tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih bertahan di kisaran 5 persen selama 10 tahun ke belakang tidak akan bisa membawa Indonesia menjadi negara maju.
Apalagi, menurutnya, Indonesia mempunyai cita-cita untuk menjadi negara dengan berpendapatan tinggi di hari ulang tahunnya yang ke 100 tahun.
“Tentu kalau ditanya 5 persen, cukup? Tidak. Terhadap keinginan kita untuk menciptakan kemajuan atau mencapai high income country,” ungkapnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Namun, tambahnya, dengan kondisi ketidakpastian yang masih melanda dunia berikut dampaknya ke Indonesia, pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen membuktikan bahwa ekonomi Indonesia masih cukup resiliensi.
Bahkan di saat banyak negara mengalami tekanan pelemahan perekonomian atau resesi seperti yang terjadi di banyak negara di Eropa, Indonesia justru harus mempertahankan resep agar perekonomian domestik tetap terjaga stabil.
Menurutnya, hal ini perlu dilakukan untuk menjaga permintaan domestik sembari mencari peluang dari kondisi ketidakpastian global.
“Terutama dalam memastikan Indonesia dalam global value chain,” imbuhnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, salah satu kunci Indonesia dapat menjaga pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen adalah dengan menjaga agar konsumsi masyarakat tetap terjaga di kisaran 5 persen.
Pada saat yang sama, pemerintah juga harus memacu laju investasi, mendongkrak konsumsi pemerintah dan memulihkan kinerja ekspor yang dalam dua tahun belakangan mengalami tekanan.
“Dari sisi sektoral, manufaktur kita masih mengalami tekanan, kecuali sektor-sektor yang masuk dalam global value chain. Perdagangan masih relatif baik, pertanian akibat El Nino. Pada saat Pandemi Covid-19 sebenarnya kita relatif bagus. Growth-nya bahkan mencapai 3, mendekati 4 persen. Tapi El Nino berkepanjangan sejak 2023 mempengaruhi kinerja pertanian,” jelas Sri Mulyani.
Dengan kondisi ini, pemerintah juga memiliki pekerjaan rumah untuk kembali meningkatkan kinerja sektor pertanian.
Di sisi lain, kinerja sektor perdagangan masih terjaga stabil, meskipun rantai pasok dunia tengah terimpit akibat situasi geopolitik dunia. Sebaliknya, karena faktor geopolitik tersebut sektor pertahanan nasional mengalami tekanan.
“Untuk sektor jasa yang lain itu relatif resiliensi. Dan ini menggambarkan itu kelas menengah, pembukaan kesempatan kerja. Sekarang terbuka di sektor-sektor yang sifatnya jasa, 18,5 persen kontribusinya terhadap GDP kita,” sambungnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5 persen juga didorong oleh percepatan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah di Indonesia. Pun, hilirisasi memegang peranan penting terkait pemerataan ekonomi nasional.
“Jadi [pertumbuhan ekonomi] regional atau spasial yang merata memberikan dampak stabilisasi terhadap growth Indonesia, supaya tidak tergantung hanya pada satu lokasi,” ujarnya.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi