Menuju konten utama

Penyebab Data Kemiskinan BPS dan Bank Dunia Berbeda

Bank Dunia menghitung tingkat kemiskinan berdasarkan standar 6,85 dolar AS PPP, membuat jumlah orang miskin RI lebih banyak dari versi BPS.

Penyebab Data Kemiskinan BPS dan Bank Dunia Berbeda
Warga duduk di depan rumahnya di Desa Seuat Jaya, Petir, Kabupaten Serang, Banten, Jumat (29/11/2024). ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/gp/YU

tirto.id - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan perbedaan signifikan dalam cara penghitungan jumlah penduduk miskin oleh lembaganya dan Bank Dunia. Ini merespons data Macro Poverty Outlook April 2025, bahwa penduduk miskin di Indonesia mencapai 60,3 persen dari total penduduk atau sebesar 171,8 juta jiwa.

Menurut Amalia, disparitas tersebut terjadi karena adanya perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan dan untuk tujuan yang berbeda. Versi BPS sendiri, angka kemiskinan hanya berada di 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta jiwa per September 2024.

"Bank Dunia memiliki 3 pendekatan atau standar garis kemiskinan untuk memantau pengentasan kemiskinan secara global dan membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara,” kata dia, dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (2/5/2025).

Tiga pendekatan tersebut antara lain, dengan menggunakan hitungan garis kemiskinan 2,15 dolar Amerika Serikat (AS) per kapita per hari untuk mengukur tingkat kemiskinan ekstrem; 3,65 dolar AS per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income); dan 6,85 dolar AS per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income).

Ketiga garis kemiskinan tersebut dinyatakan dalam dolar AS PPP atau purchasing power paritymetode konversi yang menyesuaikan daya beli antarnegara.

“Nilai dolar yang digunakan bukan lah kurs nilai tukar yang berlaku saat ini, melainkan paritas daya beli. 1 dolar AS PPP tahun 2024, setara dengan Rp5.993,03,” tambah Amalia.

Berdasar pendekatan tersebut, estimasi tingkat kemiskinan di Indonesia dihitung menggunakan standar 6,85 dolar AS PPP. Sebab, sejak 2023 Indonesia sudah masuk dalam jajaran 37 negara berpendapatan menengah ke atas (upper-middle income country/UMIC), dengan Gross National Income (GNI) per kapita sebesar 4.870 dolar AS.

“Perlu diperhatikan bahwa posisi Indonesia baru naik kelas ke kategori UMIC dan hanya sedikit di atas batas bawah kategori UMIC, yang range nilainya cukup lebar, yaitu antara 4.516-14.005 dolar AS. Sehingga, bila standar kemiskinan global Bank Dunia diterapkan, akan menghasilkan jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi,” jelas Amalia.

Karena itu lah, sampai saat ini BPS masih mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia dengan pendekatan kebutuhan dasar atau Cost of Basic Needs (CBN) dan jumlah rupiah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar dinyatakan dalam Garis Kemiskinan.

Sementara, garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan. Untuk komponen makanan, dihitung berdasarkan standar konsumsi minimal 2.100 kilokalori per orang per hari dan disusun dari komoditas umum seperti beras, telur, tahu, tempe, minyak goreng, dan sayur, sesuai pola konsumsi rumah tangga Indonesia.

Sedangkan, komponen non-makanan mencakup kebutuhan minimum untuk tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, pakaian, dan transportasi.

“Garis kemiskinan dihitung berdasarkan hasil pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang memotret atau mengumpulkan data tentang pengeluaran serta pola konsumsi masyarakat,” tutur Amalia.

Sementara itu, pada Maret 2024, Susenas dilakukan dengan melibatkan 345.000 rumah tangga di seluruh Indonesia dan pada bulan September dengan cakupan 76.310 rumah tangga. Pengukuran dilakukan pada tingkat rumah tangga, bukan individu, karena pengeluaran dan konsumsi dalam kehidupan nyata umumnya terjadi secara kolektif.

"Oleh karenanya, garis kemiskinan yang dihitung oleh BPS dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat Indonesia,” tegas Amalia.

Baca juga artikel terkait BANK DUNIA atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana