Menuju konten utama
Pemberantasan Korupsi

Menanti Pembentukan Pansel KPK di Akhir Pemerintahan Jokowi

Zaenur mengingatkan esensi pembentukan pansel adalah membuat pemerintah mencari kandidat pimpinan KPK secara objektif.

Menanti Pembentukan Pansel KPK di Akhir Pemerintahan Jokowi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

tirto.id - Kursi pimpinan KPK periode saat ini akan segera berakhir. Nawawi Pomolango cs akan habis masa jabatan pada Desember 2024. Akan tetapi, hingga saat ini, pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo belum membentuk panitia seleksi pimpinan KPK.

Dalam catatan Tirto, pemerintah sebelumnya memang berniat untuk membentuk pansel KPK pada 2023. Mensesneg Pratikno mengaku memfinalisasi pembentukan pansel KPK kala itu. Mereka membentuk pansel karena masa kepemimpinan pimpinan KPK hanya berlangsung selama 4 tahun dan berakhir pada 20 Desember 2023.

“Jadi nanti pansel KPK yang akan kita bentuk itu kita harapkan sudah mulai bekerja sebelum pertengahan Juni ini. Masih ada waktu 6 bulan lah untuk proses seleksi,” kata Pratikno pada 24 Mei 2023.

Akan tetapi, proses seleksi itu gagal setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Bonyamin Saiman, dan advokat Christoporus Harno. Dalam perkara Nomor 112/PUU-XX/2022 pada 15 Agustus 2024, MK menyatakan masa jabatan pimpinan KPK mengikuti masa periode jabatan presiden dan legislatif selama 5 tahun. Waktu masa seleksi pengisian jabatan KPK 2024-2029 dilakukan oleh presiden dan DPR oleh periode selanjutnya.

“Dengan demikian, tidak ada lagi keraguan yang dimaksud oleh putusan MK tersebut, yaitu masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun, yang berlaku juga bagi pimpinan KPK saat ini. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 47 UU MK yang menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum,” kata Suhartoyo saat membacakan putusan.

Kabar terakhir, tepatnya per 1 April 2024, Tenaga Ahli Utama Deputi IV Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin, mengatakan, Presiden Joko Widodo memang belum membentuk pansel KPK.

“Belum, belum ada," kata Ngabalin kala itu. Ngabalin mengaku pencarian kandidat pansel berjalan baik dan tidak ada masalah.

Sejumlah pegiat antikorupsi pun mengharapkan agar panitia seleksi KPK kali ini dapat dibentuk dan berjalan baik. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan, pemerintah umumnya membentuk pansel pada Mei sebagaimana saat pembentukan pansel di 2019. Mereka berharap agar pansel yang bertugas belajar dari kejadian seleksi 2019.

“Tentu kami mendorong agar pansel itu bisa segera dibentuk oleh pemerintah namun mesti didasarkan atas evaluasi tahun 2019 yang lalu, di mana kita melihat pansel yang penuh dengan konflik kepentingan, pansel yang kontroversi, dan catatan-catatan itu harus diperbaiki,” kata Kurnia kepada reporter Tirto.

Harus diakui hasil pansel KPK 2019 memang menjadi kontroversi. Jokowi menunjuk nama besar ahli hukum dan masyarakat sipil seperti Yenti Garnasih, Indrianto Senoadji, Hendardi, Hamdi Muluk hingga Al Araf. Akan tetapi, hasil pansel justru meloloskan Firli Bahuri, mantan Deputi Penindakan KPK yang tersandung kasus etik di KPK.

Hal itu lantas berimbas pada sepak terjang Firli selama menjadi pimpinan di KPK. Pada akhirnya, Firli mengundurkan diri karena tersandung kasus korupsi upaya penerimaan suap dari eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.

Karena itu, Kurnia mendorong agar anggota pansel diisi figur tanpa afiliasi pihak tertentu, punya kedekatan dengan penegak hukum, dan mampu mendengar masukan publik.

Kurnia mengakui bahwa pergantian pimpinan KPK kali ini agak spesial karena berjalan saat masa transisi kepemimpinan. Akan tetapi, ia berharap Jokowi mau memberikan catatan positif dalam pemberantasan korupsi dengan memilih kandidat pansel yang mampu mencari pemimpin KPK berkualitas. Ia berharap pemilihan pimpinan akan mampu membangun KPK menjadi berintegritas, anti-konflik kepentingan dan bekerja baik.

“Itu semua mungkin terjadi kalau panselnya benar-benar diisi figur-figur yang berintegritas," kata Kurnia.

Kurnia mengaku pansel tidak perlu buru-buru dibentuk, tetapi pansel harus mampu menjawab permasalahan KPK, isu pemberantasan korupsi, dan paham dalam mencari figur yang tepat untuk duduk di kursi lembaga antirasuah.

Di sisi lain, pemerintah harus bisa bekerja tanpa beban. Ia beralasan, kejadian 2023, ketika pemerintah lambat membangun pansel akibat menunggu putusan MK tentang masa jabatan pimpinan KPK tidak boleh terulang. Tahun ini, pemerintah harus bisa menunjuk pansel yang independen, tidak ada hubungan dengan partai maupun penegak hukum. Jika tidak, pansel bisa jadi akan berhadapan dengan publik seperti pansel KPK 2019.

“Maka dari itu kami mendorong agar dibuka kanal partisipasi masyarakat, ditunjuk figur-figur pansel yang betul-betul berintegritas dan tidak ada kedekatan dengan institusi penegak hukum tertentu," kata Kurnia.

Sementara itu, peneliti PUKAT UGM Yogyakarta, Zaenur Rohman, menilai lama atau tidak adalah sesuatu yang bersifat tentatif. Ia justru menekankan agar pemerintah membentuk pansel dengan waktu yang cukup agar bisa melakukan seleksi dengan baik.

“Kalau panselnya dikasih waktu mepet, tentu pansel tidak punya banyak waktu untuk membuat persiapan-persiapan yang dibutuhkan di dalam seleksi,” kata Zaenur kepada reporter Tirto, Jumat (19/4/2024).

Zaenur tidak ingin kejadian kepemimpinan KPK 2019-2024 terulang, yaitu KPK hanya diisi 4 orang di akhir masa jabatan pasca Firli Bahuri mundur karena tersandung kasus. Hal ini berimbas pada kondisi KPK yang mungkin terjadi deadlock. Situasi ini semakin sulit karena posisi seleksi kali ini berbarengan dengan transisi pemerintahan.

“Kalau soal transisi tentu ini sangat-sangat riskan. Kenapa? Karena sangat mungkin pansel yang dibentuk akan mencerminkan kepentingan dari Presiden Jokowi," kata Zaenur.

“Itu sangat mungkin. Kenapa? Tentu rezim yang berakhir masa jabatannya itu tentu ingin mengamankan diri ke depan dan pansel itu sangat menentukan konfigurasi dari calon-calon yang akan terpilih sehingga konfigurasi pansel itu mencerminkan interest dari presiden sekaligus juga secara forecasting akan sangat berpengruh terhadap konfigurasi calon pimpinan KPK yang terpilih," kata Zaenur.

Zaenur menekankan, ada potensi pansel akan memilih kandidat pimpinan yang tidak menyolek Presiden Jokowi dan kelompoknya. Ia berspekulasi petinggi negara, termasuk presiden tidak ingin menghadapi risiko apa pun usai tidak lagi menjabat.

Zaenur mengingatkan esensi pembentukan pansel adalah membuat pemerintah mencari kandidat pimpinan KPK secara objektif. Ia mengingatkan lembaga antirasuah bersifat independen sehingga pengisian harus independen. Oleh karena itu, pansel tidak boleh memuat niat atau perpanjangan tangan dari cabang kekuasaan pemerintah.

Ia mengatakan, batas waktu dan tahapan rekrutmen sudah diatur dalam UU KPK saat ini. Komposisi pansel pun juga sudah diatur dalam undang-undang di mana harus berisi tokoh masyarakat maupun akademisi.

Anggota pansel pun harus tidak berafiliasi dengan partai, kelompok tertentu, menunjukkan spirit antikorupsi, punya rekam jejak jujur dan berintegritas. Jika gagal dalam memilih pansel, maka ada peluang pimpinan terpilih akan tidak independen dan berpihak.

“Kalau gagal menjamin independensi, integritas, profesionalitas dari pansel, maka ya jangan terlalu banyak berharap kepada pimpinan KPK yang terpilih juga akan berkualitas, independen, berintegirtas dan seterusnya," kata Zaenur.

Respons Pemerintah

Tenaga Ahli Madya Deputi V Kantor Staf Presiden, Yusuf Gumilang, mengatakan pemerintah tengah membentuk pansel KPK yang dilakukan Kemensetneg. Saat ini, pemerintah tengah melakukan koordinasi dan penapisan terhadap kandidat calon anggota pansel.

“Koordinasi intens, dan proses penapisan sedang dilakukan kepada calon-calon anggota pansel agar nantinya benar-benar terpilih yang memiliki pengalaman, kapasitas, dan integritas yang teruji, serta dapat diterima oleh publik,” kata Yusuf kepada reporter Tirto, Jumat (19/4/2024) malam.

Yusuf memastikan pemerintah, lewat Mensesneg Pratikno akan mengumumkan nama-nama tim pansel yang sudah ditetapkan presiden dan berjalan pada 2024. Ia mengaku, waktu pansel masih cukup untuk bekerja optimal.

Yusuf mengacu pada kerja pansel pada 2019 yang bekerja dengan baik saat mulai bekerja dari Juni. Ia yakin, tim akan mampu menyelesaikan tahapan seleksi. Hal itu dari proses penjaringan hingga uji kelayakan dan kepatutan yang berujung pada pelantikan di Desember meski berada dalam waktu transisi kepemimpinan.

Yusuf juga menekankan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi mengedepankan 5 poin, yakni: memperkuat strategi pencegahan korupsi, melakukan penindakan kasus korupsi besar, menjaga profesionalitas aparat penegak hukum, melakukan asset tracing dan asset recovery, serta memperkuat regulasi melalui instrumen UU (RUU Perampasan Aset).

Yusuf mengakui tantangan dan tanggung jawab pimpinan KPK ke depan tentu akan lebih berat, karena kasus hukum yang menjerat beberapa pimpinan KPK saat ini. Oleh karena itu, ke depan, masalah yang ditemukan harus dievaluasi dan tidak boleh terjadi lagi karena berpengaruh buruk terhadap kepercayaan publik dan persepsi yang tergambar dari berbagai indeks, terutama Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK).

“Di dalam konteks ini, pansel calon pimpinan KPK memiliki peranan penting sebagai ujung tombak untuk menyeleksi orang-orang yang memiliki kapasitas, berintegritas, untuk memimpin komisi antirasuah. Hal ini penting tidak hanya untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi antirasuah ini, tapi juga agar koordinasi dan supervisi antar lembaga penegak hukum dalam pemberantasan korupsi dapat berjalan lebih baik,” kata Yusuf.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz