Menuju konten utama

Next Indonesia Kritik Kebijakan Remunerasi Baru Danantara

Kebijakan remunerasi baru tersebut dinilai hanya basa-basi karena Danantara bukan regulator yang mengeluarkan aturan laiknya Kementerian BUMN.

Next Indonesia Kritik Kebijakan Remunerasi Baru Danantara
Presiden Prabowo Subianto (kedua kiri) didampingi Menteri BUMN Erick Thohir (ketiga kanan), Chief Operating Officer (COO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) Dony Oskaria (kedua kanan), Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi (ketiga kiri), dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya (kiri) mendengarkan sambutan Chief Executive Officer (CEO) Rosan Roeslani saat Town Hall Danantara Indonesia di Jakarta, Senin (28/4/2025). Acara tersebut digelar dalam rangka penyampaian arah strategis BPI Danantara Indonesia serta memperkuat kolaborasi dengan para pemangku kepentingan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/tom.

tirto.id - Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) resmi melarang komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mendapatkan tantiem alias bonus atau insentif dari perusahaan. Selain itu, CEO Danantara, Rosan P. Roeslani, juga bakal memangkas jatah insentif untuk jajaran direksi BUMN.

Ketentuan ini dituangkan dalam Surat S-063/DI-BP/VII/2025, dengan penyesuaian tantiem akan mulai diimplementasikan untuk tahun buku 2025 kepada seluruh BUMN yang berada di bawah kelolaan Danantara.

Menanggapi kebijakan ini, Direktur NEXT Indonesia, Herry Gunawan, menilai aturan baru yang dikeluarkan surat edaran tertanggal 30 Juli 2025 itu hanya sekadar basi-basi yang dilakukan Rosan. Sebab, menurutnya, Danantara tak bertindak sebagai regulator yang mengeluarkan aturan laiknya Kementerian BUMN.

“Pada tahun 2020, keluar Peraturan Menteri BUMN No. PER-12/MBU/11/2020 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri BUMN No. PER-04/MBU/2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewas (Pengawas) Badan Usaha Milik Negara. Isinya, antara lain, [Lampiran: B.E] tantiem dapat diberikan asal perusahaan tidak semakin rugi,” jelas Herry, dalam keterangan yang diterima Tirto, Jumat (1/8/2025).

Di sisi lain, dengan aturan yang sudah ada, Herry juga menilai bahwa BUMN, kendati masih dalam keadaan rugi masih bisa memberikan tantiem kepada dewan komisaris yang menjabat. Hal ini lah yang lantas membuat PT Waskita Karya (Persero) tetap memberikan tantiem kepada dewan komisaris dan direksi, kendati Perseroan dalam kondisi merugi Rp1,7 triliun pada 2021 dan bahkan mencapai Rp9,3 triliun pada 2020.

Danantara memang bermaksud baik dengan merilis aturan baru tersebut. Namun, jika perbaikan tata kelola yang diinginkan, seharusnya Danantara memulai dari rekrutmen pengurus BUMN, khususnya Dewan Komisaris.

“Jangan melanggar hukum, seperti menjadikan Wakil Menteri dan Pejabat Eselon I jadi Komisaris BUMN. Ini jelas melanggar undang-undang, misalnya: UU Kementerian Negara tahun 2008 (dan Keputusan MK 2019 dan 20025 yang menyatakan “Wamen Tidak Boleh Jadi Komisaris”) serta UU Pelayanan Publik tahun 2009 (“Pelaksana [Pejabat Publik] Tidak Boleh Jadi Komisaris),” lanjut Herry.

Dengan pertimbangan tersebut, keputusan/edaran yang disampaikan oleh Rosan Roeslani hanya sebatas gimmick atau lips services -pemanis di bibir saja. Alih-alih mengeluarkan surat edaran sendiri, seharusnya Rosan meminta Menteri BUMN untuk mencabut Peraturan Menteri BUMN tentang pedoman penghasilan Direksi dan Dewan Komisaris yang di dalamnya membahas tantiem.

“Keputusan Menteri BUMN hanya bisa dianulir oleh Keputusan yang sederajat atau di atasnya, bukan oleh surat edaran Danantara. Karena itu, jangan heran kelak, sekiranya surat Danantara itu diabaikan oleh BUMN,” tandas Herry.

Baca juga artikel terkait DANANTARA atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana