tirto.id - Selang dua hari usai Israel dan Hamas ketok palu gencatan senjata di Jalur Gaza, pembunuhan jurnalis kembali jadi konflik memanas. Korbannya Saleh Aljafarawi, jurnalis sipil dan kreator kampanye sosial Palestina dari Gaza.
Minggu (12/10/2025), Saleh dilaporkan tewas tertembak saat meliput bentrokan di lingkungan Sabra, Kota Gaza. Dia hilang kontak sejak Minggu pagi. Belakangan terdengar warta bahwa Saleh sempat diculik sebelum diberondong peluru.
Tubuh Saleh ditemukan tergolek tak bernyawa di belakang bak truk, dengan kondisi masih mengenakan rompi bertuliskan “PRESS” yang menandakan bahwa ia merupakan jurnalis. Jenazahnya pun segera ditandu oleh puluhan massa menuju rumah sakit.
Sumber-sumber tepercaya dari Al Jazeera mengatakan, Saleh ditembak oleh “milisi bersenjata” yang berafiliasi dengan Israel. Salah satu yang mengonfirmasinya adalah Kementerian Dalam Negeri Gaza.
Namun, identitas pelaku utama hingga kini belum terkonfirmasi secara resmi. Pihak paling kuat yang dicurigai sebagai pelaku adalah klan Doghmush, afiliator Israel yang sempat terlibat baku tembak dengan Hamas di Sabra.
Turkiye Today mencatut nama Yasser Jihad Mansour Abu Shahab, pemimpin geng dan kepala Popular Forces, kelompok bersenjata yang didukung Israel dalam operasi militer di Rafah. Namanya muncul pertama kali dalam laporan Washington Post dan teridentifikasi sebagai otak di balik penjarahan sistematis konvoi bantuan untuk Gaza. Dia pula yang bertanggung jawab atas insiden sabotase 80 dari 100 truk berisi makanan dan obat-obatan untuk korban genosida Israel.
Namun, desas-desus itu belum dapat dikonfirmasi lebih lanjut. Terlalu riskan menghubungkan kematian Saleh Aljafarawi dengan kejahatan Abu Shahab.
Jejak Perjalanan dan Pengaruh
Saleh adalah warga asli Gaza. Dia lahir pada 22 November 1997 dan tumbuh sebagai anak yang dipaksa akrab dengan suara dentum bom dan desing peluru.
Saleh kecil terkenal karena bakatnya bermain tenis. Dia begitu menonjol dengan olahraga itu, dan sempat memenangkan podium utama di tingkat University of Table Tennis pada 2022. Dia bahkan berpartisipasi mewakili Palestina dalam kejuaraan dunia tenis tingkat universitas yang diadakan di Qatar pada 4 Februari 2023.

Meski besar dengan ragam trauma psikologis perang, tekadnya mendukung pembebasan Palestina atas genosida Israel telah menyembul sejak remaja. Keinginannya untuk menjadi jurnalis telah mendarah daging, terbukti dari gelar sarjana media dan jurnalisme yang diperolehnya di Islamic University of Gaza, 2019.
Di lorong-lorong Kota Gaza, Saleh meniti langkah kecil sebagai jurnalis warga dengan menenteng kamera sederhana. Tiap videonya menyulam laporan tentang ibu yang meratap di puing rumah, anak yang menatap kosong tanah lapang, dan harapan yang masih tumbuh di tengah reruntuhan. Dalam balutan kaos kumal dan rompi “PRESS”, ia berupaya membebaskan kebenaran.
Ketika pawai "March of Return" yang berlangsung pada 2018--diinisiasi oleh Asosiasi Pertahanan Hak-Hak Pengungsi di Israel--berhasil memboyong para pengungsi kembali menuju Desa Atlit, selatan Haifa, Saleh ada di tengah-tengah mereka.
Sebagai pemengaruh muda independen dan lepas, Saleh berdiri di barisan terdepan. Ia berkali-kali terluka, tetapi selalu bangkit kembali demi mengusung suksesnya pawai.
Saleh adalah salah satu suara paling vokal di lapangan, tokoh media terkemuka yang memilih menetap di tengah jantung bahaya. Itu semua dilakukannya demi mendokumentasikan seluruh kebengisan Israel dan pendudukan sipil lewat akun Instagramnya.
Bertambah waktu, pengikut di Instagramnya naik pesat. Publik bersimpati terhadap keberaniannya meliput secara langsung kehancuran dan pengeboman di rumah sakit, kamp penampungan, dan berbagai daerah konflik lain.
Mati Satu Tumbuh Seribu
Jumlah tayangan klip unggahan Saleh Aljafarawi di akun Instagram pribadinya sangat tinggi. Itulah yang membuat Meta dari Instagram menangguhkan akunnya berkali-kali, bahkan mencegat Saleh menggandakan atau membuat akun baru.
Klaim Instagram, unggahan-unggahan Saleh telah melanggar standar komunitas atas konten bernada protes keras, di bawah naungan “organisasi dan individu berbahaya”. Penangguhan ini terjadi beberapa kali dalam dua tahun terakhir, bahkan terhadap akun cadangan Saleh. Hal itu secara tak langsung membatasi akses publik terhadap laporan langsung dari garis depan.
Akun utama @saleh_aljafarawi telah dihapus permanen oleh Instagram dan tak ada cara mengembalikannya. Karena itu, Saleh terus membikin akun baru, tetapi seolah—menimbang penembakannya di suratan awal—ia dibunuh berkali-kali.
“Sayangnya, penghapusan akun bersifat permanen, dan akun-akun itu tidak akan kembali sama sekali .... Kami menghabiskan sepanjang malam untuk mengatasi masalah ini, tetapi tidak ada akun yang akan kembali,” keluhnya lewat story Instagram pada 9 Maret 2025.
Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese mengutuk tindakan Meta. Ia menyebutnya sebagai upaya "membunuh seorang jurnalis dua kali."
"Semoga kenangan tentang 250 jurnalis yang dibunuh di Gaza dihormati di museum genosida yang harus menjadi bagian dari reparasi yang harus dibayar kepada warga Palestina ketika genosida ini akhirnya berakhir," tulisnya di platform X.
Liputan Saleh tentang genosida dan kelaparan sistemik di Palestina akibat Israel membuat Instagram melabeli akunnya sebagai “Red Notice”. Cap itu pula yang membuat pihak-pihak Israel menargetkannya, seperti yang telah dialami oleh koresponden Al Jazeera, Anas al-Sharif.
Setiap kali Saleh mengunggah pemberitaan mengenai Israel, akan selalu ada notifikasi “Red Notice” yang muncul di pengguna Instagram lainnya. Algoritma Instagram itu membuat pemberitaan soal Palestina di akun Saleh tereduksi, lenyap dari beranda, termasuk untuk pengikut pribadinya.
Bahkan, laporan resmi Israel pernah meluncurkan kampanye ejekan masif terhadapnya, bahwa, “Iblis bekerja keras, tetapi industri film di Gaza bekerja lebih keras. Temui Saleh al-Jafarawi: pembawa berita Hamas, ayah yang sakit, penyanyi, dan jurnalis,” sebagaimana dikutip dari Al Jazeera.
Tak hanya itu, Voice of America menyebut, Saleh dihina oleh beberapa oknum pro-Israel di kanal X dengan menyebutnya melakonkan “Pallywood”, plesetan dari Palestina-Hollywood, untuk menuduh Palestina memanipulasi parodi rekayasa dan akting agar dapat menarik simpati global memenangkan perang melawan Israel.
Salah satunya adalah akun @HananyaNaftali yang menuduh Saleh Aljafarawi “memalsukan adegan” dirawat di rumah sakit setelah pemboman Israel. Klaim itu mencoba membandingkan dua video dengan tanda “yesterday” dan “today”, seolah-olah mencurigai Saleh yang tiba-tiba dapat berjalan pada “hari ini” dalam keadaan sehat, sementara “kemarin” dia tengah terbaring tanpa daya di ranjang rumah sakit dengan kondisi mengenaskan.
Padahal, dua orang dalam video itu sebenarnya sosok yang berbeda. Video di kiri dengan tajuk “today” adalah Saleh; sedangkan di sebelah kanan yang bertitel “yesterday”, menurut laporan Reuters, merupakan Saeed Zandek, remaja 16 tahun yang kehilangan kakinya selama pengepungan Israel di kamp pengungsian Nur Shams, 24 Juli.
Menanggapi tuduhan serius itu, Saleh membikin klarifikasi di Instagram dan kemudian diberitakan oleh Al Jazeera, “Saya Saleh Aljafarawi, seorang jurnalis lepas, dan jurnalis seharusnya dilindungi secara internasional, dan saya bertanggung jawab atas keselamatan pribadi saya kepada masyarakat internasional. Saya tidak akan berhenti menyebarkan kejahatan terhadap rakyat Palestina.”
Respons itu langsung disahut publik dengan tagar #صالح_الجعفراوي yang mencuat masif di Instagram. Para pengikut setia Saleh melakukannya demi menyumbangkan dukungan moral untuk perlindungan dirinya beserta jurnalis-jurnalis pro-Palestina lain.
Saleh juga menegaskan dirinya tak akan meninggalkan Gaza kendati berbagai “tawaran keamanan” terlayang kepadanya.
"Sejujurnya, saya hidup dalam ketakutan setiap detik, terutama setelah mendengar apa yang dikatakan pendudukan Israel tentang saya. Saya menjalani hidup kedua setiap detik, tidak tahu apa yang akan terjadi detik berikutnya,” ujarnya dalam wawancara bersama Al Jazeera.
Selain beken lewat aktivisme dan jurnalisme, Saleh berulang kali mendedikasikan pendapatannya untuk amal. Lusinan inisiasi dan partisipasi dia berikan kepada para korban perang di tengah duka.
Saleh adalah donatur utama untuk distribusi bantuan dalam renovasi dan relokasi rumah sakit anak-anak di tanah airnya. Hanya dalam waktu singkat, penggalangan dana sebanyak 10 juta dolar untuk korban kemanusiaan berhasil terhimpun lewat kampanye media sosialnya.
Avichay Adraee selaku juru bicara militer Israel mengonfirmasi hal itu, meski dibubuhi ulang dengan tanggapan sinis.
Pengaruhnya yang tak kalah penting juga terlihat saat Iduladha 2025. Saleh menjadi salah satu penyumbang kurban terbesar di Gaza, sekalipun kondisi di sekelilingnya tak pernah lepas dari pengepungan.
TRT World sempat membuat memoar dokumenter tentang Saleh Aljafarawi. Salah satunya momen haru yang singkat bersama anak-anak dan para pejuang lainnya di Gaza.
"Semua adegan dan situasi yang saya lalui selama 467 hari ini tidak akan terhapus dari ingatan saya. Semua situasi yang kami hadapi, kami tidak akan pernah bisa melupakannya," katanya.
TRT World juga menampilkan klip video terakhir Saleh yang bersuka ria atas perjanjian gencatan senjata, beberapa jam sebelum ia dibunuh.
Penulis: Abi Mu'ammar Dzikri
Editor: Fadli Nasrudin
Masuk tirto.id


































