung modern, dan sebagainya.
Sengketa Manusia Vitruvius
Salah satu sajian utama di dalam pameran ini adalah sketsa Manusia Vitruvius, coretan tangan Leonardo. Sketsa ini disimpan oleh Gallerie dell’Accademia di Venesia (Italia). Ia berukuran tak lebih dari 35 x 26 cm dan menggambarkan proporsi ideal tubuh manusia berdasarkan hitungan matematika. Ini menandakan perpaduan unik antara seni dan matematika dalam karya-karya Leonardo.
Gallerie dell’Accademia sudah menandatangani perjanjian peminjaman Manusia Vitruvius kepada Louvre di tahun 2017 untuk pameran ini. Pada awal tahun ini, seiring dengan naiknya partai kanan di Italia, terjadi persoalan dalam pelaksanaan perjanjian peminjaman tersebut. Alberto Bonisoli, Menteri Kebudayaan Italia saat itu, menuding perjanjian tersebut tidak imbang karena hanya menguntungkan pihak Louvre (baca: Perancis). Kelompok ultrakanan Italia Nostra (Italia Kami) mengajukan gugatan hukum untuk menghentikan peminjaman tersebut, yang kemudian disetujui pengadilan negeri di Venesia.
Kelompok ultrakanan Italia juga menuding Perancis telah “mencuri” Leonardo da Vinci, yang menurut mereka adalah milik Italia. Hal ini bergulir menjadi pertengkaran diplomatik antara Perancis dan Italia. Terutama pula, pemerintah Perancis menilai pemerintah Italia tidak bertanggung jawab perihal penerimaan imigran di negaranya. Perancis juga sempat memanggil pulang duta besarnya di Roma sebagai bentuk protes.
Persoalan ini baru terselesaikan setelah diadakan perjanjian ulang di bulan September dengan adanya Menteri Kebudayaan Italia yang baru ditunjuk. Menurut perjanjian baru ini, Museum Louvre akan meminjamkan beberapa lukisan karya Raphael guna dipamerkan di Roma dalam rangka 500 tahun mangkatnya Raphael pada 2020. Pengadilan Tinggi di Italia akhirnya membatalkan putusan pengadilan terdahulu dan memberikan lampu hijau untuk membolehkan Manusia Vitruvius melangkah masuk ke Louvre.
Ini menunjukkan peminjaman karya seni antarmuseum dapat menjadi pelik karena terkait politik dalam negeri. Sentimen nasionalisme ala kelompok kanan bisa menyulut persoalan antarnegara dan menghambat pertukaran budaya. Boleh jadi Leonardo terkejut jika mengetahui hal ini masih terjadi di kehidupan modern 500 tahun setelah meninggalnya.
Spekulasi Salvator Mundi
Pameran ini tidak menyajikan Salvator Mundi. Lukisan yang mencapai nilai lelang 450 miliar dolar pada 2017 itu diduga merupakan karya Leonardo. Belum ada pengakuan penuh di kalangan para ahli apakah lukisan itu benar-benar karya Leonardo.
Lukisan ini dibeli seorang kolektor pribadi. Desas-desus menyebutkan pangeran Saudi Mohammed Bin Salman lah yang membeli Salvator Mundi dan kemudian disimpan di kediamannya di Swiss. Louvre menyatakan telah berusaha meminjam lukisan ini untuk disajikan dalam pameran, dengan syarat bahwa Louvre akan memeriksa terlebih dahulu apakah Salvator Mundi sungguh karya Leonardo.
Hal ini tentu membawa spekulasi bagi si pemilik lukisan. Jika Louvre menyebutkan lukisan tersebut adalah sungguh karya Leonardo, harga lukisan akan naik dan membawa prestise bagi si pemilik. Sebaliknya, jika Louvre menyebutkan lukisan tersebut bukan karya Leonardo, harga lukisan akan jatuh. Tentu akan aman bagi si pemilik untuk tidak meminjamkan Salvator Mundi ke Louvre.
Jika ada di antara pembaca yang melancong ke Paris, pameran ini kudu disambangi. Bukan hanya karena pameran seperti ini akan sangat sulit dihadirkan di Indonesia, tapi juga lantaran ia telah direncanakan dengan sungguh-sungguh dan diwujudkan dengan sangat elok.
Museum Louvre seperti membangkitkan kembali Leonardo da Vinci 500 tahun setelah kematiannya dan kita bisa melihat pengaruh sang maestro bagi dunia modern.
==========
Jafar Suryomenggolo adalah asisten profesor pada National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS), Tokyo. Pada 2013 bukunya tentang gerakan buruh di Jawa, Organising under the revolution: unions and the state in Java, 1945-48, diterbitkan oleh NUS Press.
Editor: Ivan Aulia Ahsan