tirto.id - Dunia kesehatan era di 1500an masih amat terbelakang. Namun bagi Leonardo da Vinci, kondisi itu justru membuatnya amat bergairah untuk meneliti anatomi tubuh manusia. Pada suatu hari, seniman sekaligus peneliti legendaris yang disebut-sebut melampaui zamannya itu menemukan sebuah struktur tunggal dalam sistem pencernaan manusia. Dalam bahasa Latin yang kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris, organ itu dinamai mesentery. Kita mengenalnya sebagai mesenterium.
Menurut Fritjof Capra dalam bukunya The Science of Leonardo: Inside the Mind of Genius of Renaisance, Da Vinci tak pernah mengenyam pendidikan formal bidang sains. Menimbang faktor ini, penelitiannya sebagian besar diacuhkan oleh sarjana sains lain. Metodologi Da Vinci hanya berbekal ketelitian matanya dan semua tercatat di jurnal pribadinya. Menurut Capra, caranya amat berbeda ketimbang metodologi yang diterapkan penemu besar lain seperti Galilieo maupun Newton.
Penyangkalan status mesenterium Da Vinci terjadi di tahun 1885 oleh Sir Frederick Treves. Ia menyimpulkan bahwa mesenterium hanyalah bagian dari usus kecil, usus besar yang melintang, dan kolon sigmoid. Namun, sangkalan ini akhirnya roboh juga, Setelah 130 tahun, sekumpulan peneliti dari Irlandia mematahkannya.
Pada Selasa (3/12/2016), laman Live Science mengabarkan penemuan dari J. Calin Coffey dan kawan-kawan satu timnya dari Limerick's Graduate Entry Medical School, Irlandia. Mereka sukses mengidentifikasi mesenterium sebagai organ baru manusia yang berupa membran berliku-liku di dalam usus manusia. Coffey pun mengakui bahwa dalam perdebatan seputar status mesenterium sebagai organ tunggal atau bukan, Leonardo da Vinci-lah pemenangnya.
Coffey, yang juga menjabat sebagai kepala bagian operasi bedah di Lemirick, mereklasifikasikan mesenterium ke dalam status organ tersendiri meski letaknya sangat berdekatan dan saling menumpuk dengan organ pencernaan lain.
Coffey dan kawan-kawannya kemudian menggambar penampang anatomi mesenterium dengan menggunakan gambar dari objek penelitian dan menyusun penelitian lanjutan dengan hipotesis: mesenterium memang hanya bisa dilihat oleh mata secara telanjang dengan cara-cara tertentu. Letak mesenterium yang tersembunyi ini, kata Coffey, barangkali penyebab utama mengapa selama ini ia menjadi misteri dan dianggap sebagai bagian dari jaringan usus manusia.
Temuan Coffey sesungguhnya selaras dengan riset Carl Toldt, yang secara akurat menggambarkan eksistensi mesenterium di tahun 1878—7 tahun sebelum Sir Frederick Treves menyangkalnya. Namun, penelitiannya diabaikan. Pada saat itu temuan Todt didukung oleh laporan dari Henry Gray, yang beberapa kali menyebutkan nama mesenterium dalam edisi pertama bukunya, Gray's Anatomy, di tahun 1958.
Sejak diterbitkan hingga kini, Gray's Anatomy telah menjadi salah satu buku babon mahasiswa kesehatan sedunia. Isinya telah mengalami banyak perubahan setiap kali akan diterbitkan ulang. Temuan terbaru Coffey telah dimuat di Gray's Anatomy edisi terbaru dimana status mesenterium ditetapkan sebagai organ tubuh tunggal.
Coffey paham bagaimana mesenterium memiliki anatomi bentuk yang berbeda-beda, sesuai imajinasi yang menggambarkannya. Menurut Coffey, itu diakibatkan wujud membran mesenterium yang “menakjubkan”. Mesenterium memiliki formasi spiral di bagian abdomen dan terkemas begitu saja di sepanjang lintasan tulang belakang, mulai dari abdomen bagian atas dan berakhir di area panggul.
“Di antara bagian-bagian tersebut, formasi mesenterium keluar begitu saja, persis seperti kipas Cina. Merentang sepanjang usus kecil hingga ujung usus besar,” kata Coffey kepada CNN.
