tirto.id - Konflik antara Israel dan Palestina kembali pecah pada Sabtu, 7 Oktober 2023. Hal ini berawal dari serangan kelompok militan Palestina, Hamas secara besar-besaran ke Israel yang kemudian direspons dengan serangan balasan lewat ribuan roketnya.
Sebagai negara terbesar dan menduduki peringkat muslim terbanyak, Indonesia tentu tidak tinggal diam. Pemerintah bahkan menyampaikan keprihatinan atas konflik yang terjadi antara militan Palestina Hamas dengan Israel yang mengakibatkan korban tewas ratusan jiwa.
Tidak hanya itu, Indonesia juga mendesak agar tindakan kekerasan segera dihentikan guna menghindari jumlah korban semakin bertambah. Dari konflik ini pemerintah berharap agar akar permasalahan, yaitu pendudukan wilayah Palestina oleh Israel diselesaikan, sesuai parameter yang sudah disepakati PBB.
“Indonesia sangat prihatin dengan meningkatnya eskalasi konflik antara Palestina-Israel,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Indonesia di akun resmi platform X miliknya pada Minggu (8/10/2023).
Komitmen Indonesia dalam konflik Israel - Palestina selama ini selalu disuarakan pada setiap kesempatan dengan menyatakan bahwa: Palestina selalu ada pada tiap helaan napas diplomasi Indonesia. Pernyataan itu, menyiratkan bahwa Indonesia selalu berusaha memperjuangkan perdamaian dan resolusi konflik kedua negara tersebut.
Pada 2018 misalnya, Presiden Joko Widodo sempat mendesak Dewan Keamanan dan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengecam keras keputusan Amerika Serikat (AS) atas rencana pemindahan kedutaan besarnya ke Yerusalem. Keputusan pemindahan ini dianggap melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB.
“Pemindahan ini mengganggu proses perdamaian dan bahkan mengancam perdamaian itu sendiri. Kita bersama rakyat Indonesia akan terus berjuang bersama rakyat Palestina. Palestina akan selalu ada dalam setiap helaan napas diplomasi Indonesia,” kata Jokowi saat membuka Konferensi Ulama Trilateral (Afghanistan, Indonesia, dan Pakistan) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat pada 11 Mei 2018.
Senior Policy Advisor bidang Diplomasi & Politik Ekonomi, Dinna Prapto Raharja mengatakan, peran Indonesia dalam mengatasi konflik Israel - Palestina selama ini memang telah disuarakan. Indonesia dalam hal ini mendukung Palestina dengan mengedepankan prinsip antikolonialisme dan imperialisme serta terus menyuarakan hak-hak Palestina atas tanah dan negara yang diakui kedaulatannya.
“Bentuk yang dipilih Indonesia adalah mengedepankan jalur multilateralisme di PBB,” kata dia kepada reporter Tirto, Senin (9/10/2023).
Selama ini, Indonesia mengambil peran strategis dalam forum kerja sama dengan masyarakat internasional seperti PBB, Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa dan negara-negara Arab lainnya seperti Mesir, Arab Saudi dan Yordania. Sebagai mediator, Indonesia juga memainkan peran penting untuk menyeimbangkan dan meredakan konflik Israel-Palestina dalam kancah bilateral, regional dan multilateral.
“Terakhir di 18 Januari 2023 Menlu (Retno) menyampaikan di Debat Dewan Keamanan PBB bahwa tahun 2023 'must be the year of progress in resolving the Palestinian issue. It is our collective responsibility to end Israeli’s occupation once and for all' [2023 harus menjadi tahun kemajuan dalam menyelesaikan masalah Palestina. Merupakan tanggung jawab kita bersama untuk mengakhiri pendudukan Israel untuk selamanya]” kata dia.
Peran Indonesia Lewat Organisasi Kerja Sama Islam
Selain memperjuangkan di PBB, Indonesia juga memperjuangkan Palestina di Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). OKI menjadi salah satu forum yang digunakan Indonesia untuk menyuarakan dukungan kepada rakyat Palestina. Indonesia sendiri adalah anggota Committee on Al-Quds (Yerusalem) OKI yang dibentuk pada 1975.
Pada 25 April 2022, atas inisiatif Indonesia, diselenggarakan Open-ended Extraordinary Meeting of the OIC Executive Committee at the level of Permanent Representatives di Markas OKI, Jeddah. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk menanggapi kekerasan yang dilakukan pemukim dan aparat Israel terhadap warga Palestina di kompleks Masjid Al Aqsa, pada Ramadan 2022.
Pertemuan menyepakati Final Communique yang isinya antara lain menekankan bahwa Masjid Al Aqsa adalah red line bagi OKI, OKI tidak akan mentolerir perubahan status atas Al Aqsa (hanya umat Islam yang dapat beribadah di Kompleks Masjid Al Aqsa).
Pada 22 September 2022, di sela-sela Sidang ke-77 Majelis Umum PBB, diselenggarakan Annual Coordination Meeting OKI pada tingkat menlu. Menlu Indonesia hadir dalam pertemuan ini dan sampaikan desakan agar OKI dorong dicapainya break through dalam proses perdamaian.
Melalui OKI, Indonesia juga memberi perhatian pada dinamika di Afghanistan. Pada 19 Desember 2021, OKI menyelenggarakan Konferensi Tingkat Menteri Luar Biasa (KTM-LB) di Islamabad, Pakistan. Menlu RI menghadiri KTM LB ini.
Dalam OKI, Indonesia juga menyampaikan sedikitnya enam poin penting yang disuarakan. Pertama, negara anggota OKI harus menolak pengakuan bahwa Yerusalem merupakan ibu kota Israel dan harus tegas mendukung Two-State Solution untuk resolusi konflik Israel – Palestina. Kedua, menyerukan dan mengajak negara anggota OKI untuk tidak mengikuti jejak AS yang memindahkan Kedutaan Besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Ketiga, menegaskan bahwa negara OKI dapat mengajak negara lain yang belum mengakui kemerdekaan Palestina untuk segera mengakuinya. Keempat, mengingatkan negara anggota OKI yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel untuk memikirkan kembali hubungan diplomatik dengan Israel sesuai dengan resolusi yang telah ditetapkan OKI.
Kelima, mengajak negara anggota OKI untuk meningkatkan bantuan, kapasitas dan kerja sama ekonomi dengan Palestina sebagai bentuk bantuan kemanusiaan. Keenam, menyadarkan dan mengajak negara anggota OKI untuk selalu memperjuangkan Palestina di berbagai forum internasional maupun multilateral, termasuk di PBB.
“Indonesia punya momentum untuk mencermati dan menggerakkan negara-negara Arab dan muslim, baik melalui mekanisme OKI maupun bilateral, untuk menyusun langkah baru mengatasi upaya pecah belah di Timur Tengah oleh AS," ucap Dinna.
Namun sayangnya, kata Dinna, momentum tersebut tidak dilakukan Indonesia dengan maksimal. Karena faktanya Arab Saudi makin didekati terus oleh AS dan puncaknya ketika Saudi disodori inisiatif damai oleh PM Israel Benyamin Netanyahu. “Katanya ini akan jadi momen historis di mana tak ada lagi perang Arab-Israel,” imbuhnya.
Sebaliknya, kondisi tersebut dinilai berbahaya ketika perdamaian Arab-Israel ini menafikan rasa frustasi dari para masyarakat Palestina. Ia sendiri bahkan tidak menduga ternyata Hamas menyusun rencana yang cukup rapi untuk melakukan serangan sebesar itu.
“Tetapi yang wajib dicermati adalah bahwa serangan balasan dari Israel akan sangat memporakporandakan Palestina. Di sinilah Indonesia belum punya strategi,” kata Dinna.
Apa yang Perlu Dilakukan Indonesia?
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, mendorong agar pemerintah Indonesia menyampaikan kepada pihak-pihak yang berkonflik serta mengimbau negara-negara besar untuk menahan diri menyampaikan komentar atau dukungan kepada salah satu pihak yang justru mengeskalasi perang.
Karena, menurut Hikmahanto, tidak seharusnya negara-negara dunia menyatakan siapa yang benar ataupun yang salah karena negara-negara dunia bukanlah hakim yang menentukan siapa yang benar maupun salah.
"Negara-negara di dunia mempunyai kewajiban untuk melindungi rakyat sipil dari penggunaan senjata," ucapnya kepada reporter Tirto, Senin (9/10/2023).
Oleh karena itu, Indonesia patut untuk meminta Dewan Keamanan PBB bersidang dan mengupayakan agar serangan senjata oleh kedua belah pihak dihentikan demi kamanusiaan. Sebab perang telah berdampak buruk, tidak hanya bagi masyarakat sipil dari dua pihak yang berkonflik, tapi masyarakat dunia pada umumnya.
“Perang telah memunculkan multi krisis, mulai dari kemanusiaan hingga finansial,” kata dia.
Dengan perkembangan situasi keamanan di Palestina, KBRI Amman juga sudah mengimbau kepada seluruh WNI yang khususnya berada di Gaza dan Tepi Barat untuk meningkatkan kewaspadaan dan menjaga keselamatan diri dan keluarga.
KBRI meminta agar WNI menghindari tempat-tempat konflik dan pusat-pusat keramaian atau kerumunan serta tidak melakukan kunjungan tempat-tempat wisata.
“Dan WNI yang berencana melakukan kunjungan wisata ke Palestina untuk menunda kunjungan tersebut karena adanya penutupan perbatasan barat dari Yordania ke Tepi Barat,” demikian imbauan tersebut seperti dilansir laman Kemenlu.
Para WNI juga diminta untuk mengikuti perkembangan situasi dari media. WNI yang berada di tepi Gaza dan Tepi Barat agar saling menjaga komunikasi sesama masyarakat Indonesia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz