tirto.id - Presiden Joko Widodo kembali menambah jabatan baru di Kabinet Indonesia Maju: wakil menteri sosial (wamensos). Hal ini terungkap setelah pemerintah merilis Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 tahun 2021 per 14 Desember 2021.
Jabatan wamensos diangkat dan diberhentikan Presiden Jokowi. Sementara wamensos bertanggung jawab kepada menteri dan bertugas membantu pelaksanaan tugas menteri sosial.
Wamensos diberi dua lingkup tugas yakni membantu perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan Kementerian Sosial dan membantu pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi jabatan tinggi madya atau eselon 1 di lingkungan Kementerian Sosial.
Kehadiran wamensos membuat jumlah kursi wakil menteri di era Jokowi bertambah. Kini, jumlah wakil kursi di kabinet Jokowi mencapai 23 kursi. Padahal di era pemerintahan pertama 2014-2019, Jokowi hanya membuka 3 kursi wakil menteri, yakni wakil menteri luar negeri, wakil menteri keuangan, dan wakil menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM).
Dari 23 kursi yang tersedia, Jokowi baru menunjuk 15 orang wakil menteri, antara lain: Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar; Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi; Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara; Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga; Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat John Wempi Wetipo; Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong.
Lalu ada Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi; Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Surya Tjandra; Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Hary Tanoesoedibjo; Wakil Menteri BUMN I Kartika Wiryoatmojo; Wakil Menteri BUMN II Pahala Mansury; Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra; Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono; Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharief Hiariej; dan Wakil Menteri Pertanian Harfiq Hasnul Qolbi.
Selain ke-15 nama tersebut, ada 8 kursi wakil menteri yang belum diisi, termasuk wamensos. Delapan kursi lainnya yaitu: wakil menteri ketenagakerjaan; wakil menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah; wakil menteri perindustrian; wakil menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM); wakil menteri pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi; wakil menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (Pan-RB); dan wakil menteri investasi.
Upaya Akomodir Kepentingan Politik
Peneliti Populi Center Usep S. Ahyar mengakui bahwa kursi wakil menteri merupakan masalah prerogatif Jokowi. Namun, ia menyoal alasan di balik pembentukan hingga perlunya penempatan wakil menteri di suatu kementerian saat ini.
“Secara normatif boleh, toh itu hak prerogatifnya Pak Jokowi. Cuma kan persoalannya, pertanyaannya, urgensinya apa? Kalau sekadar akomodasi politik buat apa? Apalagi? Konsolidasi politik sudah selesai," kata Usep kepada reporter Tirto, Kamis (23/12/2021).
Usep mengingatkan, pemerintahan Jokowi sudah stabil. Hampir semua partai koalisi hingga ormas besar menjadi bagian pemerintahan, kecuali Jokowi harus berpikir untuk mengakomodir PAN yang kini merapat ke pemerintahan atau kelompok lain yang perlu diakomodir.
Di sisi lain, keberadaan wakil menteri juga tidak efektif karena mengurusi masalah internal kementerian. Posisi wakil juga tidak efektif bila diisi dengan alasan menteri tidak bisa bekerja atau memiliki beban kerja tinggi. Sebab, kata Usep, menteri sudah dibantu oleh perangkat seperti dirjen dan sekretaris jenderal sehingga tidak perlu wakil menteri demi menggenjot kinerja kementerian.
“Saya enggak tahu wamen pertimbangannya apa, tapi ya itulah pasti menambah beban dan menambah gemuk sementara jaminan ketika menteri ditambah wamen apa jaminannya, pertimbangan-pertimbangan gimana," kata Usep.
Usep mengingatkan soal semangat Jokowi untuk membangun pemerintahan ramping, tetapi malah membuka kursi wakil menteri. Ia menilai Jokowi justru berbohong dengan janjinya bahwa akan menciptakan pemerintahan ramping, tapi membuka ruang kursi wakil menteri.
Ia mengingatkan, penambahan kursi wakil menteri tidak sekadar membuat pemerintahan gemuk, tetapi juga pemborosan hingga memicu persepsi akan ada bagi-bagi jabatan.
“Masyarakat jadinya terus kemudian bertanya itu Pak Jokowi punya program perampingan birokrasi, tapi kemudian menambah menteri akhirnya, kan, orang terus kemudian bisa dipahami kenapa bercuriga atau menafsirkan, oh ini mungkin mau akomodasi politik," kata Usep.
Sementara itu, dosen politik dari Universitas Padjajaran Kunto Adi Wibowo menyebut kekosongan kursi wamen saat ini sesuai pernyataan Menteri Sekretaris Negara Pratikno di masa lalu. Akan tetapi, dari segi politik, Jokowi justru berkemungkinan besar akan mengakomodir lagi sejumlah pihak dengan masih adanya 9 kursi wamen kosong.
“Mungkin ini sebagai indikasi bahwa Pak Jokowi siap mengakomodir lebih banyak lagi kepentingan-kepentingan partai politik atau pun kepentingan-kepentingan pendukungnya sehingga semuanya disiapkan jatah kursi wamen ini untuk lebih rata pembagiannya menjelang akhir periode kedua beliau gitu," kata Kunto kepada reporter Tirto, Kamis (23/12/2021).
Menteri Sekretaris Negara Pratikno sempat menjawab alasan pemerintah belum mengisi kursi wamen yang kosong. Pratikno mengklaim, kursi wamen tidak harus diisi meski sudah dibuka dan diatur di kementerian terkait.
“Kita sendiri secara kelembagaan akan merancang organisasi itu bersifat dinamis. Walaupun ada posisinya, tidak berarti harus diisi, itulah mengapa ada beberapa kementerian yang ada pos wamen diisi, ada beberapa yang lain tidak diisi,” kata Pratikno, Rabu (1/12/2021).
Pratikno mencontohkan kursi wamendikbud. Pemerintah masih mengevaluasi apakah kursi wamendikbud akan diisi atau tidak. Ia pun mengaku pengisian jabatan akan melihat beban kerja menteri.
“Sampai saat ini belum, kami akan terus lakukan evaluasi. Juga tentu saja kita melihat beban tugas dan juga dinamika yang ada di kementerian yang bersangkutan. Sampai saat ini belum ada rencana pengisian," kata Pratikno.
Kunto pun menduga, upaya kursi kosong wamen serta penambahan kursi wamensos akan digunakan untuk upaya negosiasi politik. Sebagai contoh, Kunto menduga kursi-kursi kosong itu akan diisi untuk kepentingan Jokowi dalam memenuhi hasrat pengesahan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN).
Dugaan lain adalah upaya Jokowi memenuhi janji-janji politik dalam penanganan pandemi COVID. Kursi itu akan diberikan kepada orang yang membantu, apalagi kursi wamensos yang dimunculkan adalah kursi strategis.
Kunto pun menyadari bahwa kehadiran kursi wakil menteri ini memicu pertanyaan publik tentang hasrat Jokowi untuk membangun pemerintahan ramping. “Ini sih saya melihatnya jangan hitam putih sebagai, oh Pak Jokowi tidak konsisten atau konsisten, tapi ini usaha untuk tetap menepati janji-janji yang lain sehingga ada janji-janji yang mungkin lebih tidak prioritas untuk kemudian disesuaikan dengan situasi," kata Kunto.
Kunto menambahkan, “Akomodasi relawan, lalu dengan PAN bergabung dan dapat jatah menteri, maka partai anggota koalisi yang lebih dulu bergabung tentu menuntut.”
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz