tirto.id - Hari Kartini diperingati pada 21 April 2022. Penetapan Hari Kartini dilakukan saat pemerintahan Presiden 1 RI Sukarno melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964.
Keppres tersebut menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yaitu Hari Kartini.
Mengapa Hari Kartini Perlu Diperingati?
Kartini adalah salah satu pejuang emansipasi wanita di Indonesia, terutama dalam hal pendidikan. Pemikiran Kartini soal emansipasi wanita berkembang karena korespondensinya dengan teman-teman di Belanda.
Ia juga mulai tertarik dengan pola pikir perempuan Eropa yang diketahui lewat surat kabar, majalah serta buku-buku yang ia baca.
Hingga kemudian ia mulai berpikir untuk berusaha memajukan perempuan di Indonesia. Dalam pikirannya kedudukan wanita pribumi masih tertinggal jauh atau memiliki status sosial yang cukup rendah.
Ia juga membaca berbagai roman-roman beraliran feminis yang kesemuanya berbahasa belanda. Selain itu ia juga membaca buku karya Multatuli yang berjudul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta.
Surat-surat yang Kartini tulis berisi kondisi wanita di Indonesia. Ia menuliskan penderitaan perempuan Jawa seperti harus menjalani pingit, tak bisa bebas berpendapat dan menempuh pendidikan.
Selain itu, tulisan-tulisan Kartini juga berisi tentang yaitu makna Ketuhanan, peri kemanusiaan dan juga Nasionalisme.
Teman wanita Belanda nya Rosa Abendanon, dan Estelle “Stella” Zeehandelaar juga mendukung pemikiran-pemikiran yang diungkapkan oleh R.A Kartini.
Sejarah Singkat Kartini
Nama lengkap Kartini adalah Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat. Ia berasal dari Jepara, Jawa Tengah dan lahir pada 21 April 1879.
Kartini lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan jawa. Ayah Kartini adalah seoarang Bupati Jepara berama R.M. Sosroningrat, putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV.
Ibu Kartini bernama M.A. Ngasirah, merupakan anak seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara. Ngasirah bukan keturunan bangsawan, melainkan hanya rakyat biasa.
Sebagai anak bangsawan, Kartini mampu menempuh pendidikan di ELS (Europese Lagere School) selama 12 tahun. Ia banyak belajar di sana, termasuk bahasa Belanda.
Pada 1903 saat Kartini berusia sekitar 24 tahun, ia dinikahkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang merupakan seorang bangsawan dan juga bupati di Rembang yang telah memiliki tiga orang istri.
Meskipun begitu, suami R.A Kartini ykni K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat memahami apa yang menjadi keinginan istrinya itu.
Sehingga ia kemudian diberi kebebasan untuk mendirikan sekolah wanita pertama. Sekolah itu berdiri di sebelah kantor pemerintahan Kabupaten Rembang yang kemudian sekarang dikenal sebagai Gedung Pramuka.
Editor: Addi M Idhom