Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Hidup Sultan Iskandar Muda: Raja Terbesar Kesultanan Aceh

Sejarah mencatat, Sultan Iskandar Muda membawa Kesultanan Aceh Darussalam menuju masa kejayaan.

Sejarah Hidup Sultan Iskandar Muda: Raja Terbesar Kesultanan Aceh
Ilustrasi Sultan Iskandar Muda. tirto.id/Fuad

tirto.id - Perkasa Alam alias Sultan Iskandar Muda yang bertakhta pada 1607 hingga 1636 Masehi merupakan raja terbesar Kesultanan Aceh Darussalam. Sejarah mencatat, ia membawa kerajaan bercorak Islam di bagian barat Nusantara itu menuju masa kejayaan.

Saat Perkasa Alam berusia remaja, terjadi kudeta terhadap kekuasaan kakeknya, Sultan Alauddin Ri'ayat Syah (1596-1604) oleh pamannya yang bernama Ali Riayat Syah, pada 1604. Singgasana Aceh kemudian diduduki oleh Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607).

Sultan Ali Riayat Syah dikenal sebagai sosok bertabiat buruk yang membuat Aceh terpuruk. Djokosurjo dalam Agama dan Perubahan Sosial (2001) menyebut bahwa kepemimpinan Sultan Ali Riayat Syah merupakan periode yang penuh dengan kekacauan internal.

Perkasa Alam lantas mencari perlindungan kepada pamannya yang lain yakni Sultan Husen yang berkuasa di Pidie, daerah bawahan Kesultanan Aceh. Sultan Ali Riayat Syah mendesak Sultan Husen untuk menyerahkan Perkasa Alam, namun ditolak.

Bahkan, Sultan Husen menyatakan memberontak dan menyerang Kesultanan Aceh di bawah pimpinan Perkasa Alam. Dikutip dari Islam and State in Sumatra: A Study of Seventeenth-Century Aceh (2004) karya Amirul Hadi, perlawanan itu gagal. Perkasa Alam ditangkap dan dijebloskan ke penjara.

Perkasa Alam Menuju Takhta Aceh

Kala itu, Kesultanan Aceh sebenarnya sedang menghadapi ancaman dari Portugis. Perkasa Alam yang sedang ditahan kemudian menawarkan kepada Sultan Ali Riayat Syah untuk memimpin serangan terhadap Portugis. Sultan Ali Riayat Syah ternyata menyetujui permintaan tersebut.

Berdasarkan catatan Slamet Muljana dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa (2005), Perkasa Alam memimpin rakyat dan pasukan Aceh melawan Portugis. Dalam suatu serangan balasan, Portugis terpaksa mundur.

Hans Penth dalam Hikajat Atjeh (1969) mengungkapkan, Portugis sebenarnya berniat menyerang Kesultanan Aceh kembali. Namun, lantaran terdengar kabar bahwa Belanda juga bersiap datang, Portugis mengurungkan niatnya itu.

Kemenangan atas Portugis membuat pamor Perkasa Alam melambung dan menjadi salah satu sosok paling paling populer sebagai calon Sultan Aceh berikutnya. Pada 4 April 1607, Sultan Ali Riayat Syah mendadak wafat.Alhasil, Perkasa Alam pun dinobatkan dengan gelar Sultan Iskandar Muda (1607-1636).

Sultan Pembawa Kejayaan Aceh

Sejak bertakhta pada 1607, Sultan Iskandar Muda mulai merintis masa kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam. Diungkapkan Mohammad Said dalam Aceh Sepanjang Abad (1981), Sultan Iskandar Muda berhasil mempersatukan negeri-negeri di kawasan Selat Malaka untuk melawan hegemoni bangsa asing.

Wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh pada periode Sultan Iskandar Muda bertambah luas. Daerahnya meliputi Semenanjung Malaya (Johor, Malaka, Pahang, Kedah, Perak), Thailand (daerah Patani), dan sebagian besar wilayah Sumatera.

Kejayaan Kesultanan Aceh tidak terlepas dari kekuatan militer yang kuat. Sultan Iskandar Muda menjadikan Kesultanan Aceh sebagai kerajaan maritim yang sudah dilengkapi dengan kapal-kapal modern pada masanya. Aceh juga punya pasukan yang amat besar.

Selain di sektor militer, Kesultanan Aceh pada era Sultan Iskandar Muda juga mencapai kejayaan di berbagai bidang kehidupan lainnya. Dikutip dari buku Aceh Serambi Mekkah (1955) yang disusun Usman Husein dan kawan-kawan, Kesultanan Aceh kala itu juga menjadi pusat pendidikan.

Sedangkan dari aspek ekonomi, Kesultanan Aceh Darussalam memiliki bandar dagang yang berperan sebagai pelabuhan transaksi kaum saudagar dari berbagai belahan dunia.

Wafatnya Sultan Iskandar Muda

Tanggal 27 Desember 1636, Sultan Iskandar Muda wafat dalam usia 43 tahun karena sakit keras. Sepeninggal Sultan Iskandar Muda, dilansir laman Pemprov Aceh, Kesultanan Aceh Darussalam mulai melemah.

Situasi ini dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa asing yang sudah sejak lama mengincar Aceh. Pada masa Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Aceh sangat mengharamkan perjanjian kerja sama dengan bangsa-bangsa asing. Namun, sultan-sultan penerusnya ternyata tidak demikian.

Kesultanan Aceh Darussalam memang mampu bertahan sampai beberapa abad kemudian. Akan tetapi, tidak ada satu pun penerus Sultan Iskandar Muda yang bisa membuat Aceh sejaya dahulu.

Daftar Sultan Aceh Darussalam

  1. Sultan Ali Mughayat | 1514-1528 M
  2. Sultan Salahuddin | 1528-1537 M
  3. Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar | 1537-1568 M
  4. Sultan Sri Alam | 1575-1576 M
  5. Sultan Zain al-Abidin | 1576-1577 M
  6. Sultan Ala’ al-Abidin | 1577-1589 M
  7. Sultan Buyung | 1589-1596 M
  8. Sultan Ala’ al-Din Riayat Syah | 1596-1604 M
  9. Sultan Ali Riayat Syah | 1604-1607 M
  10. Sultan Iskandar Muda | 1607-1636 M
  11. Sultan Iskandar Thani | 1636-1641 M
  12. Sultanah Safi al-Din Taj al Alam | 1641-1675 M
  13. Sultanah Naqvi al-Din Nur al-Alam | 1641-1678 M
  14. Sultanah Zaqqi al-Din Inayat Syah | 1678-1688 M
  15. Sultanah Kamalat Syah Zinat al-Din | 1688-1699
  16. Sultan Badr al-Alam | 1699-1702 M
  17. Sultan Perkasa Alam | 1702-1703 M
  18. Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir | 1703-1726 M
  19. Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din | 1726
  20. Sultan Shyam al-Alam | 1726-1727 M
  21. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad | 1727-1735 M
  22. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah | 1735-1760 M
  23. Sultan Mahmud Syah | 1760-1781 M
  24. Sultan Badr al-Din | 1781-1785 M
  25. Sultan Sulaiman Siah | Sejak 1785 M
  26. Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah |
  27. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam | 1795-1815 dan 1818-1824 M
  28. Sultan Syarif Saif al-Alam | 1815-1818 M
  29. Sultan Muhammad Syah | 1824-1838 M
  30. Sultan Sulaiman Siah | 1838-1857 M
  31. Sultan Mansur Syah | 1857-1870 M
  32. Sultan Mahmud Syah | 1870-1874 M
  33. Sultan Muhammad Daud Syah | 1874-1903 M

Baca juga artikel terkait SULTAN ISKANDAR MUDA atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya