tirto.id - Program makan bergizi gratis yang jadi agenda unggulan pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, terbukti mendapat atensi besar. Sudah mulai digaungkan sejak masa kampanye Pilpres 2024, program makan bergizi gratis –sempat dinamai makan siang– berhasil menyita perhatian masyarakat. Namun, Prabowo-Gibran mesti waspada dengan jebakan populisme jika tak mau kehilangan dukungan rakyat.
Berdasarkan hasil survei terbaru dari Kawula17, makan bergizi dan susu gratis jadi program paling populer di masyarakat ketimbang janji program Prabowo-Gibran lainnya. Sebanyak 71 persen dari 408 responden mengetahui program makan bergizi gratis.
Makan bergizi gratis lebih populer dibanding program bangun sekolah unggul (31%) dan dan pemeriksaan kesehatan gratis serta pengentasan penyakit TBC (28%). Survei dilakukan di enam pulau besar di Indonesia dengan metode Computer-Assisted Self Interviewing (CASI) atau survei daring dan menjaring responden berusia 17 sampai 44 tahun.
Hasil survei yang dilaksanakan Juli 2024 ini turut menunjukan, hanya 38 persen responden yang menilai program makan bergizi gratis perlu diprioritaskan di pemerintahan Prabowo-Gibran. Hal tersebut setidaknya menandakan, meski populer, masyarakat belum sepenuhnya mendukung pemerintahan mendatang terus menggulirkan rencana program makan bergizi gratis.
Merespons survei Kawula17, Direktur Celios, Bhima Yudhistira, menilai, program makan bergizi gratis sangat wajar mendapat skeptisme di kalangan anak muda. Pasalnya, masih tidak konsistennya konsep yang akan digunakan dalam program tersebut. Hal ini ditandai dengan judul dan tujuan program makan bergizi gratis yang sempat berubah-ubah.
“Awalnya untuk turunkan stunting waktu kampanye, tapi sekarang sasaran anak sekolah, yang jelas bukan sasaran penurunan stunting yakni ibu mengandung dan bayi,” kata Bhima kepada reporter Tirto, Kamis (1/8/2024).
Masalah berikutnya, kata Bhima, sumber daya pangan Indonesia saat ini masih bergantung pada impor sehingga makan bergizi gratis justru berpotensi memperburuk lonjakan impor. Di sisi lain, kesulitan dalam distribusi makan bergizi gratis di luar Jawa nantinya bisa membuat biaya program membengkak.
“Belum termasuk disparitas biaya penyediaan makan siang gratis antara desa dengan kota, Jakarta dengan Papua,” ujar Bhima.
Tantangan lainnya yang bakal dihadapi makan bergizi gratis adalah masalah pengawasan program. Anggaran negara untuk program makan bergizi gratis di tahun pertama mencapai Rp71 triliun. Dengan minimnya pengalaman sebab merupakan program anyar, risiko adanya penyelewengan dana operasional dinilai cukup tinggi.
Kekhawatiran Bhima sejalan dengan hasil survei Kawula17. Survei menunjukkan bahwa penyalahgunaan dana operasional dan sumber daya (46%) menjadi faktor terbesar yang dipilih masyarakat bakal menghambat janji program Prabowo-Gibran. Faktor lainnya seperti intrik kepentingan parpol, APBN yang tak cukup, visi-misi tidak realistis, dan pembatasan pendapat masyarakat.
Maka, Bhima menilai makan bergizi gratis sangat rentan terjebak menjadi program populis semata. Jika tidak cepat memperbaiki kelemahan program dengan perencanaan matang, makan bergizi gratis rawan kehilangan dukungan positif dari masyarakat.
“Persiapannya masih terburu-buru dan sebaiknya tahun pertama pilot project dulu di daerah 3T seperti Papua dan Maluku, jangan langsung berlaku nasional,” ujar Bhima.
Sementara itu, Periset Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian, menyatakan, program makan bergizi gratis memang masih menuai pro-kontra sebab komunikasi tim Prabowo-Gibran di awal, meniatkan program ini untuk pengentasan stunting. Masalahnya, jika masih dengan niatan awal tersebut, maka program ini dinilai tidak dapat menyelesaikan persoalan stunting.
“Harusnya program pemenuhan gizi ini dimulai sejak dalam kandungan, targetnya ibu hamil bukan diberikan makanan bergizi setelah anaknya sudah besar. Masa perkembangan emas anak 0-5 tahun, jadi perlu komunikasi clear kepada masyarakat soal tujuan program,” ucap Eliza kepada reporter Tirto.
Namun, Eliza menilai, program makan bergizi gratis jika melibatkan petani dan peternak lokal untuk pemasok program, tentu akan sangat membantu perekonomian mereka. Selain itu, bisa menyediakan lapangan kerja untuk ibu-ibu rumah tangga sebagai juru masak.
“Dapat mengatasi persoalan ketidakpastian pasar yang selama ini dirasakan petani serta menyediakan lapangan kerja di daerah,” ujar Eliza.
Merespons hasil survei Kawula17, Eliza menilai kekhawatiran terhadap penyalahgunaan dana amat sangat mungkin terjadi dalam program makan bergizi gratis. Mengingat, perilaku koruptif masyarakat sudah terjadi di berbagai lapisan. Jika tidak ada transparansi penggunaan dana makan bergizi gratis soal harga beli bahan baku, tenaga kerja, dan belanja lainnya, tentu bisa jadi ladang basah korupsi.
Dengan modal APBN sebesar Rp71 triliun di tahun pertama, pemerintah Prabowo-Gibran perlu menyisir program lain yang bisa dikonvergensikan ke makan bergizi gratis. Program makan bergizi memang baru di Indonesia sehingga wajar menimbulkan keraguan mengingat kompleksnya persoalan di masyarakat.
“Masyarakat harus turut mengawal agar program tersebut tidak menjadi program bancakan elite di daerah. Karena sekali lagi, ini program unggulan presiden terpilih yang dipilih oleh 58 persen penduduk Indonesia,” ujar Eliza.
Keraguan Masyarakat
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, tak heran jika program makan bergizi gratis populer di kalangan masyarakat. Menurut dia, tim dari Prabowo-Gibran sendiri terus mendengungkan program andalan ini hingga sekarang. Namun, skeptisisme masyarakat pun wajar terhadap program ini, pasalnya banyak hal lain yang sebetulnya perlu dibenahi terkait perekonomian masyarakat.
Masyarakat, kata Tauhid, terutama kalangan menengah ke bawah, jauh lebih butuh kepada jenis program yang menyentuh kebutuhan pokok mereka. Seperti bansos, subsidi, penurunan harga pokok, serta lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan.
“Jadi populernya makan bergizi gratis tapi tidak membenahi masalah mereka,” ujar Tauhid kepada reporter Tirto, Kamis (1/8/2024).
Menurut Tauhid, keraguan masyarakat masih menyoal soal efektivitas program makan bergizi gratis dan dana yang akan digunakan. Apalagi program makan bergizi gratis disebut ingin diterapkan di tingkat pendidikan TK, SD hingga SMA, di berbagai daerah di Indonesia.
“Harus dikomunikasikan ke publik mengenai batasan yang dilakukan karena anggaran terbatas. Jadi dengan begitu bisa dipilih skala prioritas apakah hanya untuk PAUD atau TK. Atau hanya menyasar daerah dengan tingkat gizi yang buruk,” ucap Tauhid.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menyatakan masyarakat saat ini merasa bahwa kebutuhan mendesak lainnya seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan harus lebih diprioritaskan. Program makan bergizi gratis, meskipun penting, dinilai masih belum jelas targetnya.
“Apakah untuk semua anak atau hanya untuk anak dari keluarga tidak mampu. Jika untuk semua anak, program itu juga berpotensi salah sasaran,” ujar Media kepada reporter Tirto.
Selain itu, menurut dia, ada kekhawatiran tentang potensi program makan bergizi gratis mengganggu anggaran untuk kebutuhan lain. Faktor-faktor seperti penyalahgunaan dana bisa menjadi hambatan besar untuk pelaksanaan program makan bergizi gratis. Selain itu, ketidakjelasan mengenai sumber pendanaan dapat menambah keraguan masyarakat.
“Ketidakpastian tentang dananya menyebabkan spekulasi dan kekhawatiran mengenai keberlanjutan dan kelayakan program. Sebagian masyarakat belum masih mencoba realistis bahwa kebijakan itu belum tentu mereka bisa nikmati,” ungkap Media.
Program makan bergizi gratis sendiri saat ini terus diuji coba pemerintah bersama tim Prabowo-Gibran di sejumlah daerah. Wakil presiden terpilih, Gibran, juga sudah berkunjung ke sejumlah sekolah seperti di daerah Bogor, Solo, Surabaya, dll, untuk melihat langsung pelaksanaan program makan bergizi gratis. Gibran sendiri berjanji akan terus melakukan evaluasi pelaksanaan uji coba program makan bergizi gratis hingga Oktober 2024.
"Jadi nanti kalau ada yang kurang, ada yang perlu dievaluasi, akan segera kami blow up, kita sampai Oktober akan mencoba berbagai skema," kata mantan Wali Kota Surakarta itu.
Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Putu Rusta Adijaya, menyatakan pemerintah Prabowo-Gibran harus memastikan sumber dana program makan bergizi gratis dengan matang. Sebab, hampir mustahil menurut Rusta, jika dana makan bergizi gratis seluruhnya dari APBN.
“Pemerintah mesti ingat ruang fiskal APBN itu terbatas. Pemerintah juga ingat ada batas utang terhadap PDB yang perlu dijaga, jangan sampai mentok,” ucap Rusta kepada reporter Tirto, Kamis (1/8/2024).
Masyarakat jelas memiliki keraguan karena dana untuk program ini belum pasti. Menurut Rusta, pemerintah bisa menggandeng perusahaan swasta yang memiliki kepentingan sama dan bisa memanfaatkan program makan bergizi gratis selaras dengan agenda CSR mereka.
Pendekatan kebijakan publik yang baik dan matang harus diimplementasikan pemerintah Prabowo-Gibran jika tidak mau terjebak populisme semata. Mereka perlu lebih terjun ke akar rumput bukan cuma melakukan kebijakan dan dialog searah, harus menyerap aspirasi dan kebutuhan masyarakat dengan partisipasi bermakna.
“Lebih ke evidence-based policy dibandingkan hanya kebijakan yang memberikan utility dalam jangka pendek, tapi merugikan rakyat dalam jangka panjang,” jelas Rusta.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz