tirto.id - Phil Knight yang baru lulus dari University of Oregon memberikan dua pasang sepatu kets dari Jepang kepada Bill Bowerman, pelatih atletiknya saat di kampus. Ia ingin mendengar pendapat sang pelatih tentang kualitas dan kenyamanan sepatu impor tersebut.
Pelatihnya tertarik dan berniat memasarkannya. Lima hari kemudian, tepatnya pada 25 Januari 1964, mereka bermitra dan membentuk Blue Ribbon Sports.
Sebagai pelari jarak menengah, Knight kerap dihadapkan pada masalah alas kaki yang tidak nyaman. Sementara Bowerman sering kali membuat sepatu yang dirancang sendiri, menambahkan karet, mengutak-atik jahitannya, atau menambahkan desain baru pada bagian atasnya, lantas menjadikan atletnya sebagai kelinci percobaan.
Knight yang masuk kampus pada 1955 menjadi mahasiswa pertama yang mencoba sepatu rancangan Bowerman. Otis Davis, salah satu rekan timnya, juga mengenakan sepatu rancangan Bowerman ketika memenangkan emas lari 400 meter pada Olimpiade 1960 di Roma, Italia.
Setelah Blue Ribbon Sports terbentuk, mereka berkeliling AS dan memasarkan sepatu kets lewat bagasi mobil di acara olahraga kampus. Pada 1971, Blue Ribbon Sports berganti nama menjadi Nike, termasuk memperkenalkan logo ikonik Swoosh atau centang yang terkenal itu.
Perusahaan ini terus tumbuh menjadi merek global yang dominan dalam industri olahraga dan sepatu atletik. Mereka tidak hanya memproduksi sepatu, tetapi juga pakaian olahraga, aksesori, dan peralatan olahraga.
Carolyn Davidson, seorang mahasiswa desain grafis di Portland State University, merancang logo Swoosh dengan bayaran hanya 35 dolar AS.
Dirancang Hanya dalam 17,5 Jam
Blue Ribbon Sports awalnya mengimpor dan mendistribusikan sepatu lari Onitsuka Tiger dari Jepang. Warsa 1967, mereka memutuskan untuk mengubah arah bisnis dengan mengembangkan dan memasarkan produk sepatu mereka sendiri.
Perusahaan terus berkembang dengan jumlah karyawan saat itu mencapai 50 orang, sementara kerja sama dengan pemasok sepatu Jepang sudah selesai. Memasuki awal 1970-an, mereka bekerja sama dengan pabrik sepatu di Guadalaraja, Meksiko, yang saat itu juga menjadi produsen Adidas.
Sebagai permulaan arah bisnis, mereka mempertimbangkan untuk mengganti nama perusahaan Blue Ribbon Sports dengan beberapa opsi nama, seperti Dimension Six dan Project Nike.
Nama Dimension Six disarankan oleh Phil Knight yang menggemari grup pop The 5th Dimension. Namun, nama ini ditolak ketika sebagian karyawannya dimintai pendapat karena dianggap buruk.
Sementara produksi sepatu di Meksiko segera rampung, mereka perlu mengajukan dokumen nama untuk dikirim ke Departemen Periklanan dan Kantor Paten AS.
Seorang karyawan bernama Jeff Johnson lalu mengusulkan Nike yang sebelumnya mengusulkan nama Project Nike untuk diambil menjadi jenama karena singkat, mudah diingat, dan memiliki konotasi yang positif untuk menggapai kemenangan.
Nike lantas disepakati bersama sebagai nama baru perusahaan menggantikan Blue Ribbon Sport.
Sebelumnya, Carolyn Davidson dibuat terburu-buru untuk mendesain logo nama perusahaan baru tersebut. Ia pertama kali bertemu Phil Knight usai melihatnya mengerjakan tugas menggambar. Mereka bertemu di sebuah lorong kampus tempat Carolyn kehabisan cat minyak dan sedang butuh uang.
Knight yang saat itu menjadi bos Blue Ribbon Sports sekaligus dosen akuntansi di Portland State University, menawarinya beberapa pekerjaan untuk membuat desain grafis dan bagan perusahaannya.
"Perwakilan dari Jepang datang untuk presentasi dan Phil ingin beberapa bagan dan grafik untuk menunjukkannya,” ujar Carolyn mengenang awal pekerjaannya.
Karena hasil kerjanya bagus, ia kemudian ditugaskan Knight untuk membuat logo yang ada hubungannya dengan garis dan gerakan yang diharapkan mampu melampaui garis ikonik Adidas, merek yang juga menjadi favorit Knight.
Logo tersebut nantinya akan ditempatkan pada sisi sepatu. Carolyn mengaplikasikan idenya dengan menggambar di selembar tisu di atas gambar sepatu. Dia ingin membuat logo yang cair dan dinamis, sehingga terpilihlah desain yang menyerupai sayap.
Bentuk sayap dimaksudkan untuk melambangkan kecepatan dan gerakan seorang atlet. Carolyn memberi Knight lima desain berbeda, salah satunya adalah Swoosh yang menyerupai sayap yang identik dengan Nike, dewi kemenangan Yunani.
Knight awalnya ragu tentang Swoosh, bahkan ia mengaku tidak menyukainya.
“Tapi mungkin akan tumbuh [kesukaan] pada saya,” ujarnya.
Setelah Knight menentukan pilihannya, Carolyn meminta waktu untuk menyempurnakan karyanya, tetapi Knight mengatakan tidak mungkin karena tenggat waktu produksi.
Carolyn akhirnya mengerjakan logo selama 17,5 jam dan menghasilkan selusin desain, tetapi Knight memilih Swoosh. Ia hanya diberi bayaran 2 dolar per jam atau sebesar 35 dolar untuk keseluruhan pengerjaan desain.
Sederhana dan Kuat
Carolyn Davidson lahir pada 1943 di Oregon, Amerika Serikat. Tidak banyak informasi yang diketahui tentang keluarganya atau masa kecilnya. Namun, diketahui sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara.
Carolyn menghabiskan waktu bersama keluarga dan selalu tertarik pada dunia seni serta desain. Dari tahun 1960, ia menempuh pendidikan di Portland High School dan melanjutkan pendidikan di Portland State University tempat dia lulus dengan gelar dalam bidang seni dan desain industri.
Setelah lulus, ia menjadi pekerja lepas sebagai desainer grafis dan memiliki beberapa klien kecil. Ia tidak memiliki pengalaman merancang logo sebelum membuat simbol sederhana dan kuat yang menjadi logo Nike pada tahun 1971.
Meskipun Carolyn mendesain logo yang ikonik, pada awalnya Swoosh tidak mendapatkan banyak pujian atau pengakuan. Terbukti saat ia hanya diberi bayaran sebesar 35 dolar.
Ia terus bekerja untuk Nike hingga tahun 1975, menciptakan berbagai materi komunikasi dan periklanan, seperti brosur, poster, maupun katalog perusahaan. Swoosh yang ia ciptakan mewakili gerakan dan kecepatan, merupakan onomatope yang mewakili suara sepatu seorang atlet saat melesat berlari menuju kemenangan.
Tanggal 15 September 1983, di saat rapat pemegang saham Nike, ia diberi pengakuan atas kontribusinya. Nike memberinya sertifikat berbingkai dan cincin emas berbentuk Swoosh dengan berlian kecil di dekat lekukan.
Dalam sebuah wawancara dengan Oprah Winfrey pada April 2011, Phil Knight menyebutkan bahwa secara bersamaan, Carolyn juga diberi beberapa ratus lembar saham Nike.
“500 saham, yang tidak pernah dia jual, dan nilainya mendekati 1 juta dolar hari ini,” tukasnya.
Logo Berevolusi, Bisnis Berinovasi
Logo Nike secara resmi diluncurkan pada tahun 1971 dan telah menjadi simbol kecepatan, gerakan, dan kemenangan. Merek dagang untuk tanda centang melengkung ini didaftarkan pada 18 Juni 1971.
Warsa 1972, The Waffle Trainer yang dirancang oleh Bill Bowerman merupakan inovasi pertama Nike. Sepatu ini menampilkan sol luar unik yang terbuat dari karet berpola wafel, yang memberikan traksi lebih baik daripada sepatu lari tradisional.
The Waffle Trainer langsung sukses dan membantu meluncurkan Nike ke arus utama sebagai apparel olahraga bermutu. Sol wafel asli kemudian digunakan dalam berbagai produk Nike, dari Astro Grabber dan Nike Elite hingga Tailwind, bahkan sepatu untuk sepak bola Amerika.
Nike go public di New York Stock Exchange pada 2 Desember 1980 dan menjadi salah satu raksasa di industri olahraga dengan menempatkan logo mereka di sepatu, t-shirt, kaus kaki, jersi, topi, celana, sarung tangan, hingga spanduk Olimpiade dan Piala Dunia.
Memasuki tahun 1984, Michael Jordan menandatangani kontrak dengan Nike seharga 500.000 dolar per tahun dengan durasi kontrak selama lima tahun dan kesempatan untuk merancang lini sepatunya sendiri.
Sepasang pertama Air Jordan diluncurkan pada tahun 1985 dan sangat sukses dengan penjualan sepatu senilai $126 juta pada tahun pertama kesepakatan. Michael Jordan menghasilkan $1,3 miliar dari kemitraannya selama tiga puluh enam tahun dengan Nike, membantu merek tersebut menjadi produsen sepatu atletik terkemuka di dunia.
Warsa 1987, Nike bersiap meluncurkan kampanye televisi besar pertamanya, yang mencakup iklan lari, jalan kaki, latihan silang, bola basket, dan kebugaran wanita.
Dan Wieden, pendiri agensi kreatif Wieden+Kennedy, mengambil inspirasi dari kata-kata terakhir terpidana pembunuhan kepada regu tembak sebelum dieksekusi: 'Lets do it!', dan kata-kata itu muncul menjadi “Just Do It!” sebagai tagline Nike pada tahun itu juga.
Pada 1985, logo Nike dimodifikasi dengan diperkenalkannya kotak yang mengelilingi tagline dan logo. Sepuluh tahun kemudian, Nike menghapus tagline dan kotaknya, hanya memilih simbol Swoosh sebagai logo utama.
Logo Nike umumnya menggunakan kombinasi warna hitam dan putih dengan font versi modifikasi dari Futura Bold Condensed.
Tahun 1999, Nike memperkenalkan Nike+, sebuah platform teknologi yang menggabungkan sepatu dengan teknologi sensor untuk melacak data performa. Enam tahun kemudian mereka mengakuisisi Converse, merek alas kaki terkenal, untuk memperluas portofolionya.
Merespons pandemi COVID-19 pada tahun 2020, Nike meluncurkan kampanye "Play for the World", mendorong orang untuk tetap aktif dan bersatu selama masa-masa sulit.
Saat ini, Nike mengoperasikan 1.096 toko ritel di seluruh dunia. Perusahaan berusia 59 tahun ini telah menjelma menjadi produsen sepatu atletik terbesar di dunia dengan perkiraan pangsa pasar 28 persen dan pendapatan EURO35 miliar untuk 2019, diikuti oleh Adidas.
Sebuah film drama biografi olahraga Air (2023) yang disutradarai Ben Affleck dan ditulis oleh Alex Convery baru saja tayang di bulan Juni. Film ini didasarkan pada peristiwa nyata tentang asal-usul Air Jordan, di mana seorang karyawan Nike berusaha untuk mencapai kesepakatan bisnis dengan pemain pemula Michael Jordan.
Dibintangi oleh Matt Damon, Ben Affleck, Jason Bateman, Marlon Wayans, Chris Messina, Chris Tucker dan Viola Davis, film ini dirilis di Amazon Prime Video pada 10 Juni 2023. Film ini mendapat ulasan positif dari para kritikus dan sukses secara komersial meraup lebih dari $100 juta di seluruh dunia.
Sejak awal sebagai distributor sepatu lari Jepang hingga statusnya saat ini sebagai pemimpin global dalam pakaian olahraga, Nike terus berinovasi untuk menjadi yang terbaik. Di balik kesuksesannya, ada peran seorang mahasiswa grafis bernama Carolyn Davidson.
Carolyn kini mengisi hari tuanya di Portland, Oregon, menjadi ibu dari dua putra yang sudah dewasa dan seorang nenek yang bangga akan pencapaiannya selama berkarier. Dia pensiun dari desain grafis setelah hampir tiga dekade menggelutinya.
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi