Menuju konten utama
Sejarah Masjid di Indonesia

Sejarah Masjid Mantingan Jepara: Arsitektur Khas Ratu Kalinyamat

Berikut ini sejarah Masjid Mantingan di Jepara yang dibangun tahun 1559 M pada era Ratu Kalinyamat, Putri Raja Demak Trenggana sekaligus Bupati Jepara.

Sejarah Masjid Mantingan Jepara: Arsitektur Khas Ratu Kalinyamat
Masjid Mantingan Jepara. wikimediacommons/free/Adhiansyah Ancha

tirto.id - Masjid Mantingan merupakan salah satu masjid bersejarah di Indonesia. Masjid ini terletak 5 km dari pusat Kota Jepara, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Mantingan. Masjid Mantingan dibangun tahun 1559 M pada era Ratu Kalinyamat.

Singkatnya, biografi Ratu Kalinyamat berasal dari Demak. Ia merupakan Putri Raja Demak Trenggana, yang sekaligus memegang jabatan bupati di Jepara.

Di kalangan orang Portugis, Ratu Kalinyamat diakui sebagai sosok wanita yang berani dan kuat. atas perjuangan Ratu Kalinyamat, pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2023, pemerintah Indonesia menghormati jasa-jasanya dengan memberikan gelar pahlawan nasional.

Masjid Mantingan sendiri merupakan bangunan yang paling mencolok di antara keramaian pelabuhan, bangunan-bangunan rumah, dan pasar. Masjid ini memiliki gaya arsitektur yang unik, yaitu perpaduan antara arsitektur budaya Hindu-Buddha, Jawa, dan Tionghoa.

Salah satu contoh keunikan arsitektur Masjid Mantingan adalah bentuk atap tumpang dan mustaka yang merupakan akulturasi dari arsitektur era Majapahit dan Tionghoa. Begitu pula dengan gapura masuk masjid dan bekas petilasan candi yang terletak di dekat masjid.

Sejarah Berdirinya Masjid Mantingan

Sejak era kerajaan dulu, Jepara merupakan salah satu pelabuhan paling ramai di pantai utara Jawa. Bandar dagang ini menjadi tempat bertemunya kaum saudagar dari berbagai negeri, seperti dari Cina, India, atau wilayah-wilayah Nusantara lainnya.

Masjid Mantingan menjadi salah satu simbol kejayaan Jepara pada masa lalu. Berdasarkan prasasti yang terdapat di atas mihrab masjid, dapat diketahui bahwa masjid ini dibangun pada sekitar 1481 saka atau tahun 1559 masehi.

Dengan demikian, pembangunan Masjid Mantingan diperkirakan dilakukan pada masa Ratu Kalinyamat, putri Sultan Trenggono (1521-1546) dari Kesultanan Demak yang ditunjuk sebagai bupati di Jepara.

Dikutip dari buku Sejarah dan Hari Jadi Jepara (1988), nama asli Ratu Kalinyamat adalah Ratna Kencana. Ia menikah dengan Pangeran Kalinyamat atau Sultan Hadlirin yang konon adalah pangeran dari Kesultanan Aceh Darussalam.

Setelah menikah, Ratna Kencana menyandang nama baru yakni Ratu Kalinyamat. Pasangan ini bersama-sama memimpin Jepara yang statusnya berubah menjadi Kerajaan Kalinyamat meskipun tetap berada di bawah kekuasaan Kesultanan Demak.

Pangeran Kalinyamat meninggal dunia pada 1549 lantaran dibunuh oleh pasukan Arya Penangsang dari Jipang. Pembangunan Masjid Mantingan dilakukan oleh Ratu Kalinyamat sebagai bentuk penghormatan kepada suaminya.

Berdirinya Masjid Mantingan dengan arsitektur yang unik pada 1559 M merupakan suatu bukti bahwa di Jepara pernah ada pemerintahan kerajaan bercorak Islam.

Arsitektur Masjid Mantingan

Ambary dan Hasan Muarif dalam Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia (2001) menuliskan, bangunan masjid merupakan hasil rancang bangun yang disesuaikan dengan alam dan budaya masyarakat setempat.

Begitu juga dengan Masjid Mantingan di Jepara. Sebagai bangunan bersejarah, masjid ini memiliki ciri khas dalam arsitektur bangunannya.

G.F. Pijper dalam Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950 (1985), menjelaskan bahwa Masjid Mantingan memiliki lima atap yang bertingkat. Bangunan tersebut mengingatkan pada ciri khas gaya arsitektur Cina.

Dikutip dari Eko Roy Ardian Putra dalam penelitiannya berjudul "Makna Simbolis pada Ragam Hias Masjid Mantingan di Jepara" (2018), dinding Masjid Mantingan dihiasi dengan berbagai ornamen ukiran jenis relief dari batu karang putih.

Ragam hias dalam relief masjid ini berciri ornamental zaman madya. Ragam hias Mantingan mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan Hindu dan Cina.

Dalam bentuk bangunan, pengaruh Hindu dapat dijumpai pada bentuk gerbang Candi Bentar. Bentuk gerbang Candi Bentar tersebut digunakan sebagai pintu masuk kawasan masjid maupun makam di Mantingan.

Kemudian, motif hiasannya berupa tumbuh-tumbuhan, bunga teratai, dan hewan. Namun, semua gaya tersebut sudah disesuaikan dengan budaya Islam.

Baca juga artikel terkait SEJARAH MASJID NUSANTARA atau tulisan lainnya dari Alhidayath Parinduri

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Alhidayath Parinduri
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Dhita Koesno