“Mesenterium dalam pandangan tradisional adalah sesuatu yang kompleks. Model anatomi yang ada saat ini sudah cukup elegan dan sederhana, bisa membantu para siswa bidang kedokteran untuk memahami strukturnya. Anatomi terbaru juga akan memberikan mereka perspektif baru untuk melihat kerja organ-organ lain di dalam perut manusia. Sebagai contoh, kita sekarang tahu bahwa mesenterium menghubungkan usus kecil dan besar. Sementara, kajian sebelumnya menilai jika mesenterium hanya bekerja untuk beberapa bagian usus,” jelas Coffey.
Penghubung dan Pelindung
Mesenterium bertugas menghubungkan produksi usus ke seluruh bagian tubuh. Tepatnya: menyalurkan darah dan cairan limfatik dari usus ke seluruh jaringan tubuh, dan sebaliknya. Keberadaan mesenterium selama ini juga membantu mempertahankan posisi usus sehingga usus tetap terhubung dengan dinding perut tanpa terjadi kontak langsung. Menjadi penghubung adalah kata kunci eksistensi mesenterium, demikian kata Coffey.
“Tanpa mesenterium, usus akan berkontak langsung dengan dinding tubuh. Hal ini akan memunculkan perlindungan atas kontraksi berlebihan dan membuat usus selalu rileks. mesenterium memelihara usus dalam komformasi khusus, sehingga saat manusia berdiri atau berjalan, usus tak tiba-tiba runtuh ke bagian panggul atau seketika tak berfungsi,” papar Coffey.
Meski para peneliti telah mengetahui bahwasa mesenterium memainkan peran penting terkait usus, pembuluh darah, endokrin, kardiovaskular, dan sistem imunologi, Coffey menyatakan bahwa perlu penelitian lanjutan untuk mendedahkan lagi fungsinya.
Meski demikian, para peneliti telah menemukan bukti bahwa mesenterium mampu membaca sinyal yang dikirim usus dan berguna untuk menyeimbangkan respons yang perlu diambil oleh tubuh terkait fungsi pencernaan. Sebagai contoh, kelenjar getah bening di mesenterium mampu mendeteksi bakteri yang bersarang di usus. Kelenjar ini kemudian memberi tanggapan dengan melaporkannya kepada sistem imunologi alias sistem perlindungan untuk menanggulanginya. Jika bakteri tersebut jahat, sistem imun tubuh akan segera memusnahkannya.
Penelitian lanjutan akan memungkinkan penjelasan lebih tentang fungsi mesenterium dan apa yang akan terjadi jika membran usus tersebut tak bekerja dengan normal atau terserang penyakit. Bahkan, ada kemungkinan kajian tentang mesenterium menjadi subbidang tersendiri dalam studi medis, misalnya dalam bidang neurologi.
Coffey berharap bahwa mengupayakan pemahaman yang lebih baik atas mesenterium akan membantu diagnosis saat terjadi masalah di dalamnya dan menanggulangi upaya penanggulangan yang sembarangan. Dengan lokasinya yang terpencil di dalam tubuh, mesenterium hanya bisa diakses lewat prosedur radiologis atau pembedahan. Penelitian lanjutan juga bisa menjadi dasar prosedur endoskopi yang lebih aman dan efektif selama pasien sedang pemeriksaan kolonoskopi.
Coffey senang sebab penemuan kembali mesenterium sebagai organ tunggal memiliki manfaat yang luas dalam standardisasi prosedur atau operasi bedah, antara lain prosedur pemindahan atau pemotongan usus. Lebih lanjut, penelitian lanjutan atas mesenterium bisa membuka tabir sejumlah penyakit seperti kanker kolorektal, penyakit inflamasi usus, penyakit kardiovaskular, atau masalah kesehatan besar seperti diabetes, obesitas, hingga sindrom metabolik.
Semakin banyak dokter yang memahami fungsi sebenarnya dari mesenterium, semakin banyak pula pilihan tindakan yang bisa diambil saat menyelidiki beragam penyakit yang menyerang usus. Sederhananya, menurut Coffey, pengetahuan yang memadai tentang mesenterium akan menyediakan kesempatan untuk menyegarkan lagi pendekatan para dokter bedah atas penyakit radang usus dan lain sebagainya.
“Akhirnya, nanti kami bisa menyelami akar penyebab penyakit serta bagaimana ia bisa berkembang di dalam tubuh pasien,” pungkas Coffey.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Maulida Sri Handayani