tirto.id - Senggang di malam hari sembari menunggu kantuk, saya pun berselancar di media sosial Instagram. Saat menjelajahi laman pencarian, saya terpaku oleh foto action figure atau biasa disebut dengan toys photography. Sekejap, pikiran saya mengingat kehadiran sebuah komunitas kitbash yang berbasis di Yogyakarta, Urban Verse.
Kitbash atau model bashing adalah praktik membuat model skala baru dengan mengambil bagian-bagian dari kit. Bagian-bagian ini dapat ditambahkan ke proyek khusus atau kit lain. Gampangnya, aktivitas kitbash ini adalah merakit sebuah action figure dengan mengambil bagian dari action figure lain atau yang telah rusak.
Saya pun menghubungi salah satu kenalan yang kemudian menghubungkan saya dengan Katon Setiawan, seorang praktisi kitbash yang mulai menekuni usaha dari 'sampah' sejak tahun 2018. Ia mengaku berawal dari hobi yang berujung kebablasan.
"Awalnya suka membuat itu dari suka koleksi. Lama-lama, bikin kok pasarnya ada, ekosistemnya ada. Terus keterusan," bebernya dihubungi kontributor Tirto, pada Kamis (19/9/2024) sore.
Katon memang penggemar action figure. Di samping itu, dia juga gemar menonton film. Alhasil, hobi Katon bukan sekadar 'mengotak-atik' action figure, melainkan juga menciptakan karya baru di studio miliknya, TKT Studio, yang berlokasi di jalan Kaliurang kilometer 7,7 Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Buat manual, bikin sendiri sesuai konsep yang diinginkan. Kadang ada customer ada yang ingin pakai sepatu Jordan. Kalau di pasar ndak ada, saya bikin sendiri," sebut Katon.
"Kalau ada yang 'Mas, buatkan versi saya mini' atau karakter tertentu. Misalkan, saya juga baru selesai menonton film baru, oh karakternya asyik nih kalau dibikin. Terus bikin," imbuhnya.
Dalam kreasinya itu, Katon mengaku menggunakan dua metode. Pertama, ia 'memperbaiki' bagian dari action figure sesuai yang diinginkan. Kedua, ia membuat dari awal action figure dengan mencetak karakter yang diinginkan.
"Saya semua dicampur. Jadi yang bekas kalau ada ya diolah. Kalau misal bentuk kurang pas bikin lagi juga bisa. Semua teknologinya dipakai," kata dia.
Dalam membuat komponen baru pada action figure, Katon mulai beralih untuk memanfaatkan limbah plastik. Dia memakai sampah botol dan tutup botol yang dicacah kemudian dilelehkan dan dicetak.
"Studio kami sedang kembangkan daur ulang plastik limbah. Ini masih riset awal. Untuk cetakan plastiknya, biasanya kalau pabrik pakai biji plastik sudah jadi, ini lagi kami kembangkan pakai pencacahan botol plastik, dan limbah tutup botol. Itu kami cacah dikelompokkan sesuai tipe plastiknya, nanti kami cetak sendiri," tutur Katon.
Katon bilang, mesin pengolahan limbah plastik jadi komponen action figure banyak diperjualbelikan. Akan tetapi, dia memilih membuat sendiri, berbekal pengalaman dan jejaring pertemannya.
"Masih dalam tahap pengembangan, goalnya sih ke situ. Nanti akan dibuat action figure full. Dari atas sampai bawah pakai bahan daur ulang sampah. Sementara ini, prosesnya masih banyak. Mungkin sampai awal tahun depan baru bisa mulai," ucapnya memperkirakan.
Ide menggunakan material sampah bekas ini berawal dari keterbatasan bahan baku plastik di Yogyakarta. Dia mengaku harus mendatangkan dari Bandung, Jakarta, dan Surabaya. Tidak jarang pula, Katon harus mendatangkan dari Amerika dan Cina.
"Lama kelamaan kok kalau impor terus lumayan. Kedua, ketersediaan barang nggak pasti. Maka mulai cari yang lokal. Terus minat ada isu sampah juga di Yogyakarta. Kenapa nggak dicoba? Soalnya teknologinya kita bisa," sebutnya.
Selain sampah plastik, Katon pun memanfaatkan limbah kain. "Di saya macam-macam ada resin, plastik juga pakai dilelehkan atau bentuk ulang, kain juga. Kain bekas konveksi, kan butuhnya dikit dan kecil," jelasnya.
Terkait dengan pasar, Katon menilai, masih terbuka cukup ruang untuk dimasuki pemain baru. Sepengetahuan Katon, pelaku bisnis pembuatan action figure di Yogyakarta tidak sampai 10 orang. Padahal, permintaan cukup banyak baik nasional dan internasional.
"Saya sudah kirim ke Rusia, India, Arab, paling sering ke Amerika dan Inggris," sebutnya.
Pemasaran yang dilakukan oleh Katon pun masih terbilang sederhana. Ia hanya mengandalkan media sosial Instagram dan Facebook. Dia belum berani mengambil pasar yang lebih luas karena keterbatasan produksi yang hanya dikerjakan oleh lima orang di studionya.
"Takutnya kalau over-quantity malah bingung lagi buat menutup kuantitasnya," ujarnya.
Kendati begitu, Katon berharap, ada keringanan biaya ekspor. Sebab beberapa pelanggan ada yang membatalkan pembelian saat tahu harga ongkos kirim.
"Karena customer luar mikir ongkirnya, sudah mahal sendiri untuk ambil satu atau dua. Beberapa kali ketemu customer yang kaget harga ongkir karena regional Asia Tenggara agak mahal ongkirnya dan misal Indonesia bisa murahin, itu sangat amat membantu," ucapnya.
Selain itu, Katon berharap, masyarakat mau belajar dan terjun di dunia action figure seperti dirinya. Ia menilai perlu ada regenerasi pelaku bisnis action figure, apalagi pelakunya masih minim.
"Iya open banget (terhadap permintaan workshop). Kalau mau mampir ke sini boleh. Saya juga sarjana YouTube. Cari ilmu tanya-tanya juga nggak ada yang bisa ditanyain. Lah, berdasar pengalaman itu, kalau mau ada yang tanya atau belajar berkarya bareng monggo banget," cetusnya.
Salah satu pengguna buah karya Akton adalah Mas Plenug. Dia mengaku pertama kenal Katon di sebuah komunitas action figure di Yogyakarta. Seingatnya, Katon di masa lalu sering reparasi dan build action figure skala 1/12. Namun seiring waktu, karena komunitas waktu itu lebih sering bermain di skala 1/6 maka Katon menambah lini reparasi dan build action figure-nya di skala 1/6 juga.
Mas Plenug kerap memesan ke Katon untuk reparasi body dan parts 1/6, entah itu custom kepala skala 1/6, handset 1/6, sepatu 1/6 bahkan juga merekonstruksi bodi. Waktu itu yang paling dia ingat adalah merekonstruksi bodi hitam 1/6 dari salah satu brand, agar bisa berpose dengan lebih dinamis.
"Ada beberapa parts bodi yang di-repair oleh Katon seperti paha dan torso. Hasilnya memang bodi tersebut akhirnya bisa berpose dengan lebih dinamis bahkan ekstrim," sebutnya.
Mas Plenug pun mengatakan Katon mampu mengerjakan pesanan sesuai dengan keinginan. "Part lain yang pernah saya beli dari dia misal stand mic, miniatur figure dari salah satu brand, robot mechanic head, dan masih banyak lagi. Kalau sejak kapannya, saya agak lupa, kisaran tahun 2017-an lah," kenangnya.
Mas Plenug pun menyatakan, bahwa karya-karya Katon termasuk unik. Apalagi jika mengambil tema post-apocalypse. Dia bilang, sangat sesuai dengan hasil kanibal part-part sampah menjadi part baru yang lebih menarik. Sebelum merambah ke 3D print pun, hasil polesan Katon sudah termasuk rapi. Apalagi ketika sekarang sudah merambah ke 3D print.
"Wes pokoknya menus apik tenan!" tandas Mas Plenug.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Andrian Pratama Taher