Menuju konten utama

Nestapa Warga Adat Jimbaran: Jatuh Miskin, Tanah Dikuasai Swasta

Sebanyak 31 hektare dari total 200 hektare tanah adat Jimbaran diusahakan oleh PT Citra Taman Selaras.

Nestapa Warga Adat Jimbaran: Jatuh Miskin, Tanah Dikuasai Swasta
Kepala Desa Adat Jimbaran, Anak Agung Made Rai Dirga mendatangi Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin). Tirto.id/Qonita Azzahra

tirto.id - Kepala Desa Adat Jimbaran, Anak Agung Made Rai Dirga, mengeluhkan kondisi warganya yang kini jatuh miskin karena tanah adat Jimbaran dikuasai swasta. Keluhan ini disampaikan langsung ke Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Budiman Sudjatmiko,

Masalah ini, kata dia, bermula pada 1990-an, di mana saat itu 31 hektare dari total 200 hektare tanah adat Jimbaran diusahakan oleh PT Citra Taman Selaras.

Sebagai kompensasi, warga Desa Adat Jimbaran hanya menerima uang tunai sebesar Rp35 juta. Padahal, pada saat itu harga tanah per meter persegi di Jimbaran bisa mencapai Rp7 juta.

“Ini bentuk kesewenang-wenangan. Mari kita tinggalkan lah masalahnya. Kita tidak ingin mengganggu yang sudah ada, tidak sama sekali,” ujar di Kantor BP Taskin, Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).

Kata Made, dia dan 300 kepala keluarga (KK) yang menghuni Desa Adat Jimbaran tak lagi membahas masalah kompensasi tersebut. Hanya saja, setelah tanah adat berpindah kepemilikan menjadi di bawah PT Jimbaran Hijau, Hak Guna Bangunan (HGB) seharusnya selesai pada 2019 lalu.

Namun, sampai saat ini perusahaan tersebut tak mau memberikan kejelasan pada warga Desa Adat, apakah HGB berlanjut atau rampung di tahun itu.

Ketidakjelasan itu pun membuat 31 hektare tanah adat terbengkalai. Padahal, hampir setiap hari ada warga desa yang memohon kepada perangkat Desa Adat Jimbaran untuk disediakan tempat tinggal.

“Karena tanah terlantar, puluhan tahun sudah terlantar, kemudian masyarakat kita juga tidak akan mungkin membeli tanah lagi di Jimbaran, Pak. Nah, mohonlah sekali lagi, kepada pimpinan negara ini, Bapak Presiden, untuk disampaikan, Pak Budiman, agar kami dibantu, kami sudah laporkan ini situasi dan kondisi ini kepada pemerintah daerah, kepada DPR, kemudian sudah ke pengadilan,” keluh Made.

Soal tempat tinggal, banyak warga Desa Adat Jimbaran yang kini bermukim di rumah-rumah kecil dan kumuh di dekat hotel-hotel mewah di Jimbaran, Bali.

Tidak hanya itu, seiring dengan perubahan sektor usaha yang kini menjadi berfokus pada pariwisata, banyak warga desa yang sebelumnya bekerja sebagai nelayan atau petani kini beralih profesi.

Sayangnya, upah yang hanya sebesar Rp3,5 juta sebulan, dengan biaya hidup per orang mencapai Rp100 ribu, membuat warga kelimpungan. Belum lagi, di tanah-tanah yang berada di sekitar hotel juga telah dipagari tinggi, yang bahkan membuat warga tak bisa lagi mendatangi tempat ibadah yang ada di Desa Adat Jimbaran.

“Bagaimana kita bisa menikmati kehidupan layak kalau begini ke depan? Nah, ini juga hal penting yang harus saya sampaikan adalah beban dan tanggung jawab adat istiadat masyarakat Jimbaran itu berada pada pundak mereka semua, yang tidak mungkin mereka lepaskan,” tambah Made.

Merespon keluhan ini, Kepala BP Taskin, Budiman Sudjatmiko, mengaku bakal menyampaikan keluhan warga Desa Adat Jimbaran kepada Presiden Prabowo Subianto dalam rapat kabinet mendatang. Selain itu, ia juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk menindaklanjuti masalah ini.

“Karena itu banyak sekali ada kemiskinan, itu kan tidak elok. Apalagi komitmen Pak Presiden Prabowo Subianto adalah pengentasan kemiskinan dan keadilan sosial. Sementara ada ketidakadilan yang sudah cukup lama. Dan secara hukum tidak ada kejelasan, padahal secara hukum kemungkinan besar kalau (tidak) diperpanjang harus dikembalikan,” tegasnya.

Baca juga artikel terkait WARGA ADAT atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra