tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong agar Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) turut menyelamatkan perusahaan asuransi yang insolven atau tak lagi mampu menjalankan tanggung jawab finansialnya kepada pemegang polis maupun kreditur lainnya.
Usulan ini disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, dalam rapat panitia kerja terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Selasa (22/9/2025).
Menurut Ogi, LPS seharusnya juga mengupayakan penyelamatan perusahaan jasa asuransi insolven, sebagaimana lembaga tersebut "menyembuhkan" bank-bank sakit. Ini juga sejalan dengan tugas tambahan LPS pada 2028 sebagai bagian dari Program Penjaminan Polis (PPP).
“Di Undang-Undang P2SK, program penjaminan polis LPS itu mempunyai tanggung jawab melakukan resolusi terhadap bank yang bermasalah, dan pengaturan pengawasan di OJK juga sudah diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu pengawasan normal, bank dalam penyehatan, dan bank dalam resolusi. Nah, di asuransi belum seperti itu,” jelasnya.
Sampai saat ini, penanganan perusahaan asuransi baru sebatas pengawasan normal, pengawasan intensif, pengawasan khusus, hingga pencabutan izin usaha apabila perusahaan sudah sakit. Setelah adanya LPS, lembaga penjaminan tersebut dapat mengambil alih proses penjaminan polis sebelum pada akhirnya perusahaan asuransi bermasalah dilikuidasi.
Menurut Ogi, program penjaminan polis ini sangat penting dilakukan. Sebab, jika melihat kerangka konglomerasi keuangan, kegagalan proses resolusi akan menyebabkan likuidasi perusahaan asuransi berpotensi menimbulkan intragroup contagion—menularkan kerugian finansial pada entitas usaha jasa keuangan lainnya.
“Nah, perusahaan lain yang ada di dalamnya termasuk perbankan atau jasa keuangan lainnya akan terganggu. Jadi, kita mengatakan bahwa interconnectedness asuransi dengan jasa keuangan itu sangat meningkat. Kami belum mengkategorikan bahwa asuransi sebagai lembaga keuangan sistemik, tapi secara indikator interconnectedness antara asuransi dengan jasa keuangan itu sangat tinggi,” terang Ogi.
Dengan adanya risiko tersebut, program penjaminan polis oleh LPS dinilai akan menjadi resolusi bagi perusahaan asuransi yang mengalami masalah.
“Usulan kami mungkin tidak menjadikan asuransi sebagai lembaga keuangan sistemik, tetapi membuat program penjaminan polis termasuk di dalamnya adalah resolusi terhadap perusahaan asuransi yang mengalami masalah,” tutup Ogi.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































