Menuju konten utama

Penjaminan Polis Dinilai Bukan 'Obat' Penyakit Industri Asuransi

Andreas sarankan penjaminan hanya diberikan untuk produk asuransi yang berkaitan dengan investasi.

Penjaminan Polis Dinilai Bukan 'Obat' Penyakit Industri Asuransi
Suasana rapat kerja Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.

tirto.id - Praktisi Asuransi, Andreas Freddy Pieloor, menilai penjaminan polis tak akan efektif memulihkan tingkat kepercayaan publik terhadap industri asuransi. Pasalnya, persepsi buruk yang disebabkan gagal bayar sejumlah perusahaan seperti Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga WanaArtha Lifetersebut disebabkan kasus miss selling maupun unit link.

Karena itu, Program Penjaminan Polis (PPP) yang kini tengah dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut dinilai tak menjawab permasalahan yang ada.

Masalah di industri asuransi saat ini, menurut Andreas, justru timbul dari Ketidakmampuan para pengelola perusahaan untuk membayar klaim para pemegang polis hingga kegagalan investasi dari produk unit link atau paydi (produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi).

“Setelah membahas dengan cermat akan isi Undang-Undang P2SK dan juga ada LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), PPP, Program Penjaminan Polis yang tertulis di sana tidak berarti apa-apa. Karena Program Penjaminan Polis tidak menjawab permasalahan yang ada. Bahkan, tidak memberikan solusi pada 5 kasus di atas,” kata Andreas dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2025).

Sehingga, bila kasus-kasus kegagalan perusahaan asuransi tersebut terjadi kembali, maka program penjaminan polis oleh LPS tidak ada gunanya. Sebaliknya, program ini dikhawatirkan justru akan menambah beban masyarakat dengan biaya tambahan kalau di balik kebijakan tersebut ada biaya tambahan yang harus ditanggung industri.

“Kalau, biaya tersebut diberikan kepada industri, yang otomatis akan dibayarkan oleh tertanggung (pemegang polis) juga, yang dapat mengakibatkan niat masyarakat akan asuransi semakin menurun. Dan ini akan secara langsung menekan tingkat penetrasi,” tambahnya.

Karenanya, untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat yang sudah kadung pudar, Andreas mendorong pemerintah maupun industri untuk menyelesaikan dengan tuntas masalah-masalah yang masih ada di industri asuransi. Tidak hanya itu, lingkup jaminan lembaga penjamin polis pun harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, bukan hanya didasarkan pada pemikiran para birokrat.

Dalam hal ini, ia menilai asuransi umum tidak membutuhkan program penjaminan polis. Sebaliknya, asuransi jiwa terutama yang mengandung produk investasi justru membutuhkan penjaminan dari LPS.

“Sayangnya, dalam undang-undang P2SK itu malah sebaliknya, yang mengandung investasi dikecualikan. Jadi kontradiktif sekali. Jadi, yang membutuhkan program penjaminan polis adalah polis-polis yang mengandung investasi seperti whole life, endowment, dan unit link. Itu yang terjadi pada kasus-kasus Bumiputera, Jiwasraya, Personal Life, WanaArtha, dan miss selling unit link,” tegas Andreas.

Baca juga artikel terkait ASURANSI atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana