tirto.id - Pemberhentian Ketua KPK, Firli Bahuri, tinggal menunggu waktu. Pihak Istana, lewat Koordinator Staf Khusus Ari Dwipayana mengatakan, Presiden Joko Widodo segera menandatangani surat keputusan presiden (Keppres) pemberhentian sementara Firli yang kini menjadi tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
“Kementerian Sekretariat Negara telah menyiapkan rancangan Keppres pemberhentian sementara ketua KPK dan juga penetapan ketua sementara. Jadi ada dua isi dari Keppres itu. Satu, terkait dengan pemberhentian sementara ketua KPK dan yang kedua adalah pengangkatan ketua sementara,” kata Ari di Gedung Utama Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Jumat (24/11/2023).
Ari mengatakan, Presiden Jokowi akan menandatangani Keppres tersebut setelah mantan Wali Kota Solo itu kembali ke KPK. Ia mengatakan, pemberhentian dan pemilihan ketua KPK sementara sesuai Undang-Undang Nomor 10 tahun 2015 dan UU 19 tahun 2019 tentang KPK. Pemilihan pun akan dilakukan langsung presiden dan akan dipilih dari 4 pimpinan yang tersisa.
“Ini, kan, pimpinan KPK yang sudah ada, jadi tinggal beliau menetapkan salah satu dari pimpinan KPK menjadi ketua sementara,” kata Ari.
Pemberhentian sementara Firli tentu menimbulkan pertanyaan situasi KPK di masa depan. Hal ini tidak lepas sepak terjang KPK yang “melempem” dan banyak masalah di kepemimpinan Firli. Beberapa isu pun menjadi sorotan mulai dari bocornya dokumen penindakan KPK, pertemuan dengan pihak berperkara, hingga potensi perlambatan penanganan kasus, salah satunya kasus pengejaran buronan Harun Masiku.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, sebelumnya menjamin bahwa lembaga antirasuah tetap berjalan dan akan menangani kasus hukum seperti biasa.
“Tadi sudah saya sampaikan bahwa kami tetap berkomitmen dan tidak terpengaruh dengan kejadian ini, kami akan selesaikan semua perkara-perkara baik yang besar yang sedang kami tangani, maupun dari hasil pengembangan dari tahap penuntutan maupun dalam proses penyidikan,” kata Alex di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/11/2023).
Alex juga mengatakan Firli saat itu masih bertugas sebagai Ketua KPK dan bekerja seperti biasa. “Masih sangat aktif! Yang bersangkutan juga tadi ikut rapat, dan yang bersangkutan ada di ruang kerjanya dan melaksanakan pekerjaan seperti biasa,” kata Alex.
KPK akan Kembali Bertaji?
Direktur IM57+ Institute, M. Praswad, meyakini bahwa KPK akan bisa melakukan penindakan dengan baik di masa depan. Ia beralasan, KPK punya sistem kelembagaan yang kuat. Di sektor penindakan, Praswad yang sebelumnya bagian tim penindakan KPK, melihat sistem tersebut sudah berjalan dan arahan teknis pimpinan tidak mudah mengubah sistem tersebut.
“Tapi dalam konteks ini yang mau saya sampaikan bahwa akan sangat sulit mengharapkan pimpinan yang sekarang untuk bisa lebih baik dari Firli. Intinya gitu sebenarnya, karena setahu saya pimpinan yang sekarang menjabat sama-sama saja. Konteks level integritas juga tidak lebih baik," kata Praswad, Jumat (24/11/2023).
Praswad mencontohkan bagaimana salah satu pimpinan KPK, Alexander Marwata malah membela Firli dengan menyatakan eks Deputi Penindakan KPK itu masih aktif di lembaga rasuah padahal sudah berstatus tersangka. Ia menilai pernyataan Alex bertentangan dengan Pasal 32 ayat 2 UU KPK yang menyatakan bahwa pimpinan tersangka langsung diberhentikan.
“Itu kan kejahatan melawan hukum, melanggar Pasal 32 ayat 2 UU KPK sendiri. Bagaimana kemudian KPK mau menyampaikan agar masyarakat patuh hukum, agar para pejabat tidak melakukan korupsi?" kata Praswad.
Terlepas dari masalah tersebut, kata Praswad, KPK punya SOP dan sistem kerja sehingga masih bisa operasi tangkap tangan dan melakukan tindakan lain dengan atau tanpa Firli, bahkan mampu menangkap pejabat besar.
Akan tetapi, ia ragu dengan pimpinan KPK yang ada saat ini. Karena itu, ia menyarankan Presiden Jokowi memilih nama ketua baru KPK di luar 4 pimpinan yang saat ini ada. Hal ini perlu dilakukan demi KPK yang lebih baik.
“Bagi kami, IM57 Institute menganggap bahwa 4 orang yang saat ini menjadi pimpinan KPK tidak ada yang layak untuk memimpin lembaga pemberantasan korupsi KPK,” kata Praswad.
Sementara itu, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Yogyakarta, Zaenur Rohman, menekankan bahwa KPK akan berubah atau tidak setelah Firli berhenti sementara tergantung dari internal lembaga.
“Kalau setelah Firli jadi tersangka, KPK terus enggak ngapa-ngapain, KPK nya juga malah terjadi penurunan moral, ya pasti akan jauh lebih buruk,” kata Zaenur.
Menurut Zaenur, KPK bisa menggunakan momen Firli untuk belajar dan memperbaiki diri. KPK bisa melakukan peninjauan sistem, tata Kelola, dan pengawasan yang tidak optimal. KPK bisa memperbaiki diri jika tetap ingin dipercaya publik, apalagi KPK punya banyak program pemberantasan korupsi yang bisa diaplikasikan untuk internal.
“Semua tergantung KPK-nya, kalau KPK-nya habis ini terus kendor, ya pasti akan signifikan turun, tapi kalau setelah ini KPK justru ingin membuktikan kepada publik bahwa mereka itu tidak seperti Firli, bahwa mereka itu adalah sebuah institusi yang masih bisa dipercaya, bisa diandalkan, menurut saya ini justru titik balik,” tegas Zaenur.
Zaenur tidak tahu internal KPK akan berubah atau tidak setelah Firli diberhentikan sementara. Akan tetapi, ia yakin kasus yang lama mandeg dan berkaitan dengan politik seperti Harun Masiku bisa ditangani. Ia beralasan, KPK tetap akan berjalan meski tidak ada Firli karena kepemimpinan KPK berjalan kolektif kolegial.
Saat ditanya soal siapa kandidat yang layak untuk menggantikan Firli sementara waktu, Zaenur justru menilai hal tersebut adalah wewenang DPR. Ia beralasan UU KPK memberikan wewenang kepada DPR untuk menentukan pemimpin sementara. Ia menyarankan agar DPR menyarankan nama yang sebelumnya diseleksi agar tidak memicu masalah.
“Idealnya dikirim dua nanti, dipilih satu. Pertanyaannya siapa yang dikirim? Saya selalu berpendapat agar objektif, itu caranya adalah dengan nomor urutan perolehan suara misalnya nomor 6 dan nomor 7,” kata Zaenur.
Namun, Zaenur menekankan dua hal penting dari kasus Firli. Salah satunya, DPR, pemerintah, dan pansel perlu dievaluasi agar pemilihan pimpinan KPK di masa depan tidak mengulang kejadian Firli. Ia mengingatkan bagaimana pemerintah dan DPR mengabaikan saran publik tentang Firli sebelum ia terpilih pada 2019.
Di sisi lain, Zaenur berharap agar independensi KPK dikembalikan seperti sebelum revisi UU KPK. Ia menekankan pemberantasan korupsi tidak hanya KPK saja, tetapi juga keinginan dari pemerintah.
“Pertama kembalikan independensi KPK, revisi Undang-Undang KPK. Apa usulan yang banyak, sudah sering kami sampaikan kembalikan independensi KPK. Yang kedua, pemilihan pimpinan KPK ke depan harus sosok-sosok yang berintegritas, jangan dititipi dengan interest-interest politik,” kata Zaenur.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz