tirto.id - Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi merupakan anak tertua dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus Raja Keraton Kesultanan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwana (HB) X. Sosok GKR Mangkubumi kerap dikaitkan sebagai putri mahkota Keraton Yogyakarta.
Sosok GKR Mangkubumi kerap dikaitkan bakal menjadi pemimpin selanjutnya dari Keraton Yogyakarta. Terlebih sejak namanya –dulu GKR Pembayun diubah menjadi GKR Mangkubumi pada 2015– ditanggapi beberapa pihak sebagai sinyal bahwa sang putri akan menjadi penerus takhta.
Mangkubumi adalah nama pendiri Keraton Yogyakarta yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana I. HB X sebelum menjadi raja, juga pernah bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Mangkubumi.
Meski sejak awal, Sri Sultan HB X tak secara tegas menyatakan jika gelar Mangkubumi tersebut dimaknai bahwa putrinya akan menjadi penerus takhta.
“Pokoknya saya menetapkan GKR Pembayun menjadi Mangkubumi sesuai "dhawuh" (perintah). Lelakunya seperti apa ya saya tidak mengerti. Saya cuma "didhawuhi" diperintah menetapkan ya saya tetapkan. Klasifikasi (pemberian gelar) seperti apa ya saya tidak berani, nanti saya salah karena memang tidak ada klasifikasi," kata HB X, dikutip dari ANTARA pada 8 Mei 2025.
Namun di beberapa kesempatan, HB X melontarkan pernyataan bahwa seharusnya tidak ada halangan bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin. Meski secara tradisi Keraton Yogyakarta, yang merupakan 1 dari 4 pecahan Mataram Islam, pemimpin keraton selalu berasal dari laki-laki. Demikian pula di 3 pecahan Mataram Islam lain.
“Saya di MK bicara wanita bisa dimungkinkan untuk regenerasi Keraton Yogyakarta,” kata Sultan dalam acara Dialog Kebangsaan Indonesia Damai di Sasana Hinggil, Yogyakarta, pada Minggu (26/10/2025).
“Republik tidak membedakan laki-laki sama perempuan, kenapa saya membedakan, kan tidak konsisten,” tambahnya.
Sosok GKR Mangkubumi Putri Tertua HB X & Silsilahnya
GKR Mangkubumi merupakan anak sulung dari pasangan Sultan HB X dengan Tatiek Drajad Suprihastuti alias Bendara Raden Ajeng (BRA) Mangkubumi alias GKR Hemas. GKR Mangkubumi jadi anak tertua dari 5 anak Sri Sultan yang keseluruhannya perempuan.
GKR Mangkubumi lahir di Bogor pada 24 Februari 1972. Nama kecilnya ialah Gusti Raden Ajeng Nurmalita Sari. Seiring bertambahnya usia, gelarnya berubah menjadi GKR Pembayun.
Namanya kemudian berubah lagi menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawana Langgeng ing Mataram. Pemberian gelar tersebut dilakukan sabda atau dhawuh raja pada Mei 2015.
Terlepas dari hal tersebut, GKR Mangkubumi dikenal aktif di lingkungan keraton dan menjabat sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Datu Dana Suyasa yang memiliki kewenangan di dalam pengelolaan aset Keraton Yogyakarta.
Di luar keraton, GKR Mangkubumi dikenal aktif di berbagai organisasi. Ia menjabat sebagai Ketua Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta (Kwarda DIY). Lalu juga pernah menjabat sebagai Ketua Karang Taruna DIY, Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) DIY, Ketua Umum Dagang dan Industri (KADIN) DIY, hingga Wakil Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas).
Ia juga aktif di bidang bisnis. GKR Mangkubumi pernah menjadi komisaris utama PT Madubaru yang memproduksi gula dan etanol; lalu komisaris di PT. Mataram Mitra Manunggal (BPR Mataram) dan PT Yogyakarta Tembakau Indonesia; hingga PT Jogja Magasa Iron yang bergerak dalam pertambangan pasir besi.
Melansir laman Kratonjogja, GKR Mangkubumi menjalani masa kecil di luar istana. Sejak kecil ia sudah sowan ke keraton dan mengikuti upacara meski awalnya hanya menyaksikan dari jauh. Setelah menetap di keraton, rutinitasnya berubah. GKR Mangkubumi remaja tidak lagi leluasa bertemu dengan teman-temannya.
Menjelang akhir usia remaja, GKR Mangkubumi sempat bersekolah di SMA Bopkri 1 Yogyakarta, sebelum pindah ke International School of Singapore saat naik ke kelas 3. Dikutip dari laman Kratonjogja, pindah ke Singapura, diakuinya, menjadi salah satu pengalaman paling berat yang ia alami.
Selepas itu, GKR Mangkubumi menempuh pendidikan kolese di Amerika Serikat (AS), hingga akhirnya meraih gelar Bachelor Degree bidang Retail Management dari Griffith University, Australia.
Sementara itu, GKR Mangkubumi telah bersuami. Ia menikah denagn Nieko Messa Yudha yang selanjutnya bergelar Kanjeng Pangeran Harya Wironegoro pada 28 Mei 2002. Dari pernikahan ini, GKR Mangkubumi dianugerahi 2 orang anak, Raden Ajeng Artie Ayya Fatimasari dan Raden Mas Drasthya Wironegoro.
Berikut ini silsilah singkat GKR Mangkubumi:
- Kakek-nenek dari pihak ayah: Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan KRAy Windyaningrum
- Kakek-nenek dari pihak ibu: Soepono Digdosastropranoto dan Susamtilah Soepono
- Ayah-Ibu: Sri Sultan Hamengkubuwana X dan GKR Hemas
- Saudara: GRAj Nurmagupita/GKR Condrokirono, GRAj Nurkamnari Dewi/GKR Maduretno, GRAj Nurabra Juwita/GKR Hayu, GRAj Nurastuti Wijareni/GKR Bendara
- Suami: KPH Wironegoro
- Anak: Raden Ajeng Artie Ayya Fatimasari dan Raden Mas Drasthya Wironegoro
Apa GKR Mangkubumi Bakal Jadi Penerus Takhta Jogja?
Teka-teki penerus takhta Keraton Yogyakarta menjadi pertanyaan yang sejauh ini sulit menemui jawaban. Terlebih, Sri Sultan selama menikah dengan GKR Hemas, tak dikaruniai satu pun anak laki-laki. Kelima anak Ngarsa Dalem seluruhnya adalah perempuan.
Dalam tradisi Keraton Yogyakarta, belum pernah ada seorang pemimpin perempuan. Pun demikian dengan Mataram Islam, sebagai akar dari Keraton Yogyakarta, juga pecahan lainnya macam Keraton Solo, Pura Mangkunegaran, dan Pura Pakualaman.
Sultan beberapa kali menyinggung hal tersebut. Namun menurutnya, seorang perempuan seharusnya tak memiliki halangan untuk menjadi pemimpin. Hal ini seperti baru-baru saja disampaikan Sri Sultan di acara Dialog Kebangsaan Indonesia Damai di Sasana Hinggil, Yogyakarta, pada Minggu (26/10/2025).
Sebelumnya, pemberian gelar Mangkubumi untuk Pembayun oleh Sri Sultan HB X juga dianggap mendobrak sejarah. Pasalnya, ini pertama kalinya perempuan bangsawan di Keraton Yogyakarta mendapat gelar Mangkubumi.
Sementara itu, jalan GKR Mangkubumi menuju takhta relatif cukup terbuka secara regulasi. Pada 2017, Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan gugatan Pasal 18 ayat (1) huruf m Undang-Undang Keistimewaan DIY.
Inti dari putusan itu ialah menghapus frasa “istri” dalam penyerahan daftar riwayat hidup oleh calon Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelumnya, pencantuman daftar riwayat hidup calon Gubernur DIY harus meliputi riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri dan anak, yang dimaknai bahwa calon Gubernur DIY merupakan laki-laki.
Seperti diketahui, pemimpin Keraton Jogja otomatis juga akan menjadi calon Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta seperti tertuang dalam Pasal 18 'BAB VI Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur' UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahwa calon gubernur dan wakilnya “Bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur.”
Editor: Iswara N Raditya
Masuk tirto.id

































