tirto.id - Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono melontarkan pernyataan yang menuai kritik terkait respons dia dalam penanganan polusi udara di ibu kota yang beberapa waktu ini tinggi. Heru berkelakar jika menangani polusi udara dengan cara ditiup.
“Ya, saya tiup saja [polusi udara]," kata Heru sambil memeragakan embusan udara dari mulutnya di Jakarta Selatan, Senin (12/6/2023).
Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) itu sebelumnya juga memberikan respons yang tak serius perihal upayanya dalam menangani kualitas udara di Jakarta yang buruk. Ia malah melempar tanggung jawab tersebut kepada pengendara mobil. Sebab, kendaraan mobil merupakan salah satu penyumbang emisi yang menimbulkan polusi udara.
“Ya tanya yang pakai mobil," kata Heru di Stasiun BNI City, Jakarta pada Minggu (28/5/2023).
Beberapa waktu terakhir ini, kualitas udara Jakarta memang memburuk. Pada Rabu (31/5/2023) per pukul 07.00 WIB, Jakarta bahkan menjadi kota besar berpolusi terburuk di dunia dengan skor 170 berdasarkan data IQAir. Jakarta berada di posisi kedua setelah Tangerang Selatan yang mencatat skor 177.
Nirempati & Tak Masuk Akal
Project Officer & Health Analyst Vital Strategis, Ginanjar Syuhada menilai sikap Gubernur Heru tidak memiliki empati terhadap warga yang menjadi korban atas polusi udara yang buruk.
“Kalau itu niatan beliau hanya sebatas becandaan, tapi kan masyarakat resah dan situasi sedang memanas. Niatannya ingin menenangkan, tapi mungkin candaan itu tidak tepat waktu, kesannya jadi nirempati," kata Ginanjar kepada reporter Tirto, Rabu (14/6/2023).
Berdasarkan data Vital Strategis, diperkirakan terdapat lebih dari 5,5 juta kasus penyakit yang berhubungan dengan polusi udara di Jakarta pada 2010.
Penyakit tersebut di antaranya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 2.450.000 kasus; jantung koroner sejumlah 1.246.000 kasus; asma 1.211.000 kasus; pneumonia sejumlah 336.000 kasus; bronkopneumonia 154.000 kasus; dan penyakit paru obstruktif kronis sebanyak 154.000 kasus.
Estimasi biaya perawatan medis dari kasus-kasus tersebut mencapai Rp38,5 triliun. Jika memasukkan perhitungan inflasi, maka biaya tersebut akan setara dengan Rp60,8 triliun pada 2020.
Sementara berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, penyakit pneumonia di ibu kota pada 2022 awal mencapai sekitar 200 orang, sedangkan pada 2023 di minggu yang sama naik menjadi 400 orang.
Lalu, kasus influenza-like Illness (ILI) DKI Jakarta pada 2022 minggu ke-21 mencapai sekitar 300 orang, sedangkan pada 2023 turun menjadi kurang dari 100 orang. Kemudian, kasus diare akut DKI Jakarta pada 2022 minggu ke-21 mencapai sekitar dua ribu lebih orang, sedangkan pada 2023 naik menjadi 6.000 orang.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga pernah merilis 57,8% warga Jakarta terdampak penyakit kardiovaskular akibat polusi udara.
Ginanjar melanjutkan, menangani polusi udara di Jakarta dengan ditiup merupakan cara yang tak masuk di akal. “Mungkin beliau perlu orang komunikasi untuk publik komunikasi, untuk lebih bijaksana ketika membicarakan kebijakan. Apalagi masyarakat mulai resah," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Juru Kampanye Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu. Ia mengkritik pernyataan tersebut sebagai tindakan tak elok, apalagi keluar dari mulut Heru yang notabene merupakan Penjabat Gubernur DKI cum Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres).
“Sejatinya ini mengenai hak warga negara menghirup udara bersih. Tidak elok jika dijadikan bahan candaan," kata Bondan kepada Tirto.
Apalagi saat ini polusi udara di Jakarta sangat tinggi. Beberapa waktu ini, kualitas udara Jakarta memang memburuk. Dengan polusi udara yang tinggi, berdampak banyak terjadi peningkatan penyakit yang menimpa kelompok sensitif seperti anak anak, balita, lansia, dan ibu hamil.
Salah satunya Hanan, bayi berusia lima bulan yang harus menjalani sejumlah terapi di rumah sakit diduga akibat terpapar polutan. Hal tersebut akibat buruknya kualitas udara di Jakarta beberapa waktu ini.
Bondan juga mengkritik solusi palsu dari Gubernur Heru yang mendorong penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi polusi udara. Sebab, hal tersebut hanya memindahkan polusi dari knalpot kendaraan ke cerobong Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
“Di Indonesia saat ini pembangkit listrik masih dominasi oleh PLTU batu bara yang menjadi salah satu sumber pencemar udara. Dan lagi pula kendaraan listrik tidak bisa menyelesaikan permasalahan macet, hanya akan menambah jumlah kendaraan di jalan,” kata dia.
Jika ingin mengurangi polusi udara, Bondan menyarankan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menangani mulai dari sumbernya.
Ia menjelaskan terdapat banyak sumber utama polisi udara pada saat musim kemarau: Asap knalpot kendaraan 42%–57% di seluruh kota; Pembakaran terbuka 9% di bagian timur (LB); Debu jalan 9% di bagian barat kota (KJ); Garam laut 19%–22%.
Kemudian partikel tanah tersuspensi 10%–18% telah ditemukan di seluruh kota, tetapi paling terlihat di bagian timur kota (LB), karena kondisi daerah yang kering. Aerosol sekunder 1%–7%.
“Harusnya juga ada rencana pengendalian pencemaran dari asap knalpot kendaraan dan ke depannya harus juga ada pembatasan kendaraan bermotor. Sehingga masalah penanggulangan pencemaran ini tepat sasaran,” kata Bondan.
Perihal rencana Heru akan menggenjot pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) serta menggencarkan penanaman pohon di Ibu Kota, Bondan menyatakan, memang hal tersebut merupakan tanggung jawab Pemprov DKI.
“Pembangunan ruang terbuka hijau itu sudah kewajiban Jakarta siapkan 30%. Tapi kan itu juga pekerjaan rumah lama yang belum diselesaikan dan belum tuntas," tegas dia.
Bondan juga mendesak agar Gubernur Heru melaksanakan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021 untuk memperbaiki kualitas udara di Ibu Kota.
“Gugatan ini melekat bukan pada individu, melainkan jabatannya. Jadi siapa pun yang menjabat, sewajarnya sudah harus melanjutkan dan melaksanakan apa yang diperintahkan hakim dalam putusan," kata Bondan yang merupakan salah satu penggugat kualitas udara Jakarta.
DPRD DKI Minta Jangan Diulangi
Anggota Fraksi PSI di DPRD DKI, Justin Adrian Untayana meminta kepada Gubernur Heru agar jangan pernah mengucapkan kalimat seperti itu lagi dalam merespons permasalahan publik.
“Saya kira kata-kata seperti itu jangan pernah diucapkan lagi," kata Justin kepada wartawan, Selasa (13/6/2023).
Anggota Komisi D DPRD DKI itu mengatakan bahwa polusi udara berdampak terhadap kesehatan kelompok rentan, mulai dari anak-anak hingga lanjut usia. Penyakit yang diderita mulai dari Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) hingga gatal-gatal.
“Karena ini masalah kesehatan dan keselamatan warga dan itu tidak murah. Itu bukan suatu hal yang bisa dipandang remeh," ucapnya.
Ia meminta kepada Heru agar melakukan langkah-langkah terobosan seperti pengendalian kendaraan bermotor, penerapan tarif parkir yang tinggi, hingga penindakan kawasan industri yang menghasilkan polusi diluar ambang batas yang sudah ditentukan.
“Saya kira kata-kata itu tidak boleh keluar kalau tidak ada langkah pasti yang sudah dilakukan. Itu saya kira menyakiti masyarakat terutama orang tua juga kan,” kata dia.
Pembelaan DLH DKI: Heru Hanya Bercanda
Humas Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI, Yogi Ikhwan mengatakan, pernyataan Gubernur Heru soal penanganan polusi udara dengan cara ditiup hanya candaan saja. “Itu bercanda ke media saja,” kata Yogi saat dikonfirmasi reporter Tirto, Rabu (14/6/2023).
Sementara itu, Kepala Dinas LH DKI, Asep Kuswanto mengatakan, akan melakukan tiga strategi guna mengendalikan kualitas udara Jakarta agar kembali membaik.
Asep menjelaskan, strategi pertama yang dilakukan Pemprov DKI yaitu melakukan peningkatan tata kelola pengendalian pencemaran udara. Yaitu melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas inventarisasi emisi yang berkelanjutan.
Strategi kedua, kata Asep, Dinas LH DKI melakukan pengurangan emisi pencemaran udara dari sumber bergerak. Yaitu dengan cara peremajaan angkutan umum dan pengembangan transportasi ramah lingkungan untuk transportasi umum dan pemerintah.
Kemudian, strategi ketiga, Dinas LH DKI juga melakukan pengurangan emisi pencemaran udara dari sumber tidak bergerak. Dalam konteks ini akan melakukan peningkatan ruang terbuka dan bangunan hijau dan peningkatan instalasi panel surya atap.
“Pengendalian polusi udara dari kegiatan industri,” kata Asep melalui keterangan tertulisnya, Rabu (31/5/2023).
Selain itu, kata Asep, Pemprov DKI juga menggelar Uji Emisi Akbar 2023 secara gratis yang akan digelar di Taman Margasatwa Ragunan, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tanggerang, Kota Tanggerang Selatan, Kabupaten Tanggerang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi secara serentak pada Senin, 5 Juni 2023.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz