Menuju konten utama

Rilis Data Kemiskinan Diundur, BPS: Bukan Karena Ada Pesanan

Penundaan rilis angka kemiskinan ini semata-mata untuk memastikan kualitas dan keakuratan data.

Rilis Data Kemiskinan Diundur, BPS: Bukan Karena Ada Pesanan
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Gedung BPS, Senin (21/4/2025). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi.

tirto.id - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, membantah pengunduran rilis data kemiskinan pada 15 Juli 2025 lalu karena ada pesanan pihak-pihak tertentu.

Dia mengatakan bahwa, penundaan rilis angka kemiskinan ini semata-mata untuk memastikan kualitas dan keakuratan data sehingga dapat digunakan dengan baik oleh pihak berbagai pihak.

“Tanggal 15 Juli kemarin kami menunda karena kami ingin memastikan kualitas dan keakuratan data. Jadi tidak ada alasan lain. Kami tidak pernah mendapatkan pesanan,” katanya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI, Kamsi (17/7/2025).

Amalia beralasan, karena menyadari bahwa data BPS dijadikan acuan berbagai kalangan termasuk para pengambil kebijakan, untuk itu pihaknya ingin memastikan bahwa data yang ditampilkan akurat.

“Kami ingin terus mengedepankan kualitas dalam rangka untuk menyajikan data karena kami menyadari semakin lama BPS semakin dijadikan rujukan. Artinya kami tidak boleh salah dalam waktu menyajikan data,” tambahnya.

Selain itu, pihaknya juga ingin mencocokkan data terkait kemiskinan dengan data yang baru dikeluarkan oleh Bank Dunia. Sehingga, pihaknya membutuhkan waktu untuk melakukan pengecekan ulang terhadap data-data yang telah mereka himpun.

“Dengan adanya rilis Bank Dunia yang terakhir jadi kami harus pastikan double check lagi agar kualitas kami tetap meningkat,” sambungnya.

Ia mengungkapkan, penundaan ini tidak terjadi kali ini saja. Sebelumnya pada 15 Mei 2025 ia juga pernah menunda rilis angka ekspor dan impor ke 1 Juni 2025.

Alasannya, pihaknya kekurangan waktu untuk menghimpun seluruh data. Menurutnya waktu dua minggu yang tersedia tidak cukup untuk dapat mengkalkulasi semua data.

Lebih jauh, pada saat itu angka ekspor-impor dari 34 provinsi belum semuanya masuk. Angka ekspor-impor yang tersedia baru dari enam provinsi.

“Karena ternyata waktu yang hanya dua minggu tidak cukup untuk kami melakukan double checking terhadap kualitas data dan juga ada beberapa yang belum masuk,” ucapnya.

Sementara itu, pada rapat yang sama salah satu anggota DPR, Esti Wijayanti, menanyakan perihal penundaan rilis BPS terkait kemiskinan ini. Dia pun mengingatkan, jangan sampai data-data BPS ini adalah data pesanan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.

Sebab, sambungnya, data BPS sangat ditunggu publik dan juga para pemangku kebijakan untuk merumuskan strategi dan kebijakan yang tepat sasaran.

“Mohon dalam penyusunan data-data BPS ini jangan mengandung pesanan yang berimplikasi kepada bagaimana supaya daerah angka kemiskinannya naik dibuat tinggi agar apa? agar bantuannya banyak atau sekolah-sekolah ini. Aku pesan daerahku literasinya dianggap rendah atau angka putus sekolahnya tinggi dan yang lain sebagainya,” ujarnya.

“Artinya harus betul-betul valid sesuai dengan fakta-fakta lapangan karena apa? Karena data Ibu mendukung untuk pembuatan kebijakan tapi kalau sudah pesanan, siapapun yang pesan itu tidak akan mampu memberikan yang terbaik untuk kita semua,” tambahnya.

Baca juga artikel terkait DATA BPS atau tulisan lainnya dari Nanda Aria

tirto.id - Insider
Reporter: Nanda Aria
Penulis: Nanda Aria
Editor: Dwi Aditya Putra