Menuju konten utama

Negara Terbebani Rp153,6 M usai SKK Migas Tak Sesuai Bayar PPh

Keuangan negara terbebani sebesar Rp149,98 miliar untuk pimpinan dan Rp3,62 miliar untuk pegawai SKK Migas serta tenaga alih daya.

Negara Terbebani Rp153,6 M usai SKK Migas Tak Sesuai Bayar PPh
Logo SKK MIgas. FOTO/www.skkmigas.go.id

tirto.id -

Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2024 yang dirilis Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tidak Sesuai dalam membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pimpinan, pekerja, hingga tenaga alih daya.

Ketidaksesuaian ini mengakibatkan keuangan negara terbebani sebesar Rp149,98 miliar untuk pimpinan dan Rp3,62 miliar untuk pegawai SKK Migas serta tenaga alih daya. Adapun jika ditotal nilai keduanya mencapai Rp153,6 miliar.

“Pembayaran PPh Pasal 21 oleh SKK Migas atas penghasilan pimpinan, pekerja SKK Migas, dan tenaga alih daya tidak sesuai ketentuan, karena ditanggung oleh negara melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” tulis dokumen tersebut, dikutip Rabu (28/5/2025).

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan agar Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto untuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait pemberian PPh Pasal 21 kepada pimpinan dan pekerja SKK Migas yang tidak sesuai dengan PP Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan perubahannya.

Selain itu, BPK juga menemukan adanya masalah terkait Barang Milik Negara (BMN) hulu migas berupa bidang tanah seluas 2,28 juta meter persegi yang ditempati oleh pihak ketiga dan belum bersertifikat. Padahal, tanah tersebut merupakan milik pemerintah RI, dalam hal ini Kementerian Keuangan.

“Serta tanah seluas 439,56 ribu m2 berpotensi menjadi masalah hukum. Akibatnya, terdapat potensi kehilangan BMN HM (BMN Hak Milik) seluas 2,72 juta m2 senilai Rp331,35 miliar,” bunyi dokumen tersebut.

Karena permasalahan ini, BPK merekomendasikan agar Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia dapat menginstruksikan Kepala SKK Migas untuk memerintahkan pimpinan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional. Dus, dapat dilakukan pengamanan BMN HM Tanah yang belum memiliki sertifikat, percepatan sertifikasi atas tanah yang ditempati pihak ketiga, dan penyelesaian secara hukum atas tanah yang ditempati masyarakat.

Tidak selesai di situ, BPK juga menemukan adanya kurang bayar PPh Migas Tahun Buku 2022 pada 11 KKKS Eksploitasi sebesar 32,75 juta dolar AS dan pembayaran PPh Migas oleh KKKS yang dikelola PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) atas first tranches petroleum (FTP) – sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja yang dapat diambil dan diterima oleh pemerintah dan/atau kontraktor dalam satu tahun kalender- Tahun Buku 2018 tidak sesuai dengan nilai seharusnya, yakni 16,23 juta dolar AS.

“Permasalahan tersebut mengakibatkan kekurangan penerimaan Negara dari PPh Migas senilai 48,98 juta dolar AS (32,75 juta dolar AS + 16,23 juta dolar AS) dari para operator KKKS terkait,” kata BPK.

Kendati selama proses pemeriksaan KKS telah melakukan pembayaran sebesar 3,39 juta dolar AS terhadap kurang bayar PPh Migas senilai 32,75 juta dolar AS, BPK tetap merekomendasikan Kepala SKK Migas untuk berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Dus, dapat dilakukan rekonsiliasi atas kekurangan pajak KKKS sebesar 45,59 juta dolar AS.

Baca juga artikel terkait SKK MIGAS atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra