Indeks Mahkamah Konstitusi

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan sebut tidak ada campur tangan pemerintah atas revisi UU Pilkada.

Keputusan DPR sulit dibantahkan sebagai upaya untuk mengakomodir Kaesang Pangarep maju di Pilkada 2024.

Isi Putusan MK soal Pilkada 2024 menjadi kans PDIP maju sendirian di Jakarta.

Baleg DPR tidak akan menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan kepala daerah.

Mahkamah Konstitusi mengubah Pasal 40 Ayat 1 dan menghapus Pasal 40 Ayat 3 Undang-Undang Pilkada dengan syarat ketentuan baru.

Mahkamah menilai, tahapan pendaftaran, penelitian persyaratan calon, serta penetapan cakada harus dipenuhi sebelum penetapan cakada oleh KPU.

Meski demikian, MK belum melakukan langkah apa pun karena belum menerima salinan Putusan PTUN tersebut.

Putusan PTUN ini belum berkekuatan hukum tetap sehingga MK masih bisa mengajukan banding.

Pemerintah harus taat pada mandat konstitusi yang mewajibkan negara membiayai pendidikan dasar bagi warga.

Para pemohon meyakini bahwa larangan mantan gubernur maju bersama sebagai satu pasang dalam pilkada melanggar sejumlah pasal di Undang-Undang Dasar 1945.

Menurut Ubaid, biaya tambahan untuk membiayai anak di sekolah swasta Rp84 triliun. Itu sangat kecil dibandingkan jumlah anggaran pendidikan Rp665 triliun.

IM57 mengaku menjadi pihak yang dirugikan atas pemberlakuan Pasal 29 Huruf E UU KPK.

Buruh akan menyampaikan tuntutan soal pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Charles mengatakan frasa "wajib iuran Tapera" bertentangan dengan konsep tabungan yang ranahnya adalah hak warga negara.

Istilah Mahkamah Adik (MA) dan Mahkamah Kakak (MK) sedang viral di media sosial. Simak arti dan maksudnya.

PPP dinilai berpeluang besar membuka bursa pimpinan baru sebagai hasil evaluasi pemilu.

MK menolak permohonan PHPU PPP terkait perolehan suara di Dapil Jawa Tengah 3 dan di Dapil Papua Tengah.

Djarot sebut pembahasan RUU MK sebagai upaya mendepak para hakim konstitusi yang tak sejalan dengan penguasa.

PSHK menilai bahwa perubahan keempat UU MK dilakukan secara senyap, tertutup, tergesa-gesa dan minim partisipasi publik.

Revisi UU MK kali ini dinilai sebagai upaya menjaga kepentingan politik dengan menendang hakim konstitusi yang tidak sejalan.