Menuju konten utama

Perselingkuhan Orangtua Berisiko Merusak Mental Anak

Perselingkuhan dan memburuk-burukkan pasangan yang berselingkuh berefek buruk pada anak.

Perselingkuhan Orangtua Berisiko Merusak Mental Anak
Ilustrasi dampak psikologis anak akibat pertengkaran atau perselingkuhan orangtua. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Seorang remaja perempuan mendorong tubuh perempuan dewasa di salah satu pusat perbelanjaan. Remaja itu, Shafa Harris, kemudian menjambak rambut perempuan yang kemudian diketahui sebagai Jennifer Dunn.

I hate you so much! Why did you take my father away from me?” teriaknya kepada Jennifer, dalam video yang diunggah di akun Instagramnya. Ayahnya adalah pengusaha Faisal Harris. Sesaat setelah Jennifer berhasil menelepon Faisal, Shafa kembali berteriak, “Hi, dad. It's me, and your whore."

Baca juga: KPAI akan Dalami Kasus Shafa

Peristiwa pelabrakan anak kepada selingkuhan orangtuanya juga pernah terjadi pada keluarga Bambang Trihatmodjo pada tahun 2006. Siti Halimah dan kedua anaknya, Panji Trihatmodjo dan Gendis Trihatmojo, menabrakkan mobil ke rumah Mayangsari, pasangan Bambang yang lain.

Dua kejadian itu adalah contoh respons anak-anak yang orangtuanya diperkirakan memiliki pasangan di luar pasangan resmi. Menurut Annette Lawson, seorang sosiolog di Inggris, dalam berbagai penelitian disimpulkan setidaknya ada sekitar 25-50 persen wanita menikah berselingkuh. Jumlah lebih besar berada pada pihak laki-laki yang telah menikah, yakni sekitar 50-65 persen.

“Perselingkuhan muncul sebagai bentuk pemberontakan atau cara berpaling dari kehidupan yang membikin frustrasi,” katanya.

Dampak paling merusak akibat perselingkuhan adalah efek psikis pada anak. Pada situasi tersebut, anak cenderung mengalami beban mental. Pada anak yang belum bisa mengekspresikan emosinya, mereka akan menunjukkan gejala kecemasan. Misalnya menyendiri, mengompol, mengisap jempol, bermimpi buruk, dan emosi yang tak stabil. Hal tersebut muncul sebagai respons ketakutan bahwa kebahagiaan keluarga mereka akan sirna.

Baca juga:

Sementara, pada anak yang sudah lebih dewasa mereka akan merasa marah, dikhianati, dan lebih mungkin mengekspresikan kekesalannya. Psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani memaparkan kepada Tirto, ketika anak memergoki langsung perselingkuhan orangtuanya, ia akan kebingungan. Efek lainnya: penurunan prestasi belajar, berkurangnya rasa percaya diri, depresi, dan jadi berlaku kasar.

“Misal ayahnya selingkuh, dia akan bingung, mau cerita ke ibunya atau tidak. Kalau cerita, ibunya pasti sedih, keutuhan keluarganya dipertaruhkan. Kalau tidak cerita, menjadi beban mental buatnya,” ujar psikolog yang akrab disapa Nina ini.

Bahkan, secara jangka panjang, perselingkuhan bisa membuat anak menyimpan amarah dan luka kepada pihak orangtua yang berselingkuh. Tak jarang, anak menjadi trauma dan memiliki kecemasan dalam membina hubungan intim di kala dewasa. Selain itu, ia jadi sulit percaya pada orang lain, terutama pasangan, karena teringat perselingkuhan yang pernah dilakukan salah satu orangtua.

“Ada klien yang marahnya berlebihan dan selalu curiga suaminya selingkuh. Setelah ditelusuri, ternyata ia masih terluka karena dulu ayahnya berselingkuh,” katanya.

Baca juga: Main Tinder saat Punya Pasangan, Selingkuh?

Infografik Happy Family

Penelitian oleh psikolog klinis Ana Nogales menunjukkan perselingkuhan orangtua mengakibatkan 75 persen anak jadi merasa dikhianati. Lalu, sebanyak 80 persen mengatakan perselingkuhan orang tuanya membuat mereka takut dalam membina hubungan, dan 70 persen jadi sulit mempercayai orang lain. Penelitiannya juga menemukan pola berulang terjadi pada pada hubungan si anak saat dewasa.

"Saya tidak mengatakan semuanya seperti itu. Tapi 55 persen anak yang orang tuanya berselingkuh juga akan melakukan hal yang sama di kemudian hari,” ujar penulis buku Parents Who Cheat: How Children and Adults are Affected When Their Parents Are Unfaithful ini.

Meredam Dampak Buruk pada Anak

Anak-anak korban perselingkuhan orangtua merasakan sakit hati bukan hanya saat mengetahui orangtuanya berselingkuh. Rasa sakit lebih terasa ketika kedua orangtuanya akhirnya harus berpisah. Sehingga, ada anggapan yang menyatakan bahwa anak-anak tak perlu diberi tahu tentang perselingkuhan yang terjadi pada orang tuanya. Seperti yang diungkap psikiater dan penulis Scott Haltzman.

Namun, meski tidak mengetahui perselingkuhan, atau masih terlalu kecil untuk memahami, mereka tetap akan kehilangan kasih sayang. Perubahan perilaku orangtua yang berselingkuh pasti dirasakan dan membuat anak tidak nyaman. Sehingga, jalan terbaik yang bisa dilakukan hanya meminimalisir dampak trauma anak.

Nina menyampaikan, orangtua yang menjadi korban perselingkuhan harus bisa meredam egonya untuk tidak melibatkan anak. Meski sulit, sebisa mungkin tidak terlihat bersedih atau menjelek-jelekkan pihak yang berselingkuh di depan anak. Anak perlu tahu bahwa kedua orangtuanya “baik” karena hal tersebut akan berpengaruh pada konsep dirinya kelak.

“Sesakit apapun, korban harus menyadari pasangan adalah orangtua kandung anak,” pungkasnya.

Baca juga: Hidup Tersiksa Bersama Orang Tua

Baca juga artikel terkait PSIKOLOGI atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani