tirto.id - Keberadaan manusia silver dinilai meresahkan oleh sebagian masyarakat. Bahkan, rekaman manusia silver menggebrak mobil di simpang Kleringan, Kota Yogyakarta akibat ditolak saat minta saweran viral di media sosial Instagram setelah diunggah oleh akun @merapi_uncover.
Kepala Bidang Penengakan Peraturan Perundang-Undangan Satuan Polisi Pamong Praja (Kabid P3U Satpol PP) Kota Yogyakarta, Dodi Kurnianto, mengatakan, ada larangan memberikan uang pada pengemis dan gelandangan, termasuk manusia silver.
“Dasar aturannya Perda DIY Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis,” kata Dodi, dihubungi kontributor Tirto pada Rabu (2/10/2024).
Dodi mengatakan, ada ketentuan pidana bagi warga yang kedapatan memberikan uang pada pengemis dan gelandangan di tempat umum. Mengutip Perda Nomor 1/2014, Dodi membeberkan sanksi yang dapat dikenakan bagi pemberi uang adalah kurungan paling lama 10 hari dan denda sampai Rp1 juta.
“Dan terkait sanksi pidana ini merupakan kewenangan Satpol PP DIY. Kewenangan di Satpol PP Kota Yogyakarta hanya sampai Non-Yustisi,” kata dia.
Kasatpol PP Kota Yogyakarta, Octo Noor Arafat, sebelumnya mengatakan, pihaknya tengah memburu manusia silver yang menggebrak mobil di simpang Kleringan. Sebetulnya, kata dia, Satpol PP Kota Yogyakarta telah menangkap terduga pelaku. Namun dalam pembuktian, ternyata terduga bukanlah pelaku.
“Pelaku sudah teridentifikasi tapi selama operasi belum kami temukan," ujar Octo.
Octo mengatakan bahwa beroperasinya gelandangan dan pengemis, termasuk manusia silver, karena warga di Yogyakarta tergolong dermawan. Ditambah lagi, Kota Gudeg merupakan daerah pariwisata.
“Banyak pengunjung datang ke Kota Yogyakarta kemudian menjadi daya tarik mereka untuk meminta-minta," kata Octo.
Warga yang memberi dengan nominal Rp1.000 hingga Rp2.000 dirasa ringan. Namun, Octo mengungkap, pendapatan pengemis di Kota Yogyakarta bisa melebihi gaji aparatur sipil negara (ASN).
“Sifat kedermawanan masyarakat yang gampang memberikan Rp1.000-Rp2.000, tapi ternyata pendapatan mereka mengalahkan pendapatan ASN, Rp600 ribu kali 30 hari,” kata Octo.
Selanjutnya, Octo mengimbau, masyarakat untuk tidak memberikan uang kepada pengemis, gelandangan, dan manusia silver. Bila mendapat perlakukan tidak menyenangkan, Octo menyarankan korban melapor ke polisi.
“Kami imbau masyarakat yang dirugikan bisa melapor ke kepolisian. (Mereka bisa dibilang berjejaring) memantau pergerakan medsos. Saya rasa mereka tahu apa yang dikerjakan Satpol PP dan yang trending topik di masyarakat," sebut Octo.
Razia Manusia Silver Perlu Digalakkan
Baharuddin Kamba, anggota Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta, juga meminta kepada OPD terkait untuk merespons keluhan warga tersebut atas keberadaan manusia silver yang kembali marak terjadi di Kota Gudeg.
Baharuddin bilang, perlu dilakukan giat razia terhadap keberadaan manusia silver secara rutin diberbagai titik yang kerap jadi langganan manusia silver beraksi. Hal itu untuk menciptakan ketentraman dan kenyamanan masyarakat khususnya pengguna jalan.
"Karena jika sudah mengganggu kenyamaan warga (pengguna jalan) dengan menggebrak kendaraan dan kendaraan terkena cat, maka tindakan tersebut sudah tidak benar," kata Baharuddin.
Baharuddin menyebut, manusia silver tidak perlu memaksa pengguna jalan untuk memberikan sejumlah uang. Terlebih sampai dengan cara yang tak pantas, misalnya, menggebrak kendaraan.
"Jika pengguna jalan menemukan manusia silver yang demikian, maka tidak pantas untuk diberikan," kata dia.
Baharuddin juga membenarkan, informasi penghasilan manusia silver yang melebihi ASN. Penghasilan yang terbilang menggiurkan di tengah UMR DIY yang hanya Rp2.124.897.
"Manusia silver, dalam sehari bisa mendapatkan uang ratusan ribu rupiah. Bahkan ada yang mencapai Rp600 ribu sehari. Jika dikalikan satu bulan bisa mencapai Rp18 juta. Sangat menggiurkan. Mengalahi gaji hakim atau take home pay di Indonesia yakni Rp12 juta per bulan," ungkapnya.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Abdul Aziz