Menuju konten utama
Ketentuan Perparkiran

Berjuang Mendapatkan Hak & Keadilan Konsumen di Lahan Parkir

Parkir liar perlu ditertibkan karena bila terjadi insiden di lahan itu, konsumen pemilik kendaraan tak bisa mendapat hak ganti rugi.

Berjuang Mendapatkan Hak & Keadilan Konsumen di Lahan Parkir
Pengendara motor roda dua memasuki area lahan parkir "Park and Ride" di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (4/9/2019). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

tirto.id - Konsumen pemilik kendaraan kerap kali mesti berjuang mendapatkan haknya di lahan parkir tempat menitipkan kendaraan. Insiden di lahan parkir yang membuat kendaraan konsumen hilang atau rusak terkadang tak menemui penyelesaian akhir. Pengelola parkir yang tak bertanggung jawab membuat pemilik kendaraan harus mengubur asa mendapatkan hak ganti rugi. Salah satu bentuk insiden yang menjadi momok pemilik kendaraan di lahan parkir adalah peristiwa kebakaran.

Kebakaran di lahan parkir beberapa kali menjadi sorotan. Pada Oktober 2020 misal, kebakaran melanda pemukiman di belakang Mal Senayan City, Jalan Simprug Golf RT 10 RW 08, Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kebakaran melalap 25 unit rumah dan sejumlah sepeda motor di beberapa bangunan yang difungsikan sebagai lahan parkir oleh warga.

Setahun sebelumnya atau pada 2019, kebakaran juga terjadi di sebuah area parkir milik warga di Jalan Budi Mulia Utara, Pademangan, Jakarta Utara. Kala itu, api menghanguskan 14 unit mobil, lima sepeda motor, dan tiga bedengan. Kerugian ditaksir mencapai miliaran rupiah akibat insiden ini.

Teranyar, kebakaran terjadi di sebuah rumah makan soto di dekat Mal Gandaria City, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Jumat malam, 11 Agustus 2023. Kobaran api juga merambat dan membakar parkiran sepeda motor di dekat lokasi.

Kanit Reskrim Polsek Kebayoran Lama, AKP Iwan Ridwanullah menyampaikan, jumlah motor yang terbakar di lahan parkir sedikitnya 90 unit. Kepolisian juga membuka posko pelaporan bagi pemilik sepeda motor korban kebakaran yang berharap agar kendaraannya dapat diganti rugi.

“Korban yang lapor ada sekitar 80-an yang terdata,” kata Iwan Ridwanullah kepada awak media, Minggu (13/8/2023).

Ketua Indonesia Parking Association (IPA) Rio Octaviano menjelaskan, pemberian ganti rugi bagi kendaraan konsumen yang mengalami kerusakan atau kehilangan di lahan parkir tidak bisa dipukul rata. Pertama, kata Rio, perlu dipastikan dahulu legalitas lahan parkir yang digunakan.

Rio mencontohkan kasus kebakaran lahan parkir di Gandaria di atas, pihak berwenang perlu menelusuri terlebih dulu apakah lahan parkir yang digunakan telah memiliki izin atau lahan parkir liar.

“Kalau dia berizin dan memiliki pengelolaan yang resmi, maka kendaraan yang terbakar beberapa waktu itu seharusnya tercover asuransi, karena memang untuk mendapatkan izin parkir wajib memiliki asuransi parkir sebelum mengajukan permohonan izin tersebut,” kata Rio dihubungi reporter Tirto, Senin (14/8/2023).

Parkir Liar Tak Bisa Berikan Ganti Rugi

Sebaliknya, Rio menjelaskan, apabila lokasi tersebut dikelola tanpa ada izin parkir dari Dinas Perhubungan (Dishub), maka lokasi tersebut bisa dikategorikan sebagai parkir liar dan uang kutipan yang diminta termasuk sebagai pungutan liar atau pungli.

“Tetapi hal ini harus dibuktikan dengan meminta status lahan tersebut dan keabsahannya digunakan sebagai kantong parkir. (Nanti) tergantung dari pengelola yang bertanggung jawab (untuk kerugian), tapi secara hukum tidak ada keterikatan (bagi parkir liar)” jelas Rio.

Komentar senada diucapkan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Edy Halim. Ia menyatakan bahwa tanggung jawab ganti rugi secara hukum berlaku hanya kepada pengelola parkir resmi. Untuk penggunaan parkir liar, insiden kerusakan dan kehilangan kendaraan konsumen tidak memiliki dasar hukum.

“Jadi itu menjadi pengelola parkir kalau parkir resmi ya, berbeda hal dengan parkir liar. Kalau parkir liar susah ya, ini agak sulit, kalau dia parkir liar, kawasan itu dalam pengawasan siapa?” kata Rizal kepada reporter Tirto, Senin (14/8/2023).

Selain itu, Rizal menegaskan, pengelola parkir tidak boleh menuliskan peringatan di tiket parkir bahwa pihak pengelola tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan kendaraan. Ini dikarenakan, pengelola parkir resmi wajib bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada kendaraan konsumen.

“Enggak boleh tentu (memasukkan penekanan di tiket bahwa pengelola parkir lepas tangan), karena tanggung jawab kehilangan dan kerusakan itu tanggung jawab pengelola parkir, kalau itu yang resmi ya,” tegas Rizal.

Lahan Parkir Pecenongan Jakarta

Lahan parkir di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat. tirto.id/Andrey Gromico

Pengelola Parkir Resmi Wajib Memberi Ganti Rugi

Di DKI Jakarta, telah ada regulasi yang tertuang dalam Perda Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran yang terbit pada 28 September 2012. Perda ini memberikan perlindungan keamanan bagi kendaraan yang parkir di lokasi parkir resmi berupa kehilangan dan kerusakan, serta mewajibkan pengelola parkir menyediakan fasilitas parkir khusus untuk penyandang disabilitas, ibu hamil, orang tua dan pengguna sepeda.

Perda Nomor 5 tahun 2012 ini juga diperkuat dengan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 120 Tahun 2012 tentang biaya parkir pada penyelenggaraan fasilitas parkir untuk umum di luar badan jalan (off street/dalam gedung). Pergub ini mengatur bahwa setiap kehilangan atau kerusakan kendaraan yang dialami konsumen jadi tanggung jawab pengelola parkir.

Dalam Bab 2 Pasal 4 Pergub No. 120 Tahun 2012 ini, diatur bahwa tarif parkir sudah termasuk pajak parkir dan jaminan keamanan atas risiko kehilangan dan kerusakan kendaraan di tempat parkir yang menjadi tanggung jawab pengelola parkir.

Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno menegaskan, jika mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen, maka konsumen berhak mendapatkan ganti rugi terhadap hilang atau rusaknya kendaraan yang dititipkan di tempat parkir. Pihak pengelola parkir yang mencantumkan ketentuan bahwa mereka lepas tangan dari tanggung jawab ganti rugi tidak dapat dibenarkan.

“Pencantuman tulisan klausul baku secara sepihak oleh pelaku usaha (parkir) dengan maksud untuk mengalihkan tanggung jawab, tidak dapat dibenarkan dan dilarang. Hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dan berdasar Pasal 18 ayat (3) UUPK klausula tersebut dinyatakan batal demi hukum,” kata Agus kepada reporter Tirto.

Hal Ini, menurut Agus, berjalan linier dengan Putusan MA No 3416/Pdt/1985. Majelis hakim berpendapat bahwa perparkiran merupakan perjanjian penitipan barang, yang oleh karena itu, hilangnya barang atau kendaraan milik konsumen menjadi tanggung jawab pengelola parkir.

Agus menambahkan, konsumen tinggal membuktikan bahwa barang atau kendaraan yang dimaksud memang terbukti hilang atau rusak di tempat parkir.

“Jadi dalam hal hilang atau rusaknya barang atau kendaraan milik konsumen, pelaku usaha perparkiran tidak bisa melepaskan tanggung jawab begitu saja. Bahkan pemilik tempat parkir dapat digugat secara hukum perdata karena Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan Pasal 1365, 1366, dan 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,” jelas Agus.

Di sisi lain, Ketua Indonesia Parking Association (IPA) Rio Octaviano menuturkan, asuransi parkir hanya mengcover hal-hal yang diakibatkan oleh kecerobohan pengelola parkir dan terjadi di area parkir.

“Kalau memang terjadi karena kelalaian pengelola parkir, dapat menghubungi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan RI,” kata Rio.

Parkir Liar Perlu Ditertibkan

Rio menjelaskan, parkir liar perlu ditertibkan karena jika terjadi insiden di lahan tersebut, konsumen pemilik kendaraan akan mengalami kerugian karena tidak bisa mendapatkan hak ganti rugi.

“Dinas Perhubungan wajib bekerja sama dengan instansi terkait dalam hal penertiban lokasi parkir liar, kami dulu pernah juga diajak dalam diskusinya, memang butuh penanganan yang serius untuk parkir liar ini, untuk lokasi parkir di badan jalan maupun lokasi parkir di luar badan jalan,” imbuh Rio.

Hal senada diungkapkan Agus Suyatno Ia menyampaikan bahwa parkir liar tidak memiliki dasar hukum. Sehingga jika terjadi insiden, maka pihak konsumen akan mengalami kerugian yang lebih besar.

“Sesuatu yang tidak masuk dalam payung aturan, bagaimana akan menerapkan sanksinya,” ujar Agus.

Agus menambahkan, di Indonesia, parkir masih sebatas sumber pendapatan asli daerah (PAD). Padahal parkir bisa dilihat juga sebagai bagian dari sistem manajemen lalu lintas dan sebagai bagian layanan publik.

“Nah, kebanyakan kota di Indonesia masih sebatas parkir sebagai sumber PAD. Dengan demikian potensi memunculkan parkir liar yang merugikan konsumen. Pemda harusnya berani merangkul mereka untuk pengelolaan parkir legal, dengan demikian ada PAD, tidak memakan banyak bahu jalan dan menjadi bagian layanan publik,” jelas Agus.

Kepala Bagian Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Aznal menyatakan, perparkiran di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan.

Aznal menyatakan, pada Pasal 102 PP Nomor 79 tahun 2013, penyelenggara fasilitas parkir untuk umum di luar ruang milik jalan wajib menyediakan tempat parkir sesuai dengan standar teknis yang ditentukan; melengkapi fasilitas parkir paling sedikit berupa rambu, marka dan media informasi tarif, waktu, ketersediaan ruang parkir, dan informasi fasilitas parkir khusus.

Pengelola parkir juga harus memastikan kendaraan keluar masuk satuan ruang parkir dengan aman, selamat, dan memprioritaskan kelancaran lalu lintas.

“Juga menjaga keamanan kendaraan yang diparkir, memberikan tanda bukti dan tempat parkir dan mengganti kerugian kehilangan dan kerusakan kendaraan yang diparkir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Aznal dihubungi reporter Tirto, Senin (14/8/2023).

Dalam PP Nomor 79 tahun 2013 juga diatur, bahwa izin parkir merupakan kewenangan yang diberikan gubernur untuk fasilitas parkir yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, bupati untuk fasilitas parkir yang berada di wilayah administrasi kabupaten, dan wali kota untuk fasilitas parkir yang berada di wilayah administrasi kota.

“Kalau parkir di luar ruang milik jalan itu kewenangan di pemda (Dishub). Nah kalau di dalam gedung misal ada kehilangan atau apa itu tanggung jawab pengelola parkir,” jelas Aznal.

Baca juga artikel terkait PARKIR atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz