Menuju konten utama

Minta Bunga Pinjol Tak Diatur OJK, AFPI: Kami Dirugikan

AFPI menilai aturan bunga pinjol OJK merugikan para pengusaha di industri fintech peer to peer (P2P) lending.

Minta Bunga Pinjol Tak Diatur OJK, AFPI: Kami Dirugikan
Nasabah mengakses aplikasi penunda pembayaran (paylater) di Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/7/2023). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/tom.

tirto.id - Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Ronald Tauviek Andi Kasim, meminta aturan soal batas atas bunga pinjaman online (pinjol) yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dihilangkan.

Menurutnya, aturan tersebut merugikan pengusaha di industri fintech peer to peer (P2P) lending karena bisa mengurangi minat masyarakat menarik utang dari platform pinjol resmi.

“Bahkan, kalau ditanya secara pribadi, saya kan juga anggota direksi salah satu platform, saya tidak mau diatur, malah tidak menginginkan (ada aturan suku bunga pinjol),” ujar dia, dalam konferensi pers, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).

Menurut Ronald, perusahaan-perusahaan yang berada di bawah naungan AFPI hanya berperan sebagai wadah untuk ‘menjodohkan’ orang yang punya uang dengan orang yang butuh uang.

Namun, dengan adanya aturan ini, lender atau pemberi pinjaman harus berasal dari kalangan yang memiliki tingkat risiko (risk effect) rendah. Demikian pula dengan pihak-pihak yang berperan sebagai peminjam alias borrower yang juga dipilih dari profil risikonya.

“Jadi, kalau ditanya ke masing-masing platform, pasti tidak ada satu pun yang ingin diatur dari sejak kita berdiri 2017 sampai sekarang,” sambungnya.

Meski begitu, Ronald paham betul mengapa OJK mengatur suku bunga tersebut, yakni terus menjamurnya pinjol ilegal yang menawarkan suku bunga pinjaman tinggi dan melakukan penagihan dengan cara tidak manusiawi.

Sehingga, kebijakan ini dibutuhkan untuk melindungi konsumen dari jerat pinjol ilegal. Apalagi, pada kisaran 2020-2023 literasi masyarakat terkait pijol masih minim, sehingga kerap kali kesulitan untuk membedakan antara pinjol legal dengan pinjol ilegal.

“Jadi, bukan untuk kami. Tapi, sebetulnya [kami] dirugikan dengan adanya pembatasan ruang geraknya. Tapi kami paham, mungkin suatu saat nanti kalau seluruh pemangku kepentingan industri kita ini termasuk AFPI, termasuk regulator, itu berhasil membasmi yang namanya pinjol ilegal, saya rasa semua pihak akan dengan nyaman melepas (ke sistem pasar), jadi benar-benar hukum suplly and demand lah,” tandas Ronald.

Sebagai informasi, dalam code of conduct AFPI bahwa jumlah total biaya pinjaman tidak melebihi suku bunga flat 0,8 persen per hari. Selain itu, ada pula ketentuan bahwa jumlah total biaya, biaya keterlabatan, dan seluruh biaya lain maksimum 100 persen dari nilai prinsipal pinjaman. Contohnya, bila pinjam Rp1 juta, maka maksimum jumlah yang dikembalikan adalah Rp2 juta.

Ketentuan ini wajib diiukuti oleh seluruh penyelenggara yang terdaftar/berizin di OJK. Apabila ada yang melanggar, maka AFPI dapat memberikan sanksi kepada anggotanya yang akan dipertimbangkan OJK dalam pengawasan, termasuk pemberian sanksi kepada penyelenggara Fintech Lending. Namun demikian, menurut Ronald, batas suku bunga flat 0,8 persen per hari tersebut merupakan inisiatif OJK, bukan datang dari AFPI.

Baca juga artikel terkait PINJOL atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana