Menuju konten utama
Pemberantasan Korupsi

Betapa Saktinya Ketua KPK Firli Bahuri: Selalu Lolos Sanksi Etik

Berkali-kali Firli Bahuri lolos dari sanksi berat atas dugaan pelanggaran etik menimbulkan pertanyaan. Ada apa di balik itu?

Betapa Saktinya Ketua KPK Firli Bahuri: Selalu Lolos Sanksi Etik
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memberikan keterangan kepada media terakit penetapan tersangka kasus dugaan korupsi liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/9/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin langganan dihantam kabar miring sejak era kepemimpinan Firli Bahuri. Berkali-kali KPK diterpa persoalan yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik, bahkan tindak pidana. Publik mempertanyakan integritas dan kejujuran yang selama ini diagungkan KPK. Sebab, tidak hanya sekali pimpinan KPK menjadi terduga pelanggaran-pelanggaran tersebut.

Terbaru adalah Ketua KPK, Firli Bahuri, yang kini tengah terbelit kasus dugaan pemerasan dalam perkara korupsi di Kementerian Pertanian. Dugaan pemerasan ini tengah diusut oleh Polda Metro Jaya, seiring dengan bergulirnya penyidikan KPK dalam kasus rasuah di Kementan.

Dugaan keterlibatan Firli dalam kasus pemerasan makin santer setelah fotonya dengan Syahrul Yasin Limpo (eks Menteri Pertanian) di sebuah lapangan badminton beredar luas. Firli sempat membantah pernah bertemu Syahrul dalam situasi informal dan menegaskan tidak terlibat dalam pemerasan.

Firli mengatakan, di lingkungan Kementan, ia hanya mengenal Syahrul dan bertemu saat rapat terbatas dan sidang paripurna di DPR.

Belakangan, Firli justru mengakui bahwa dirinya memang betul menemui Syahrul di lapangan Badminton. Namun, pertemuan itu diklaimnya terjadi sebelum penyelidikan kasus dugaan korupsi di Kementan bergulir.

“Sementara pertemuan di lapangan bulu tangkis antara saya dan Menteri Pertanian saat itu, Syahrul Yasin Limpo, terjadi sebelum periode tersebut, tepatnya tanggal 2 Maret 2022. Dan, itu pun beramai-ramai di tempat terbuka,” kata Firli melalui keterangan tertulis, Senin (9/10/2023).

Inkonsistensi sikap Firli menimbulkan pertanyaan di benak publik. Keraguan ini beralasan, karena ia punya sederet rekam jejak terkait dugaan pelanggaran etik. Ketika masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, Firli pernah diduga melakukan pelanggaran etik karena bertemu dengan pihak yang berperkara.

Saat itu, Firli bertemu dengan M Zainul Majdi yang saat itu tengah menjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat. Pertemuan itu dilakukan di tengah KPK menyelidiki dugaan korupsi divestasi PT Newmont Nusa Tenggara kepada PT Amman Mineral Internasional di wilayah NTB.

Kegaduhan terus terjadi setelah Firli didapuk menjadi Ketua KPK pada 2019. Baru seumur jagung menjabat ketua KPK, Firli dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait tak patuh protokol pandemi COVID-19 dan penggunaan helikopter untuk kepentingan pribadi.

Akibat hal tersebut, Firli diberi sanksi ringan berupa Teguran Tertulis II oleh Dewas KPK terkait pelanggaran kode etik berupa gaya hidup mewah pada 2020. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 2022, Firli terbukti menemui Gubernur Papua Lukas Enembe di kediamannya. Dewas KPK memutuskan bahwa tidak ada pelanggaran etik yang terjadi dalam pertemuan tersebut.

“Sehingga menjadi wajar jika publik beranggapan bahwa Dewas selama ini hanya menjadi tameng pelindung bagi Firli atas segala keburukannya,” ujar Diky dari ICW.

Tahun ini, Firli juga tersandung dugaan pelanggaran etik terkait pemberhentian Brigjen Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK dan kebocoran dokumen hasil penyelidikan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, Firli lolos dari sanksi etik terkait dua kasus tersebut karena kurang bukti.

Imbas dugaan kebocoran dokumen dalam perkara korupsi di Kementerian ESDM, membuat Firli dilaporkan ke polisi. Laporan ini masih diusut penyidik Polda Metro Jaya.

Di sisi lain, lolosnya Firli dari sanksi berat atas dugaan pelanggaran etik yang ia lakukan berkali-kali menimbulkan pertanyaan. Dewas KPK tak luput disebut kurang taji dalam menyelesaikan perkara etik yang membelit Firli.

Keresahan ini diutarakan Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya. Menurutnya, Dewas KPK absen dari tugasnya sebagai organ yang memiliki fungsi penegakan etik.

Padahal, kata Diky, dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Firli sudah berulang kali terjadi, dan bahkan masuk dalam kategori berat.

“Sehingga menjadi wajar jika publik beranggapan bahwa Dewas selama ini hanya menjadi tameng pelindung bagi Firli atas segala keburukannya,” ujar Diky dihubungi reporter Tirto, Rabu (11/10/2023).

KPK TAHAN RAFAEL ALUN TRISAMBODO

Ketua KPK Firli Bahuri (kedua kanan) menyapa awak media saat akan melakukan konferensi pers terkait penahanan mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (3/4/2023).ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/tom.

Melempem Setelah Revisi UU KPK

Diky menilai, merosotnya performa komisi antirasuah bisa ditarik panjang semenjak revisi Undang-Undang KPK disahkan pada 2019. Imbas revisi ini, KPK masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif, dan menjadikan pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Namun deretan kontroversi justru terjadi pascarevisi UU KPK disahkan. Paling menyita perhatian terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai KPK yang menyebabkan 75 pegawai KPK gagal lolos, dan sebagian besarnya merupakan sosok yang selama ini getol dalam pemberantasan rasuah.

“Dalam hal ini, yang paling bertanggung jawab atas kondisi KPK saat ini adalah presiden dan DPR. Sehingga untuk mengembalikan muruah KPK, harus dengan cara mengembalikan independensi lembaga ini melalui revisi UU (kembali),” tegas Diky.

Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha menyatakan hal senada. Revisi UU KPK pada 2019, dinilainya menjadi puncak serangan balik para koruptor.

“Sekaligus dilengkapi masuknya Firli Bahuri ke KPK yang jelas-jelas telah melanggar kode etik sejak menjabat sebagai Deputi Penindakan. Paripurna kerusakan yang terjadi di KPK, melibas habis struktur dan suprastrukturnya,” kata Praswad dihubungi reporter Tirto, Rabu (11/10/2023).

Praswad juga menilai lolosnya Firli Bahuri berkali-kali dari jerat sanksi berat, sebagai bukti tidak terbantahkan bahwa Dewas KPK gagal menjaga dan mengawasi pelanggaran kode etik yang terjadi di level pimpinan KPK.

“Sebaliknya, pada level pegawai, Dewas seolah seperti tegak lurus dan zero tolerance. Hukum tajam kebawah dan tumpul ke atas,” tegas Praswad.

Reporter Tirto sudah mencoba meminta penjelasan soal ini kepada anggota Dewas KPK, Albertina Ho melalui pesan singkat, tapi tidak mendapatkan respons. Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris, serupa, pesan yang dilayangkan ke gawai keduanya hanya berstatus terkirim.

Firli Diminta Mundur

Karena itu, Praswad mendesak Presiden Joko Widodo menonaktifkan Firli Bahuri dari posisi Ketua KPK. Ia menilai, diamnya presiden sama dengan menyetujui kehancuran KPK secara paripurna saat ini.

Hal senada diungkapkan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Ia meminta Firli mundur dari jabatannya. Hal ini dinilai Boyamin akan membuat kegaduhan di masyarakat akan mereda.

Ia khawatir jika Firli tetap kukuh menjabat, justru akan menimbulkan perspektif buruk kepada KPK. “Yang malu bukan hanya insan KPK tapi yang malu seluruh rakyat Indonesia dan akan jadi pemberitaan internasional seakan-akan kita lembaga antikorupsi tapi melanggar aturan,” kata Boyamin dalam keterangannya, Selasa (10/9/2023).

“Dewan Pengawas harusnya membuka ruang untuk melihat laporan tersebut sebagai suatu pelanggaran yang memang bisa jadi itu sudah mengarah ke ranah pidana,” sambung Annisa.

Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai, pemecatan Firli akan membuat muruah dan integritas KPK hidup kembali. Menurutnya, deretan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli tidak akan membuat pensiunan polisi bintang tiga itu dikenakan sanksi berat, karena ada konflik kepentingan di tubuh KPK.

Ijul, sapaan akrabnya, mendesak presiden dan DPR RI turun tangan untuk menonaktifkan Firli dari jabatan sebagai Ketua KPK. “Harus presiden yang memberikan SK dan mencabut SK tersebut demi kemaslahatan masyarakat banyak,” ujar Ijul dihubungi reporter Tirto, Rabu (11/10/2023).

Di sisi lain, peneliti PBHI Annisa Azzahra mendesak Polda Metro Jaya segera memanggil Firli secara terbuka untuk diminta keterangan. Sehingga, katanya, apabila memang benar adanya pemerasan terjadi, Firli harus segera bertanggung jawab dan juga mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan.

“Kami mendorong agar segera menggunakan kewenangannya untuk memanggil dan memeriksa Firli Bahuri. Tentu tujuannya agar terbukti kebenaran dari adanya dugaan pemerasan terhadap Menteri Pertanian,” ucap Annisa dihubungi reporter Tirto, Rabu (11/10/2023).

Annisa juga meminta Dewas KPK menjalankan fungsi pengawasannya dengan lebih baik. Ia meminta agar Dewas KPK tidak hanya melihat laporan dugaan pelanggaran yang masuk sebatas terjadi dalam ranah etik.

“Dewan Pengawas harusnya membuka ruang untuk melihat laporan tersebut sebagai suatu pelanggaran yang memang bisa jadi itu sudah mengarah ke ranah pidana,” sambung Annisa.

PELANTIKAN PEGAWAI KPK MENJADI ASN

Ketua KPK Firli Bahuri (kedua kiri) didampingi Wakil Ketua Nurul Ghufron (kiri), Wakil Ketua Alexander Marwata (kedua kanan) dan Sekjen Cahya Harefa (kanan) memberikan keterangan terkait pengangkatan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/9/2021). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

Dewas KPK Terima Aduan soal Firli

Sebelumnya, anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menyatakan, masih mengumpulkan bukti atas dugaan pelanggaran etik Firli terkait beredarnya foto Ketua KPK tersebut dengan Syahrul Yasin Limpo. Foto ini dikaitkan dengan dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK dalam perkara korupsi di Kementan.

“Dewas masih mempelajari dan juga sedang kumpulkan bahan dan keterangan terkait hal itu,” ujar Haris saat dikonfirmasi Tirto, Senin (9/10/2023).

Sementara itu, Firli Bahuri tidak merespons upaya konfirmasi Tirto soal kasus dugaan pemerasan yang disebut melibatkan dirinya. Pesan singkat yang dikirim ke gawai Firli, berstatus terkirim tanpa dibaca.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, setali tiga uang saat dimintai keterangan soal dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK.

Akan tetapi, Ali sebelumnya sempat meminta publik agar tidak beropini terkait pemeriksaan yang dilakukan Dewas KPK dalam mengusut dugaan pelanggaran etik Firli. Ia mengklaim, pemeriksaan oleh Dewas KPK dipercaya akan dilakukan secara profesional dan independen.

“Mari kita tunggu hasil proses tersebut dengan tidak menyampaikan opini tanpa didasari fakta-fakta yang justru akan membuat situasi menjadi kontraproduktif dan tentunya agar pemberantasan korupsi dapat berjalan secara efektif dan efisien," kata Ali dalam keterangannya, Sabtu (7/10/2023).

Baca juga artikel terkait KASUS FIRLI BAHURI atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz