tirto.id - DPR dan pemerintah resmi mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Revisi ini disahkan dalam rapat paripurna pada 3 Oktober 2023. Pengesahan revisi UU ASN menjadi sorotan karena dinilai menghapus sejumlah pasal penting. Salah satunya menghilangkan pasal yang mengatur soal Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Dengan disahkannya revisi UU ASN, maka keberadaan KASN otomatis dibubarkan karena tidak ada payung hukum yang menaunginya. Pembubaran KASN disebut-disebut juga berasal dari keluhan para kepala daerah.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas menyatakan, banyak keluhan dari daerah, dengan dalih alur birokrasi yang berbelit.
“Misalnya mau mengusulkan X, harus izin, karena mejanya panjang. Tapi, menurut saya, pengawasan merit system yang penting bukan soal lembaganya saja,” ujar Anas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2023).
Menurut Anas, usul pembubaran KASN bukan hal yang muncul tiba-tiba. Persoalan ini sudah dibahas sejak dua tahun lalu saat dirinya belum menjabat Menpan-RB.
“Dalam konteks reformasi birokrasi ini pemerintah sepakat supaya tidak ada proses berbelit dalam upaya kepangkatan dan seterusnya. Memang masih ditemukan di beberapa daerah yang nakal, meritnya dilanggar,” terang Anas.
Isu pembubaran KASN memang sempat timbul-tenggelam. Sejak 2017 usul pembubaran KASN sudah santer terdengar, namun tidak diakomodir lebih lanjut. Lalu pada 2021, DPR menginisiasi revisi UU ASN dengan salah satu usulannya menghapus KASN.
Pada 2022 sempat terdengar kabar bahwa KASN tidak jadi dibubarkan, tapi justru dikuatkan. Usulan ini antara lain muncul rekomendasi untuk memberikan kekuasaan pada KASN untuk mengeksekusi pelanggaran yang dilakukan ASN. Namun pada September 2023, justru keputusan DPR menyatakan KASN dihapuskan.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera menyatakan, awalnya semua anggota fraksi memang mendukung penguatan KASN. Namun sikap itu berubah setelah ada kabar bahwa pemerintah mengusulkan pembubaran KASN.
“Tapi ada rapat kabinet terbatas bahwa dikabarkan Istana mengusulkan pembubaran KASN,” ujar Mardani dihubungi reporter Tirto, Selasa (10/10/2023).
Fraksi PKS, kata Mardani, tetap menolak usulan penghapusan KASN. Sementara itu, pemerintah menegaskan fungsi KASN akan diberikan ke salah satu deputi yang ada di Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI.
“Plus kita semua dikejar dengan waktu menyegerakan disahkannya UU ASN karena penyelamatan nasib jutaan honorer,” terang Mardani.
Ia juga menyampaikan, salah satu alasan pembubaran KASN adalah adanya pendapat bahwa fungsi lembaga tersebut tumpang tindih dengan Kemenpan-RB. “Iya (ada tumpang tindih), (Kementerian) PAN RB melihat perlu orkestrasi yang intens,” ucap Mardani.
Tidak Ada Tumpang Tindih
Komisioner KASN periode 2019-2024, Sri Hadiati Wara Kustriani mengaku kaget mendengar kabar bahwa lembaga tempatnya mengabdi akan dibubarkan. Menurut Hadiati, hingga saat ini belum ada informasi resmi yang diterima KASN, terkait pembubaran lembaga independen pengawas ASN tersebut.
Hadiati juga menyampaikan, KASN sangat terbatas dilibatkan dalam proses revisi UU ASN. Menurut hitungannya, KASN hanya diajak tiga kali pertemuan dan tidak ada satu pun wacana soal pembubaran.
“Yang ada penguatan, makannya cukup mengejutkan dari hasil diskusi penguatan, kok keputusan di pandangan tingkat I DPR kok pembubaran KASN,” kata Hadiati dihubungi reporter Tirto, Selasa (10/10/2023).
Menurutnya, Menpan-RB Azwar Anas memang sempat berkunjung ke kantor KASN setelah pengesahan revisi UU ASN. Namun, belum ada kepastian nasib pegawai KASN setelah mereka disebut akan dibubarkan.
“Minggu lalu berkunjungnya seingat saya, 2 hari setelah pengesahan revisi UU ASN. Kita masih menunggu nasib karena kami ada 150 PNS dan 58 PPPK, jangan sampai jadi korban ketidakpastian,” tegasnya.
Hadiati menepis anggapan yang menyebut KASN tumpang tindih dengan Kemenpan-RB. Menurutnya pengaturan tugas dan fungsi keduanya sudah sangat jelas dan tegas diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
“Itu jelas sekali pembagiannya Kemenpan-RB pembuat regulasi strategis terkait manajemen ASN. BKN bertugas dalam operasional dan pembinaan pengelolaan manajemen ASN dan LAN dalam pengembangan kompetensi,” terang Hadiati.
Sementara KASN sendiri, jelasnya, berwenang dalam melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN untuk perwujudan sistem merit. KASN juga berwenang dalam pengawasan penerapan kode etik dan perilaku ASN.
“Yang satu regulator dan satu pengawas, ini sudah jelas tugasnya. Memastikan regulasi itu dijalankan dengan baik, kalau disatukan malah aneh,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti momen penghapusan KASN di tahun politik. Menurutnya, pelanggaran netralitas ASN akan semakin terjadi jika tidak ada lembaga eksternal independen yang mengawasi ASN.
Rentan Politisasi
Koordinator Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Ghaliya Putri Sjafrina mempertanyakan keputusan pengambil kebijakan dengan membubarkan KASN. Menurutnya, hal ini bukan bagian dari upaya untuk melakukan reformasi birokrasi.
“KASN dibubarkan, tapi tanpa disertai tawaran gagasan baru atau regulasi pengaturan baru bagaimana pemerintah dan DPR menciptakan pengawasan terwujudnya birokrasi yang mengimplementasikan merit sistem dan lebih bersih dari politisasi kalau gini,” ujar Almas dalam konferensi pers yang diikuti Tirto secara daring, Selasa (10/10/2023).
Melimpahkan kewenangan pengawasan kepada kementerian atau Penjabat Pembina Kepegawaian (PPK), kata dia, justru berpotensi terjadinya politisasi terhadap ASN. Ia meragukan adanya pengawasan yang lebih independen dan konstruktif jika kewenangan tersebut dilakukan.
“Korupsi birokrasi juga akan makin marak dan pelik ke depan karena tupoksi pengawasan akan lebih besar pada PPK. Sementara kasus korupsi banyak melibatkan kepala daerah, bahkan otaknya ada yang kepala daerah,” ujar Almas.
Almas khawatir dengan tidak adanya KASN, akan terjadi pengerahan ASN untuk mendukung atau berpihak pada kepentingan politik tertentu. “Sumber daya dan sumber dana banyak digunakan untuk memenangkan atau mendukung calon-calon tertentu, khususnya terkait calon incumbent, keluarga incumbent, dan lain-lain,” terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Bejo Untung menyatakan, menurut pendataan lapangan yang pihaknya lakukan, memang masih banyak ASN yang tidak netral dalam preferensi politik.
“ASN ini sudah cenderung tidak netral, dia punya preferensi politik, nah preferensi politik inilah yang kemudian akan menjadi pengaruh bagi bergeraknya mobilitas politik warga terhadap apa yang jadi preferensinya,” ujar Bejo.
Ia menilai, KASN bekerja menindaklanjuti laporan yang pihaknya adukan terkait netralitas ASN. Namun, memang pada akhirnya KASN hanya mampu memberikan rekomendasi pada instansi atau pemerintah daerah terkait dalam merespons aduan tersebut.
“Saya enggak tahu apakah ini ada korelasinya tadi yang disebutkan bahwa usulan pembubaran KASN datang dari kepala daerah, yang mungkin karena banyak laporan terkait dengan ASN yang masuk ke meja mereka,” tambahnya.
Analis politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai, pengawasan ASN yang dilakukan oleh PPK atau menteri tidak akan mampu menghambat pelanggaran netralitas ASN. Justru, kata dia, ini menambah potensi politisasi di lingkup ASN.
“Bukan keinginan dari ASN juga biasanya politisi yang memainkan mereka di belakang layar. Kalau kita lihat pengawasan dari pimpinan justru ini yang bermasalah karena pimpinan sendiri yang menggerakkan mereka untuk mendukung politik,” ujar Ujang dihubungi reporter Tirto, Senin (10/10/2023).
Respons Pemerintah
Asisten Deputi Bidang Perancangan Jabatan, Perencanaan dan Pengadaan Sumber Daya Manusia Aparatur Kemenpan RB, Aba Subagja, sempat menjawab akan merespons pertanyaan Tirto soal pengawasan dan netralitas ASN setelah KASN dibubarkan. Namun, Aba tidak merespons saat dihubungi lebih lanjut. Kepala Biro Data, Komunikasi, dan Informasi Publik Kemenpan RB, Mohammad Averrouce, setali tiga uang.
Menpan RB Azwar Anas sebelumnya sempat menegaskan bahwa pengawasan ASN akan tetap berjalan, termasuk pengawasan soal netralitas ASN.
“Ada Deputi Wasdal, pengawasan, dan pengendalian. Dan, BKN ada 14 kanreg (kantor regional) dan 21 UPT (unit pelaksana teknis), ini akan jadi sejenis KASN yang mengawasi sistem merit, ini ada beberapa perwakilan di beberapa daerah justru ini akan diperkuat dan perpres kami ajukan,” ujar Anas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (6/10/2023).
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BKN Haryomo Dwi Putranto menambahkan, pengawasan sistem merit tetap akan dilakukan. BKN akan memastikan bahwa regulator dan implementator tetap berbeda. BKN akan tetap menjaga sistem merit, mengawasi netralitas ASN, kode etik, dan kode perilaku ASN.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz