tirto.id - Sejak 1 Agustus 2022, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI resmi membuka pendaftaran parpol peserta Pemilu 2024. Parpol baru hingga partai lama, baik yang masuk parlemen maupun non-parlemen karena tak lolos aturan parliamentary threshold pada Pemilu 2019 mulai mendaftarkan keikutsertaan mereka pada pemilihan umum serentak 2024.
Per Selasa, 9 Agustus 2022, sejumlah parpol parlemen sudah mendaftar ke KPU. PDIP merupakan parpol pertama yang mendaftar pada 1 Agustus 2022. Setelah PDIP, ada Partai Nasdem, PKS dan Partai Demokrat. Selain itu, PKB dan Gerindra daftar bersama ke KPU pada Senin (8/8/2022).
Pendaftaran bersama PKB dan Gerindra dilakukan sebagai upaya mereka membuktikan komitmen kerja sama antara keduanya. “Ini menjadi titik tolak kerja sama politik yang lebih konstruktif di masa depan,” kata Wakil Sekjen DPP PKB, Syaiful Huda dalam rilis, Senin (8/8/2022).
Sebagai catatan, PKB dan Partai Gerindra memang mesra dalam menghadapi Pemilu 2024. Kedua ketua umum mereka sudah bertemu dan mengaku siap untuk berkoalisi pada pemilihan umum serentak mendatang.
Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto pun bercerita bahwa PKB-Gerindra akan segera mengumumkan koalisi mereka maupun pasangan bakal calon presiden-wakil presiden yang akan diusung. Namun Gerindra akan menggelar rapimnas sebelum deklarasi koalisi.
“Tanggal 12 kami akan lakukan Rapimnas Gerindra dan insyaallah kalau lancar semua di 13 [Agustus] kami akan bertemu lagi," kata Prabowo di Gedung KPU RI pada Senin (8/8/2022).
Selain itu, Prabowo mengungkapkan “siap” bila hasil rapimnas mendeklarasikan dirinya untuk maju sebagai bakal calon presiden dari Partai Gerindra.
“Tentu kita tunggu dari hasil rapimnas nantinya seperti apa, namun apabila nanti saya diminta untuk kembali mengabdi pada rakyat, tentu akan saya terima dan tidak perlu ada yang dicemaskan," ujarnya.
Menanggapi adanya tanggal deklarasi tersebut, Ketua Umum DPP PKB, Abdul Muhaimin Iskandar tidak ingin berkomentar banyak dan lebih meminta publik menunggu segala keputusan yang akan terjadi. Termasuk mengenai nama bakal capres dan cawapres dari koalisi tersebut.
“TTM ya! Tunggu tanggal mainnya," jelasnya.
“Tanggalnya kapan? Silakan tunggu saja," imbuhnya.
Sementara itu, tiga partai parlemen lainnya, yaitu Golkar, PPP dan PAN berencana mendaftarkan diri bersama-sama pada Rabu, 10 Agustus 2022. Hal ini dikonfirmasi oleh Komisioner KPU, Betty Epsilon Idroos.
“Nanti akan ada Golkar, PAN dan juga PPP yang mendaftar pada Rabu nanti,” kata Betty di Gedung KPU pada Senin (1/8/2022).
Fenomena daftar bareng partai bersama koalisi tentu menarik. Namun apakah ada efek politik di baliknya?
Peneliti Pusat Penelitian Politik (PRP) BRIN, Wasisto Raharjo Jati berpendapat, fenomena mendaftar bersama itu muncul sebagai upaya unjuk gigi kepada rival dan publik bahwa poros koalisinya sudah siap maju berkompetisi. Parpol dalam koalisi tersebut ingin menyampaikan tentu adalah optimisme dan semangat baru untuk sebuah pemerintahan baru. Namun hal tersebut dinilai belum tentu berpengaruh kepada calon pemilih.
“Kalau bicara dampak, mendaftar bersama itu baru pada tahapan membangun chemistry (soliditas, solidaritas, kekompakan) bersama, jadi masih belum pada aspek pemenangan pemilu,” kata Wasisto saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (9/8/2022).
Wasisto menilai, dampak kepada publik pun perlu diperjelas. Jika pemilih yang memang basis partai, maka efek antusiasime dan euforia itu ada. Namun kalau pemilih awam, hal itu masih sekadar dimaknai selebrasi para elite politik yang akan maju berkompetisi.
Wasisto mengatakan sikap partai yang daftar sendiri juga akan berkaca dari kondisi lapangan, apakah akan bergabung dengan koalisi yang ada atau tidak. Ia hanya memastikan partai daftar sendiri tidak akan berkoalisi dengan koalisi partai yang tidak sepaham sehingga tidak akan ada kawin paksa politik.
“Tentunya koalisi yang sekarang masih dalam tahapan embrio. Masih dinamis dan fluktuatif. Jadi kalau misal ada yang keluar, publik juga sepertinya tidak terlalu menaruh perhatian. Karena publik sepertinya hanya melihat kandidat yang menjadi jagonya per koalisi nantinya," tutur Wasisto.
Hal senada diungkapkan dosen politik dari Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah. Ia menilai, daftar bersama ke KPU tidak akan ada efek elektoral atau penambahan suara, termasuk membuat publik lebih tertarik, lalu memilih mereka.
“Tetapi kebersamaan mendaftar, termasuk juga adanya kreatifitas dalam proses pendaftaran, semisal ada pawai dan segala macam festival, itu hanya soal menciptakan euforia, ada semacam optimisme yang dibangun, agar semangat mesin parpol itu tumbuh," kata Dedi kepada Tirto.
Dedi menambahkan, “Jadi, hanya soal bagaimana membangun soliditas tim, kebanggaan yang dibangun dengan keramaian dan kekompakan koalisi, hanya itu.”
Di sisi lain, aksi mendaftarkan diri bersama bisa menjadi alat propaganda politik untuk mendorong partai yang belum berkoalisi untuk segera berkoalisi. Bisa saja partai yang belum dapat koalisi membangun koalisi sendiri atau bergabung dengan koalisi yang ada.
“Jika pun koalisi yang dibangun dengan ekspresi kemesraan ini bubar di tengah jalan, tidak punya konsekuensi signifikan, tapi bagi publik kalau sampai bubar, tentu menjadi catatan, karena menguatkan argumen jika politik itu memang tidak langgeng,” kata Dedi.
Dedi mengingatkan bahwa pemilih parpol itu minim perubahan, pemilih mereka dalam kurun lima tahun seolah stagnan. Ia sebut, yang menjadi penentu naik turunnya suara adalah tokoh yang menonjol, dan ini terjadi saat pilpres.
Ia justru menilai kenaikan suara akan dipengaruhi figur karena pemilihan presiden dan legislatif digelar bersamaan. “2024 menjadi momentum, karena pemilu bersamaan dengan pilpres, sehingga partai akan berharap dari luapan suara tokoh yang diusung," kata Dedi.
Upaya Menarik Parpol Lain Bergabung?
Dosen Komunikasi Politik Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo memandang, aksi daftar bareng ke KPU tidak akan membawa pengaruh signifikan bagi partai dalam mendulang suara. Sebab, pemilu masih jauh. Jika efek yang dicari adalah coattail effect dari selebrasi daftar bareng, maka hal itu tidak akan berlaku. Ia mengambil contoh Pemilu 2019.
“Nyatanya waktu Pak Jokowi [pada pemilu] 2019, kan, koalisi besar dan banyak partai yang enggak mendapatkan keuntungan coattail effect ini, let’s say PPP. Selain ketumnya juga kena kasus korupsi gitu,” kata Kunto.
Kunto justru melihat aksi daftar bersama ke KPU tersebut sebagai upaya meyakinkan partai lain untuk merapat bersama parpol yang sudah ada mitra koalisi.
“Jadi ini ada kayak show off force saja di politik dan di publik gitu. Kan, untuk mengiming-imingi pantai lain dan mengiming-imingi publik, tapi saya pikir efeknya juga enggak akan terlalu besar karena masih jauh, kecuali nanti ketika sudah pendaftaran capres-cawapres. Itu sudah mendekati masa kampanye dan publik sudah semakin fokus memikirkan dengan serius pilihan-pilihan politiknya,” kata Kunto.
Di sisi lain, Kunto memandang kegiatan daftar bareng sebagai upaya untuk menyatukan semangat internal. Ia menduga, keberadaan koalisi daftar bareng menunjukkan keyakinan pimpinan pusat partai pada pimpinan daerah untuk koalisi yang mereka bangun.
“Kalau saya seperti KIB maupun Gerindra-PKB ini, kan, lebih meyakinkan internal saja bahwa kita sudah jadi koalisi nih. Kita serius nih, ayo ayo jangan jangan lirak-lirik ke yang lain. Mari kita jalan bareng dari sini gitu, dari titik ini. Mari kita lebih fokus jalan bareng," kata Kunto.
Akan tetapi, Kunto beranggapan daftar bareng tidak selamanya bermakna positif. Ia mengingatkan bahwa koalisi masih dinamis. Partai yang daftar sendiri-sendiri bisa saja masuk koalisi yang sudah ada atau tidak. Sementara partai yang sudah berjalan daftar bareng dengan koalisi berpotensi dapat citra buruk bila meninggalkan koalisi yang mereka bangun.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz