tirto.id - Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman, menegaskan penerapan batas maksimum manfaat ekonomi atau suku bunga pinjaman daring (pindar) oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) merupakan arahan dari Otoritas pada saat itu.
Pengaturan suku bunga maksimum ini juga merupakan bagian dari ketentuan Kode Etik (Pedoman Perilaku) sebelum terbitnya Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
“Selanjutnya, sesuai Pasal 84 POJK 40 Tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, antara lain mengatur bahwa asosiasi (AFPI) berperan membangun pengawasan berbasis disiplin pasar untuk penguatan dan/atau penyehatan Penyelenggara serta membantu mengelola pengaduan konsumen/masyarakat,” jelas Agusman, dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (20/5/2025).
Dalam hal ini, AFPI diminta OJK untuk membantu menertibkan anggotanya dalam memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan yang terkait dengan batas maksimum suku bunga. Di sisi lain, pengaturan batasan maksimum suku bunga juga dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi.
“Penetapan batas maksimum suku bunga tersebut ditujukan demi memberikan perlindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi sekaligus membedakan pinjaman online legal (pindar) dengan yang ilegal (pinjol),” kata Agusman.
Sampai saat ini pun OJK masih mengatur suku bunga pindar, dimana suku bunga untuk [pinjaman konsumtif dengan tenor kurang dari sampai dengan 6 bulan ditetapkan sebesar 0,3 persen per hari dan 0,2 persen per hari untuk tenor lebih dari 6 bulan. Sementara itu, untuk pinjaman produktif bagi usaha mikro dan ultra mikro ditetapkan sebesar 0,275 persen per hari untuk tenor kurang dari sampai dengan 6 bulan dan 0,1 persen untuk tenor lebih dari 6 bulan.
Sedangkan, untuk pinjaman produktif bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk tenor kurang dari sampai dengan 6 bulan dan lebih dari 6 bulan ditetapkan sebesar 0,1 persen.
“Dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, OJK akan melakukan langkah penegakan kepatuhan (enforcement), termasuk melakukan evaluasi secara berkala terhadap penetapan batasan manfaat ekonomi dengan memperhatikan kondisi perekonomian, kondisi industri LPBBTI/Pindar, dan kemampuan masyarakat luas,” tutup Agusman.
Sebelumnya Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) turut membantah praktik kartel suku bunga di industri fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) yang dituduhkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurut Sekretaris Jenderal AFPI, Ronald Tauviek Andi Kasim, penetapan batas suku bunga yang diperkarakan merupakan instruksi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), alih-alih hasil kesepakatan antaranggota asosiasi.
“Jadi, ini bukan 5 atau 6 orang berkumpul, tidak. Ini benar-benar organisasi menjalankan dan kita menjalankan ini karena dalam tanda kutip diminta oleh OJK, supaya kita bisa memerangi pinjol ilegal secara efektif,” jelasnya, dalam konferensi pers, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).
Sementara itu, aturan batas bunga maksimum pertama kali diterbitkan dalam Code of Conduct tahun 2018. Pada saat itu, suku bunga untuk pinjaman konsumtif pada platform pinjaman daring (pindar) ialah sebesar 0,8 persen per hari sedangkan untuk suku bunga pinjaman produktif bertenor 6 bulan sebesar 0,1 persen per hari serta 0,275 persen per hari untuk tenor di atas 6 bulan.
Selain untuk memberantas pinjol ilegal, aturan batas atas bunga pinjol ini juga dimaksudkan untuk mendorong penurunan bunga yang saat itu sangat tinggi, sekaligus membedakan layanan pinjaman legal dari praktik pinjol ilegal.
“Penetapan batas bunga maksimum ini merupakan langkah untuk melindungi konsumen. Mendiferensiasi platform legal dengan platform ilegal. Karena platform ilegal tidak akan mungkin bisa mengejar bunga yang diatur di tentukan tadi,” tutur Ronald.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id






































