tirto.id - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengaku tengah mengkaji ulang standar penghitungan angka kemiskinan yang diterapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Ini dilakukan setelah hasil perhitungan BPS dengan versi dikeluarkan Bank Dunia berbeda jauh.
“Akan ada (perbaikan hitungan), kita lagi review lagi,” ujar dia kepada awak media, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).
Bank Dunia melalui laporan berjudul Macro Poverty Outlook edisi April 2025, melaporkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2024 mencapai 60,03 persen dari total penduduk, atau sekitar 172 juta jiwa.
Lebih dari separuh orang Indonesia tercatat memiliki pengeluaran sebesar 6,85 dolar Amerika Serikat (AS) PPP per hari atau sekitar Rp115.422 (asumsi kurs Rp16.850 per dolar AS).
Porsi tersebut dihitung menggunakan berbagai standar, mulai dari standar kemiskinan internasional atau international poverty rate yang sebesar 2,15 dolar AS PPP (Purchasing Power Parity/Paritas Daya Beli); standar kemiskinan negara berpendapatan kecil-menengah yang senilai 3,65 dolar AS PPP; dan standar kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah-atas sebesar 6,85 dolar AS PPP.
Di sisi lain, dengan telah digolongkannya Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke atas sejak 2023 karena memiliki pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) sebesar 4.850 per kapita, hitungan kemiskinan di Indonesia praktis didasarkan pada negara menengah-atas.
Sementara itu, Penghitungan kemiskinan di Indonesia oleh BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), yang mengukur kemampuan memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan. Kemiskinan dihitung berdasarkan "Garis Kemiskinan" (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makana
Wajar jika hitungan tersebut berbeda. Karena menurut Airlangga Indonesia memiliki standar sendiri untuk menghitung tingkat kemiskinan di Tanah Air, yang hasilnya jauh lebih rendah dari Bank Dunia, yakni hanya sebanyak 8,57 persen dari total populasi per September 2024.
“Ya, kan pemerintah punya angka yang standarnya kan,” pungkas Airlangga.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































