Menuju konten utama

Perayaan Jumat Agung di NTT: Ritual Logu Senhor hingga Semana Santa

Perayaan Jumat Agung di NTT penuh dengan tradisi. Dari ritual Logu Senhor di Sikka hingga Semana Santa di Larantuka.

Perayaan Jumat Agung di NTT: Ritual Logu Senhor hingga Semana Santa
Sejumlah Conferia membawa salib dan lilin saat perayaan Prosesi Jumat Agung di Larantuka, Flores Timur, NTT, Jumat (14/4). ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/ama/17

tirto.id - Beberapa tahun lalu Goris Tamela (74 tahun) menderita sakit gigi hebat. Mulutnya bengkak. Ia tidak tahu penyebabnya. Kendati sudah dibawa berobat ke dokter. Masih jauh dari kata sembuh.

Ia mulai memasrahkan kesembuhan pada Tuhan. Ia mengikuti ritual Logu Senhor—tradisi khas dan berumur 5 abad dari Kampung Sikka, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur; Goris lahir dan besar di wilayah tersebut.

Sejak saat itu, entah bagaimana prosesnya, Goris mengaku sembuh dari sakit gigi.

“Setiap tahun saya akan ikut Logu Senhor,” janji Goris, sebagai bentuk mensyukuri. Hal itu ia katakan ulang kepada saya pada Rabu (13/4/2022).

Logu Senhor merupakan tradisi religi Kampung Sikka sejak abad ke-16. Menurut Goris, selaku tokoh masyarakat Sikka, berawal dari kisah raja pertama Sikka: Moang Lesu.

Sikka merupakan kampung kecil yang terletak di pesisir selatan Maumere. Dulunya Sikka adalah sentra Kerajaan Sikka yang memiliki pengaruh di Flores pada abad pertengahan. Sampai kemudian Belanda masuk dan menyusutkan kedaulatan raja membikin pusat pemerintahan beralih ke Maumere, politik bergulir. Pamor Sikka meredup.

Pada suatu waktu Moang Lesu pernah menimba ilmu keagamaan hingga ke Semenanjung Malaka. Ia pun dibaptis dengan nama Don Alexius Ximenes da Silva.

Moang Lesu kembali ke Sikka bersama seorang guru agama asal Portugis, Agustinho Rossario da Gama atau Moang Morenho. Kepulangannya juga membawa sejumlah barang kerohanian berupa: Salib Senhor, Patung Meninung (Patung Kanak - kanak Yesus sebagai Raja), Tugur Griang (panji yang bergambar orang kudus ujung bawanya terbelah dua), Regalia kerajaan dan sejumlah besar batang gading berukuran besar dan sedang.

Di Sikka, Moang Lesu mulai menyebarkan ajaran Katolik kepada keluarga kerajaan dan masyarakat. Ia juga memimpi upacara liturgi Logu Senhor setiap hari raya Jumat Agung.

Logu Senhor merupakan momentum merefleksikan kembali perjuangan dan penderitaan penyaliban Yesus.

“Senhor itu dikeluarkan dari kapela, di bawa masuk ke gereja. Disembah oleh umat yang hadir,” ujar Goris.

Setelah prosesi di dalam gereja, biasanya terlaksana sejak pukul 3 sore hingga 6 sore, Senhor mulai dipersiapkan untuk diarak keliling Kampung Sikka. Senhor tersebut berukuran kecil, namun ditempatkan dalam peti kayu dan mesti digotong oleh 4 orang.

Jemaat yang sedang memiliki wujud atau sedang tertimpa petaka, berjalan di bawah Senhor. Sembari merapalkan doa-doa dan mengenang penderitaan Yesus, agar semua permohonannya terkabul.

“Banyak kesaksian yang dikabulkan dengan Logu Senhor,” ujar Goris.

Pada masa sebelum pandemi, ritual Logu Senhor bisa diikuti ribuan orang. Pada 2019, Goris mencatat 1.100 orang turut serta. Namun pandemi membuat perayaan tersebut sedikit berbeda.

Dua tahun awal pandemi Covid-19, pada 2020 dan 2021, warga Sikka tidak melaksanakan Logu Senhor pada Jumat Agung. Mereka berdoa selayaknya umat Katolik pada umumnya. Tidak ada perayaan tradisi.

Pada 2022, Logu Senhor akan kembali dilaksanakan. Menurut Goris, hal tersebut berdasarkan pertimbangan kasus Covid-19 yang mulai mereda. Namun sebagai bentuk antisipasi, mereka membatasi keterlibatan jemaat.

Tahun ini, Logu Senhor hanya bisa diikuti oleh 500 orang saja. Jemaat mesti mendaftarkan diri ke kantor paroki untuk mendapatkan nomor. Mereka juga mesti menerapkan protokol kesehatan.

Mereka juga sudah berkoordinasi dengan dinas kesehatan dan satuan tugas setempat. Bahkan jika batas maksimum jemaat terlalu banyak, mereka bersedia mengurangi. Demi pandemi segera berakhir.

“Ini ada kekurangan to. Tapi apa boleh buat, ini keadaan yang membuat kita membatasi diri,” ujar Goris.

Merujuk data Satuan Tugas Penanganan (Satgas) COVID-19 pada 13 April 2022, jumlah kasus positif harian bertambah 1.551 sehingga total kasus menjadi 6.036.909. Provinsi penyumbang kasus tertinggi ialah DKI Jakarta 699 kasus, Jawa Barat 239 kasus, Banten 124 kasus, Jawa Tengah 89 kasus, dan Jawa Timur 85 kasus. Sementara Nusa Tenggara Timur menyumbang 24 kasus; kasus sembuh bertambah 83 dan kematian 1 kasus.

Goris juga berharap dengan pelaksanaan Logu Senhor tahun ini, kasus harian Covid-19 bisa menurun dan berangsur-angsur menghilang dari Sikka, dari Indonesia.

“Tahun ini, saya hanya mau buat Senhor agar Tuhan jaga kesehatan rohani dan jasmani,” ujarnya.

Tiga Tahun Tidak Bersama Tuan Ma

Dari Kabupaten Sikka berjarak 168 kilometer menuju Kabupaten Flores Timur, tepatnya Kecamatan Larantuka. Masyarakat Katolik di Larantuka biasa merayakan Jumat Agung dengan tradisi Semana Santa. Namun, semenjak pandemi Covid-19 ritual tersebut tidak terselenggara.

Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Uskup Keuskupan Larantuka, Nomor: KL/168/VA/I1/2020 perihal keputusan perayaan devotional tradisi Semana Santa.

“Saat ini kita sedang berada pada (PPKM) Level 3 secara nasional, maka demi kepentingan keselamatan, dan kesehatan seluruh warga masyarakat kita. Kami memutuskan meniadakan dan membatalkan pelaksanaan perayaan devosional tradisi Semana Santa di Larantuka, Konga, Wureh pada tahun ini,” ujar Uskup Larantuka Monsinyur (Mgr.) Fransiskus Kopong Kung pada Senin (21/3/2022).

Mengetahui kabar tersebut, Emanuel Rosman Rohy (32), warga Larantuka, bersedih. Ia patuh terhadap anjuran sang uskup. Namun ia tidak akan membiarkan pandemi menggerus keimanan.

“Tidak sedikit pun, makna kekatolikan pada umumnya dan pada khususnya makna Semana Santa bergeser dari hati saya,” ujar Rosman kepada saya, Rabu malam (13/4/2022).

Dahulu Larantuka merupakan bentuk kerajaan Katolik pertama di Nusantara. Bangsa Portugis yang membawa ajaran tersebut ke Larantuka pada abad ke-16. Semula, Portugis hanya singgah ke Larantuka untuk transit dalam pelayaran dari Malaka menuju pusat rempah-rempah di Maluku.

Ternyata, di Larantuka banyak terdapat komoditi yang laku dijual di Eropa, salah satunya adalah cendana. Maka, kemudian Portugis membangun koloni di kawasan ini, sekaligus untuk menyebarkan agama Katolik.

Sementara Semana Santa merupakan ritual pra-Paskah yang telah menjadi tradisi umat Katolik Larantuka sejak 500 tahun silam. Semana Santa merupakan warisan Portugis dan tak lepas dari penemuan patung Tuan Ma atau representasi Bunda Maria.

PROSESI LASKAR LAUT SEMANA SANTA

Peziarah mengantar patung Yesus yang Disalibkan saat prosesi Laskar Laut di Larantuka, Flores Timur, NTT, Jumat (14/4). ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/ama/17

Ritual Semana Santa atau Pekan Suci dalam perayaan Jumat Agung, selalu menjadi momentum yang mengharukan bagi Rosman. Sebelum pandemi, ia mengikuti proses arak-arakan patung Tuan Ma dan Tuan Ana (representasi Yesus).

Kedua patung dibawa dari kapela masing-masing menuju Gereja Katedral Rheina Rosari Larantuka. Kemudian dibawa berkeliling sebagian Larantuka. Posisi patung Tuan Ma di belakang Tuan Ana, sebagai isyarat Bunda Maria menyertai kehadiran Yesus.

Prosesi yang melelahkan secara fisik bagi Rosman. Pada saat bersamaan menuntaskan dahaga spiritual.

“Saya merenungi sepanjang hidup saya banyak dosa,” ujar Rosman. “Setelah itu saya dapat ketengan batin. Lalu sesuatu yang sulit saya katakana, ada kepuasan iman.”

Selain memberikan dampak personal, proses Semana Santa merupakan momentum merenungi kiprah Bunda Maria menghadapi kenyataan ketika itu.

“Sebagai umat Katolik, kita hanya merasakan sedikit apa yang dirasakan Bunda Maria,” ujar Rosman.

Semena Santa juga menjadi tempat Rosman dan umat Katolik Larantuka memanjatkan wujud atau pengharapan dalam hidup. Pada tahun ini, Rosman berdoa agar bisa melaksanakan Semena Santa kembali dengan bebas pada tahun depan.

“Dengan besar hati kita mesti menerima [keadaan tahun ini],” tandasnya.

Baca juga artikel terkait PASKAH 2022 atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz