tirto.id - Raksasa investasi asal Amerika Serikat, Ares Management Corp., dikabarkan resmi merger dengan Northstar Group melalui akuisi tiga proyek pendanaan yang sebelumnya dikelola oleh perusahaan private equity asal Asia Tenggara tersebut.
Mengutip Bloomberg, akuisisi ini juga akan membuat 20 staf Northstar, termasuk sejumlah profesional investasi, berpindah ke Ares yang berbasis di Los Angeles.
Kendati demikian, dua pendiri Northstar, Patrick Walujo dan Glenn Sugita, dilaporkan tidak akan ikut bergabung dengan Ares yang mengelola aset senilai sekitar 546 miliar dolar AS secara global.
“Transisi ini mengikuti diskusi ekstensif dan uji tuntas oleh Ares, yang mengelola aset senilai 546 miliar dolar AS secara global,” tulis Bloomberg, Jumat (20/6/2025).
Aksi korporasi ini dilakukan di tengah sorotan terhadap keterlibatan Northstar dalam investasi di perusahaan rintisan bidang akuakultur, eFishery. Menurut penyedia data investasi Alternatives.pe, Northstar sempat menjual sebagian sahamnya di eFishery sebelum penyelidikan resmi terhadap perusahaan tersebut dimulai.
Namun, baik pihak Ares maupun Northstar belum memberikan komentar resmi terkait aksi korporasi tersebut.
Kabar mengenai potensi akuisisi ini sebelumnya telah diungkap oleh DealStreetAsia pada Januari lalu. Media tersebut melaporkan bahwa Northstar tengah dalam tahap akhir penyelesaian merger dengan Ares, yang dapat mengubah arah firma ekuitas swasta tertua di Asia Tenggara itu.
Merger ini juga diiringi dengan gelombang pengunduran diri dari sejumlah eksekutif senior Northstar. Salah satunya adalah Co-Chief Investment Officer, Sunata Tjiterosampurno, yang hengkang setelah hampir dua dekade bergabung. Ia dikabarkan akan melanjutkan kariernya di Danantara pada Juli mendatang.
Selain Sunata, Melvin Hade—mantan co-head dana ventura Northstar senilai 140 juta dolar AS—lebih dulu mundur untuk mendirikan perusahaan manajemen dana di Jakarta. Wakil presiden Michelle Irawan juga dikabarkan akan keluar untuk mengambil waktu rehat, sementara Sreejan Chaudary, eks direktur pelaksana di Singapura, telah meninggalkan Northstar untuk merintis startup.
Didirikan lebih dari dua dekade lalu dan kini berkantor pusat di Singapura, Northstar memiliki sejarah kuat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Perusahaan ini mengelola dana senilai lebih dari 2,6 miliar dolar dengan fokus pada ekuitas swasta dan modal ventura. Portofolio mereka mencakup sejumlah nama besar seperti GoTo, Indosat Ooredoo Hutchison, dan eFishery.
Sebagai informasi, kesulitan dalam menggalang dana—yang dipicu oleh terbatasnya peluang exit dan sejumlah tantangan lainnya—mendorong banyak manajer investasi global untuk mempertimbangkan konsolidasi dengan platform investasi berskala besar.
Dalam praktiknya, perusahaan private equity biasanya meluncurkan dana baru dalam waktu dua hingga tiga tahun setelah dana sebelumnya ditutup. Setelah melewati periode investasi lima tahun, biaya manajemen yang semula 2 persen dari total komitmen investor umumnya turun menjadi sekitar 0,5 persen dan hanya dikenakan pada dana yang telah digunakan untuk investasi.
Apabila manajer dana gagal memperoleh pendanaan baru untuk menjaga arus pendapatan dari fee, sekaligus tidak mampu menghasilkan distribusi keuntungan bagi investor, maka perusahaan berisiko harus memangkas anggaran, mengurangi jumlah karyawan, bahkan menghentikan operasinya.
Bagi pengelola dana lokal yang kesulitan mempertahankan dukungan dari investor lama, menarik investor baru, atau memenuhi kewajiban modal sebagai General Partner (GP), bergabung dengan institusi investasi yang lebih besar menjadi langkah strategis yang masuk akal.
Jika tren ini terus berlanjut, jumlah manajer dana independen dengan lebih dari tiga produk utama di Asia Tenggara bisa semakin menipis karena banyak yang bergabung ke dalam kelompok investasi yang lebih besar.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana