Menuju konten utama
Kasus Terorisme di BUMN

Menyoal Pencegahan Terorisme di BUMN Usai Pegawai KAI Ditangkap

Kasus seperti DE ini tidak berdiri sendiri. Ada latar belakang dan jaringan sehingga perlu diungkap secara tuntas.

Menyoal Pencegahan Terorisme di BUMN Usai Pegawai KAI Ditangkap
Sejumlah anggota Densus 88 berjaga di depan rumah terduga teroris berinisial DE yang ditangkap di Bekasi, Jawa Barat, Senin (14/8/2023). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/hp.

tirto.id - Densus 88 Anti Teror Polri menangkap seorang pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Kereta Api Indonesia (KAI) berinisial DE di daerah Bekasi, Jawa Barat pada Senin kemarin. Kasus ini membuat program pencegahan terorisme di perusahaan pelat merah dipertanyakan.

“Iya benar, ada penangkapan terhadap satu target tindak pidana terorisme kelompok media sosial di wilayah DKI Jakarta,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Polisi Ahmad Ramadhan.

DE ditangkap Densus 88 di daerah Bulak Sentul, Harapan Jaya, Bekasi Utara pada Senin (14/8/2023) pukul 12.17 WIB. DE diduga sebagai salah satu pendukung ISIS dan mempropagandakan gerakan radikalisme di dunia maya.

“Pelaku aktif memberikan propaganda dengan cara memberikan motivasi untuk berjihad dan menyerukan agar bersatu dalam tujuan berjihad melalui Facebook,” kata Ramadhan.

Selain itu, DE juga terlibat dalam pengunggahan konten digital berupa baiat kepada pimpinan Islamic State (dulu dikenal ISIS), yakni Abu Husain Al Husain Al Quraysi.

DE, kata Ramadhan, juga terlibat dalam admin komunikasi telegram dan arsip dokumenter Breaking News yang merupakan channel update teror global yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia di media sosial Telegram. DE juga terlibat dalam pengadaan senjata api dan penggalangan dana.

“Tersangka diduga memiliki senjata api rakitan, terlibat penggalangan dana," ucap Ramadhan.

Upaya BUMN dalam Cegah Terorisme Gagal?

Penangkapan pegawai BUMN di era Erick Thohir akibat terlibat kegiatan terorisme atau kelompok radikal sebenarnya bukan kali pertama ini. Pada 2021, terduga karyawan BUMN Kimia Farma juga ditangkap oleh Densus 88 di Bekasi.

Kala itu, Erick menegaskan bahwa terorisme tidak boleh ada di tubuh BUMN. “Kita pastikan bersama-sama tidak ada tempat bagi terorisme di tubuh BUMN,” kata Erick seperti dikutip dari akun resmi YouTube Pos Indonesia di Jakarta, sebagaimana dikutip Antara kala itu.

Erick juga menjelaskan eks pegawai Kimia Farma itu tidak memiliki akses dan kewenangan untuk penggalangan dana CSR lewat Kimia Farma. Ia menekankan, BUMN terus memperkuat pencegahan paham radikalisme, termasuk bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan organisasi Islam.

Kementerian BUMN, lewat Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga juga memastikan, terduga pelaku saat itu merupakan pegawai lama sehingga tidak terkait dengan proses rekrutmen. Ia pun mengklaim program AKHLAK di Kementerian BUMN yang digagas Erick sudah berjalan.

Selain itu, Erick Thohir juga menerbitkan surat edaran larangan pegawai BUMN terlibat organisasi yang berafiliasi kelompok radikal dan terorisme. Dalam surat tersebut, [PDF] Erick melarang tidak hanya pegawai terlibat di organisasi terlarang maupun terorisme, tapi juga melarang penggunaan simbol dan atribut organisasi terlarang di tubuh BUMN.

Sekretaris Fraksi PPP DPR RI yang juga anggota Komisi VI yang membidangi BUMN, Achmad Baidowi menilai, kasus DE sebagai upaya menyadarkan publik bahwa aksi terorisme masih ada di Indonesia. Aksi teror tersebut masih bisa memapar instansi pemerintah yang notabene seharusnya melawan gerakan teror.

Pria yang akrab disapa Awiek ini mengatakan, kasus DE mengonfirmasi bahwa potensi masih banyak pegawai BUMN yang terpapar radikalisme. “Dengan demikian, program deradikalisasi di lingkungan BUMN tidak berjalan maksimal kalau tidak mau dikatakan gagal,” kata Awiek, Selasa (15/8/2023).

Awiek mendorong agar Kementerian BUMN melakukan langkah preventif dan pembinaan kepada jajaran pegawai BUMN agar para pegawai tidak terpapar paham radikalisme yang berujung pada aksi terorisme.

“Menteri BUMN Erick Tohir sebaiknya harus lebih serius memperhatikan masalah ini, jangan sampai lingkungan BUMN dicap menjadi salah satu sarang tumbuhnya benih-benih terorisme. Jangan sampai ikut terlena dengan hiruk-pikuk politik menjelang 2024,” kata Awiek.

Kasus Pegawai KAI Sinyal Paham Radikal Menyasar Siapa pun

Pemerhati isu terorisme yang juga Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta menilai, kejadian pegawai KAI terlibat terorisme sebagai sinyal bahwa paham radikalisme yang mengarah pada terorisme sudah menyebar ke siapa pun.

“Sebenarnya ini bukan masalah BUMN-nya, sebenarnya masalahnya adalah kelompok ini makin infiltrasi di mana-mana, dan paham radikal ini menyerang siapa saja. Ada BUMN, bahkan menyerang ASN, tidak berhenti menyerang ada anggota Polri," kata Riyanta kepada reporter Tirto, Selasa (15/8/2023).

Riyanta menilai, kadar ekstrimisme dan perilaku teror DE sudah cukup tinggi. Mengutip pandangan dosen Universitas Georgetown, Fathali M. Moghaddam dalam artikel The Staircase to Terrorism [PDF], kadar DE sudah masuk kategori kelompok yang siap melakukan teror dan masuk kategori 5 atau kategori 6 (sebagai catatan, dalam pandangan Fathali, kategori pemaparan terorisme terbagi dari kategori dasar, kemudian 1-5.

Dalam kacamata Riyanta, kategori dasar sama dengan kategori 1. Hal itu terlihat dari keterlibatan DE dalam gerakan ekstrimisme hingga menyediakan senjata untuk melakukan aksi teror.

Riyanta menilai, DE seharusnya bisa dideteksi. Kementerian BUMN seharusnya bisa mengawasi, mencegah, dan langsung menindak dengan pendekatan kontra ideologi ketika ada pegawai seperti DE.

Ia melihat BUMN tidak ada upaya untuk melakukan pencegahan pemaparan penyebaran paham ekstremisme yang berujung pada aksi terorisme. “Tidak ada upaya-upaya untuk deteksi dini cegah dini di BUMN. Kalau hanya surat edaran konyol," kata Riyanta.

Riyanta menilai, kasus DE juga membuktikan bahwa ada perubahan pola penyebaran paham terorisme. Dulu, gerakan penyebaran paham terorisme lebih pada kelompok kecil. Kini, gerakan mulai lewat penyebaran konten di media sosial.

Dari konten tersebut, kata dia, publik akan semakin terpapar akibat kesukaan korban terhadap konten serupa dan didorong algoritma media sosial. Aksi BUMN yang berusaha menangkal radikalisme lewat surat edaran akan sulit mengimbangi.

“Kementerian Kominfo harusnya melakukan penapisan terhadap konten-konten seperti ini, sehingga paparan melalui internet itu bisa dicegah. Ini tidak bisa kerja sendiri, tapi yang saya sayangkan ini disebut sudah mempunyai grup, membuat konten seperti itu kok bisa tidak terawasi gitu loh? Yang namanya orang ideologi radikal itu dia tidak peduli surat edaran," kata Riyanta.

Sementara itu, pemerhati BUMN, Herry Gunawan menegaskan, kasus DE adalah kasus personal. Menurut Herry, publik tidak bisa serta-merta menyalahkan Kementerian BUMN. Akan tetapi, Herry mengakui bahwa pembinaan pegawai BUMN perlu diperkuat.

“Kasus yang terjadi pada pegawai KAI itu sifatnya personal. Dugaan tindakan kriminal. Tentu BUMN, maupun Kementerian BUMN tidak bisa disalahkan. Kendati demikian, pembinaan di lingkungan BUMN, mengingat lembaga tersebut adalah aset negara, patut ditingkatkan. Kejadian dugaan terorisme itu harus jadi peringatan keras agar lebih waspada,” kata Herry.

Herry beranggapan, kasus seperti DE tidak berdiri sendiri. Ia yakin ada latar belakang dan jaringan sehingga perlu diungkap secara tuntas.

Saat ditanya soal pembinaan saat ini, Herry menilai, pembinaan sudah berjalan. Akan tetapi, pembinaan tidak dilakukan berlebihan. Pemantauan pegawai pun dilakukan secara acak sebagaimana pemeriksaan kesehatan.

“Selain itu, ketika ada proses kenaikan jabatan, pemeriksaan terkait radikalisme jadi penting. Apalagi Kementerian BUMN dan BUMN kan punya talent pool, pencarian para talenta untuk pemimpin BUMN masa depan,” kata Herry.

Selain soal pengawasan, Herry berharap kewaspadaan BUMN dan Kementerian BUMN bukan hanya pada rekrutmen awal, tetapi juga pemantauan dan evaluasi di masa depan usai kasus DE.

“Khususnya pada kenaikan jenjang atau level organisasi/jabatan. Pemeriksaan terkait radikalisme harus menjadi bagian dari proses tersebut," kata Herry.

Herry mendorong pengawasan berjenjang dilakukan dari unit manajerial di bawah. Pengawasan tidak hanya soal pekerjaan, tetapi juga perkembangan perilaku. Pengawasan juga dilakukan dengan survei internal secara random baik daring maupun luring.

“Selain itu, ada proses checking lebih ketat dalam kenaikan kepangkatan. Tentu SDM punya mekanisme checking yang kredibel untuk mendeteksi bibit radikalisme. Kalau ada yang terdeteksi, ya beri pengawasan khusus," kata Herry.

Terkait ini, reporter Tirto sudah menghubungi Staf Khusus Menteri BUMN Erick Thohir, Arya Sinulingga. Namun, hingga artikel ini dirilis ia belum meresponsnya.

Sementara itu, pihak KAI memastikan, pihaknya menyerahkan proses hukum yang sedang berjalan dan akan mendukung berbagai upaya dalam memberantas praktik terorisme buntut dugaan keterlibatan pegawai mereka itu.

“Kami siap bekerja sama dengan pihak berwenang terkait isu tersebut,” kata EVP of Corporate Secretary KAI, Raden Agus Dwinanto Budiadji dalam pernyataan resmi yang diterima Tirto.

Agus mengatakan, KAI tidak menoleransi tindakan yang bertentangan dengan hukum, terlebih pada kasus terorisme. Manajemen KAI, kata dia, akan menindak secara tegas karyawannya jika terbukti terlibat dalam kasus terorisme.

“KAI berkomitmen untuk turut memberantas kejahatan terorisme di lingkungan perusahaan dengan terus mengingatkan seluruh jajaran mengenai integritas dan nasionalisme, serta melakukan peningkatan pengawasan oleh fungsi terkait," ucap Agus.

Baca juga artikel terkait TERORISME atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz