tirto.id - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat kinerja perdagangan produk pertanian Indonesia selama lima tahun terakhir didominasi oleh impor. Hal tersebut mengakibatkan defisit terhadap produk pertanian Indonesia.
“Pada tahun ini periode Januari-Juli (2024), defisitnya mencapai 3,81 miliar (dolar AS). Jadi tentu ini merupakan satu PR, PR bersama,” ujar Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Fajarini Puntodewi, dalam diskusi Gambir Trade Talk #16 di Jakarta, Kamis (17/10/2024).
Padahal, sektor pertanian memiliki kontribusi tertinggi kedua setelah industri pengolahan, terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional 2024 secara tahunan (year-on-year/yoy).
“Sektor pertanian ini menyumbang 13,78 persen yoy, menjadikan kontributor terbesar kedua terhadap ekonomi nasional dengan pertumbuhan sebesar 3,25 persen,” tutur Fajarini.
Fajarini menyarankan pemerintah melakukan peningkatan ekspor pertanian. Ia menilai, strategi hilirisasi dalam bentuk kolaborasi dari pemerintah untuk memberikan kebijakan, para stakeholders, serta dukungan dari para akademisi demi mencapai target tersebut.
“Untuk memberikan masukan juga, lakukan langkah apa yang secara tepat bisa dilaksanakan sehingga hilirisasi ke depan ini bisa berjalan dengan baik,” tutur Fajarini.
Kemudian, dia juga menyebut kementerian lain untuk turut andil dalam kerja sama hilirisasi, terutama oleh para sektor pembina dan Kementerian pembina.
Jika dilihat berdasarkan pengelompokan primer dan manufaktur dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perdagangan dan Pembangunan atau UNCTAD, pangsa ekspor Indonesia masih cukup didominasi oleh ekspor produk primer dan mengalami peningkatan pada 2023 sebesar 52,9 persen.
Beberapa produk primer utama yang paling banyak diekspor di antaranya merupakan produk pertanian dan hasil olahannya, antara lain minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO), makanan dan minuman olahan, pulp, bungkil, dan karet.
“Struktur ekspor Indonesia masih didominasi oleh ekspor produk primer dengan pangsa sebesar 53 persen dari total ekspor,” jelasnya.
Selain itu, untuk produk pertanian luar perkebunan sendiri yakni kopi robusta, sarang walet, cengkeh, manggis, rumput laut, pinang, kelapa, kepiting, dan lada.
Pada tahun 2022, Indonesia menempati peringkat ke-67 negara terkompleks dalam pemeringkatan Economic Complexity Index (ECI). Secara umum, Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang baik selama satu dekade terakhir. Namun, Fajarini mengatakan dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, peringkat ECI Indonesia masih lebih rendah di bawah Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Artinya, Indonesia perlu melakukan hilirisasi, termasuk untuk produk pertanian.
“Nah kalau melihat dari indeks Indonesia ini masih sangat kecil 0,002 itu berada di peringkat ke 67 dunia,” ucapnya.
Melihat posisi indeks Indonesia menjadi yang terendah, Fajarini kembali menegaskan perlunya kolaborasi bersama antar stakeholders, akademisi, serta pemerintah agar harapannya program hilirisasi bisa berhasil dijalankan dengan baik.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher