tirto.id - Kepolisian Resor Kota Besar Palembang, Sumatera Selatan, menggunakan metode modern Scientific Crime Investigation (SCI) untuk mengungkap kasus pembunuhan siswi SMP di Tempat Pemakaman Umum Tionghoa, Palembang. Pembunuhan tersebut terjadi pada Minggu (31/8/2024) sekitar pukul 16:00 WIB.
"Ya memakai metode modern Scientific Crime Investigation (SCI) dalam mengungkap kasus pembunuhan siswi SMP tersebut," kata Kapolrestabes Palembang Kombes Pol Harryo Sugihhartono dikutip Antara, Jumat (6/9/2024).
Ia menerangkan, pembunuhan siswi SMP berinisial AA ini dilakukan oleh empat orang tersangka, yakni IS, berusia 16 tahun, merupakan pelaku utama, MZ (13 tahun), MS (12 tahun), dan AS (12 tahun).
"Mereka sudah kami tangkap pada Selasa (3/9/2024) kemarin," katanya.
Ia menjelaskan kasus itu terungkap setelah polisi melakukan penyelidikan dan mendapatkan laporan dari warga. Pengungkapan berjalan cepat hanya dalam kurun waktu dua hari.
Berdasarkan hasil penyelidikan psikologi Biro SDM Kepolisian Daerah Sumsel, kata Harryo, empat tersangka melakukan tindak pembunuhan dipicu keinginan nafsu birahinya karena sering menonton film porno yang tersimpan di ponsel pelaku.
Para pelaku menyekap korban hingga tewas dan kemudian melakukan rudapaksa terhadap korban secara bergiliran, dengan tersangka IS sebagai pelaku utama.
Setelah korban meninggal, para pelaku yang masih di bawah umur itu membawa korban ke lokasi kedua yang berjarak sekitar 30 menit berjalan kaki dari lokasi awal untuk menghilangkan jejak.
Berdasarkan hasil visum, polisi menemukan adanya tanda tindakan pidana berupa luka di bagian leher hingga patah tulang lidah. Selain itu, pakaian kaos bola yang dipakai korban sudah dalam keadaan melorot.
Tersangka utama sudah ditahan, sementara tiga tersangka lainnya atas permintaan keluarganya dilakukan pembinaan rehabilitasi di Dinas Sosial sampai nanti penyerahan tahap dua kepada jaksa penuntut umum.
Para pelaku dijerat pasal penganiayaan dan pencabulan anak, yakni Pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
Sementara itu, KPAI menyatakan prihatin dengan adanya peristiwa pembunuhan ini. SIMFONI PPA mencatat kekerasan pada anak tahun 2024 total ada 10.597 dengan 3.378 korban laki-laki dan 8.332 korban perempuan.
Karakteristik pelaku kekerasaan seksual secara mayoritas adalah dekat dengan korban. Data berikut linier dengan pengaduan yang masuk di KPAI. Kasus kekerasaan seksual yang terjadi di Palembang dan dilakukan empat anak laki-laki perlu penanganan yang khusus sesuai prosedur di UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Kami mengapresiasi upaya cepat Polres Palembang mengungkap kasus ini. Dan pelibatan PK Bapas sejak awal anak diperiksa," ujar Komisioner KPAI, Dian Sasmita.
KPAI berharap pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan rangkaian upaya pencegahan dan pengurangan risiko kekerasaan pada anak. Sehingga anak anak dapat lebih terlindungi dari segala bentuk kekerasaan.
Perilaku pelanggaran hukum oleh anak perlu dilihat dari banyak aspek, terutama yang berpengaruh besar terhadap kehidupan anak. KPAI juga berharap masyarakat dan media dapat lebih bijaksana dengan tidak menyebarluaskan identitas anak, baik korban, saksi, dan anak berkonflik hukum.