Menuju konten utama

Libur Panjang Lebaran Tanpa THR Dibayar Penuh adalah Sia-Sia Belaka

Keputusan pemerintah menambah cuti bersama lebaran dan mewajibkan perusahaan membayar THR penuh dinilai tak lepas dari motif ekonomi.

Libur Panjang Lebaran Tanpa THR Dibayar Penuh adalah Sia-Sia Belaka
Calon penumpang bersiap naik bus di Terminal Kalideres, Jakarta, Rabu (22/4/2020). ANTARA FOTO/Fauzan/foc.

tirto.id - Kabar baik kembali disampaikan pemerintah. Setelah membolehkan masyarakat mudik lebaran Idulfitri 2022, pemerintah lewat Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mewajibkan pengusaha untuk membayar tunjangan hari raya (THR) secara penuh, tanpa dicicil pada tahun ini.

Hal tersebut berlaku setelah Ida menerbitkan Surat Edaran Nomor M/1/HK.04/IV/2022 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan per 6 April 2022. Aturan itu tidak hanya mengatur soal kewajiban pembayaran, tapi juga soal sanksi perusahaan yang tidak membayar THR.

“THR itu hak pekerja dan kewajiban pengusaha. Di tahun ini, karena situasi ekonomi sudah lebih baik, kami kembalikan besaran THR kepada aturan semula, yaitu 1 bulan gaji bagi yang sudah bekerja minimal 12 bulan. Bagi yang kurang dari 12 bulan, ya dihitung secara proporsional. Tanpa dicicil, alias kontan,” kata Ida dalam keterangan resminya.

Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Ditjen Binwasnaker & K3), Haiyani Rumondang menegaskan, pengusaha yang tidak patuh bisa dikenakan sanksi sesuai Pasal 78 PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. Yaitu bisa dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi dan pembekuan kegiatan usaha.

“Pengenaan sanksi ini diberikan secara bertahap dalam kurun waktu tertentu yang diberikan kepada pengusaha atas ketidakpatuhan membayar THR,” kata Haiyani dalam keterangan resmi, Minggu (10/4/2022).

Haiyani menuturkan, pemerintah akan melakukan sosialisasi pembayaran THR sekaligus mengingatkan pengusaha melakukan kewajibannya. Pengawas ketenagakerjaan akan memastikan perusahaan membayar THR sejak 7 hari sebelum hari raya dengan menindaklanjuti segala pengaduan. Mereka tidak segan-segan mengeluarkan nota pemeriksaan sebagai perintah pembayaran THR bagi perusahaan yang belum membayar.

“Apabila Nota Pemeriksaan I dan Nota Pemeriksaan II yang dapat dilanjutkan mengeluarkan rekomendasi pengenaan sanksi administrasi kepada pihak berwenang,” ujar Haiyani.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sarman Simanjorang berharap pemerintah membolehkan pengusaha untuk menegosiasikan soal kebijakan skema pembayaran THR.

“Harapan kami tetap dibuka ruang untuk melakukan negosiasi. Dilakukan perundingan bagi sektor- sektor usaha yang memang mereka punya kemampuan, tapi gak bisa 100 persen,” kata dia kepada Tirto, Minggu (10/4/2022).

Sarman mengaku masih ada sektor yang baru bangkit dalam kurun waktu 3 bulan setelah 2 tahun terdampak pandemi COVID-19, seperti sektor hiburan, jasa, hotel, cafe hingga pariwisata. Oleh karena itu, mereka berharap pemerintah bisa menjembatani ruang pengusaha dan pekerja terkait kemampuan membayar THR.

Mendorong Konsumsi Demi Pertumbuhan Ekonomi

Keputusan pemerintah menambah cuti bersama lebaran dan mewajibkan perusahaan memberikan THR penuh tak lepas motif ekonomi. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Muhammad Faisal menilai, pemeirntah berupaya untuk mendorong kenaikan konsumsi publik demi pemulihan ekonomi pada kuartal kedua 2022.

“Sebetulnya pemerintah ingin dorong dari sisi konsumsi ya kalau dari THR lebaran ini. Supaya nanti kalau konsumsinya meningkat pulih, ya pertumbuhan ekonominya jauh lebih bagus tahun ini dibandingkan tahun kemarin,” kata Faisal kepada Tirto, Senin (11/4/2022).

Faisal menilai, kebijakan THR akan mendongkrak konsumsi rumah tangga. Kebijakan ini pun didorong sebagai rangkaian dari pelonggaran mobilitas dengan persetujuan mudik pada 2022.

“Memang pertumbuhan ekonomi iu itu agak riskan kalau kita lihat base effect-nya. Ini, kan, kuartal II 2021 itu kan tinggi sekali ya. Jadi biasanya kalau sudah tinggi di kuartal II nya di tahun berikutnya di tahun yang sama itu, kalau gak lebih digenjot lagi insentif-insentif baru ini bisa lebih rendah pertumbuhannya,” kata Faisal.

Akan tetapi, Faisal mengingatkan konsumsi rumah tangga menengah ke bawah rentan turun akibat pemulihan COVID-19 yang masih belum selesai. Di sisi lain, kelas atas tidak didorong untuk melibatkan misi pemerintah memperbaiki ekonomi.

“Yang tertekan akhirnya, kan, kelas menengah ke bawah ini, kalau begini kan nanti gap akan semakin lebar,” kata Faisal.

Hal senda diungkapkan Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira. Ia juga melihat ada motif pemerintah ingin mengejar peningkatan daya konsumsi masyarakat lewat kebijakan THR.

“Ada kemungkinan diharapkan kalau THR-nya bisa berjalan 100 persen, bisa mendorong daya beli masyarakat, jadi gak terlalu turun. Jadi kalau dari situnya sih positif ya. Cuma tadi penegakan dan pengawasan dari THR procedural untuk melakukan gugatan pengusaha yang sengaja tak membayarkan THR secara penuh atau yang masih terutang THR-nya,” kata Bima kepada Tirto.

Namun, kata dia, kebijakan tersebut bukan berarti tidak ada masalah. Pertama, pencairan THR 100 persen bisa tidak mudah karena bisa saja ada sengketa industrial hingga ke tingkat Mahkamah Agung. Pengawasan yang lemah, kata Bima, bisa memicu gesekan pengusaha dan perusahaan.

Kedua, kebijakan THR seharusnya diikuti dengan penstabilan harga bahan pokok. Ia mengingatkan, sumber masalah penurunan daya beli juga berfokus akibat kenaikan harga bahan pokok. Jika ingin pertubuhan ekonomi di kuartal II lebih positif, maka penyelesaian masalah di hilir perlu dilakukan secara beriringan.

“Yang jadi masalah adalah meskipun THR nya dibayarkan secara penuh, tapi ada perilaku konsumen yang berubah. Jadi mereka banyak yang menunda konsumsi, misalnya selama Lebaran karena BBM naik ya, yang tadinya mau beli mobil jadinya ditunda dulu atau yang kemudian mudik lebaran jadi mudiknya ditunda bahkan berkurang untuk melakukan mudik lebarannya,” kata Bhima.

Bhima sebut, pemerintah seharusnya tak perlu terlalu khawatir daya beli akan turun di kuartal II. Pemerintah semestinya lebih konsentrasi pada apa yang akan terjadi pada kuartal III 2022. Saat uang THR masyarakat sudah habis kemungkinan adanya kenaikan LPG 3 kg dan sembako. Tentu hal ini perlu diantisipasi dari adanya potensi lonjakan harga bahan pangan setelah lebaran.

Percuma Mudik Tanpa THR

Dosen Komunikasi Politik Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo menilai, kebijakan THR penuh ini sangat politis. Kebijakan ini akan menjadi obat sementara publik yang mengeluhkan beban ekonomi yang tinggi mulai dari BBM, sembako, tol, hingga pajak.

“Jadi menurut saya ini seperti obat penurun panas, sementara supaya tidak terlalu besar dorongan ke atas untuk kemudian menuntut yang macam-macam, apalagi ini menjelang Idulfitri. Jadi menurut saya momentum ini jadi tepat untuk itu," kata Kunto kepada Tirto, Senin (11/4/2022).

Kunto melihat ada dua tujuan jika kebijakan THR dikaitkan dengan pembolehan mudik. Pertama, dari segi politik, publik akan kembali percaya dengan pemerintahan Jokowi karena membolehkan ritual tahunan keagamaan.

Motif kedua adalah dari sisi ekonomi, yakni ingin agar ada stimulasi ekonomi daerah yang selama dua tahun lesu. Mudik akan membuat orang menghabiskan uang di daerah, salah satunya dengan mengunjungi tempat wisata.

“Kalau orang yang mudik enggak ada duit karena nggak ada THR, kan, ini jelas nggak bisa tercapai tujuan stimulasi ekonomi dan perputaran uang di daerah itu. Jadi menurut saya kebijakan mudik ini punya dua sisi yang sangat strategis, baik dari politik maupun ekonomi," kata Kunto.

Kunto melihat masih ada tantangan dalam kebijakan THR 100 persen. Ia mengingatkan, buruh tidak memiliki posisi tawar tinggi dalam negosiasi tripartite, sementara pengusaha berada di posisi tertinggi. Ia beralasan, pengusaha bisa menggunakan alasan COVID untuk tidak membayar THR penuh.

Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya menggunakan pendekatan persuasif atau memberikan insentif kepada pengusaha yang melakukan pembayaran THR penuh. “Ini harusnya, kan, stick and carrot, yang ngasih THR 100 persen sebelum tanggal 25 harusnya dapat carrot dong, dapat hadiah, dapat reward entah tax holiday atau apa pun itu dan mereka yang melanggar harusnya mendapat punishment," kata Kunto.

Kunto menambahkan, “Seberapa efektif punishment dan reward-nya, saya pikir itu harus pintar-pintaran pemerintahan Jokowi untuk memformulasikan.”

Dosen Politik Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah memandang kebijakan THR penuh oleh pemerintah akan mendapat nilai positif dari public, terutama para pekerja. Kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi akan naik bila kebijakan ini berjalan baik.

“Selain itu, ini relevan dengan diizinkannya mudik, dengan pembayaran THR penuh, maka warga yang mudik akan terbantu. Apa pun motif politik di balik ini, tetap saja baik bagi warga,” kata Dedi.

Namun demikian, Dedi mengingatkan apakah kebijakan THR penuh akan dianggap adil? Ia sebut tidak menutup kemungkinan kebijakan pemerintah ini akan dianggap kurang adil bagi pengusaha.

Di sisi lain, Dedi juga mengakui kebijakan THR adalah kebijakan populis untuk meredam gerakan buruh. Ia mengingatkan peringatan Hari Buruh atau May Day pada 1 Mei berdekatan dengan Hari Raya Idulfitri (2 Mei). Oleh karena itu, pemerintah memitigasi gelombang orasi dengan pemberian THR 100 persen.

“Mengingat pemerintah saat ini sedang hadapi gelombang protes dari publik yang diwakili mahasiswa, bukan tidak mungkin jika tidak diambil statemen populis soal THR, maka mengawali Idulfitri akan ada gelombang tuntutan yang semakin menyudutkan pemerintah," kata Dedi.

Baca juga artikel terkait THR 2022 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz