Menuju konten utama

Mengatasi Post Holiday Blues demi Mengembalikan Motivasi Kerja

Mengatasi post holiday blues dapat dimulai dengan menciptakan suasana ceria di hari pertama masuk kerja sehabis liburan.

Mengatasi Post Holiday Blues demi Mengembalikan Motivasi Kerja
ASN sedang bekerja. (FOTO/Shutterstock/Odua Images)

tirto.id - Sudah dua hari Agnia (24) memilih bekerja jarak jauh dari rumah atau dari kedai kopi favoritnya. Perempuan yang berkarier sebagai copywriter ini merasa belum rela melakoni kembali rutinitas pekerjaan setelah menikmati libur Lebaran 2024.

Untungnya, agensi digital tempat Agnia bekerja, memberi keringanan kepadanya dengan hanya mewajibkan 1 hari kerja di kantor pada pekan pertama setelah liburan.

“Masuk dari Selasa [16/4/2024] tapi aku cuma ngantor kemarin [Kamis]. Untungnya kantor rada pengertian, enggak enaknya harus selalu di depan layar,” kata Agnia kepada reporter Tirto, Jumat (19/4/2024).

Agnia mengaku kesal dengan momen libur Lebaran kali ini. Menurut dia, terlalu banyak agenda yang dilakukan dengan embel-embel ‘acara keluarga’ sehingga tak ada waktu untuk diri sendiri. Bahkan, dia merasa belum liburan sama sekali.

“Enggak ada ih, aku kayak main gitu-gitu atau jalan ke tempat wisata gitu yang emang aku pengen. Ini acara keluarga enggak udah-udah dari hari H [Lebaran],” keluh dia.

Menurut dia, mungkin hal tersebut menjadi faktor mengapa dia masih ogah-ogahan bekerja setelah liburan. Agnia sendiri mengaku ingin sekali bertemu dengan rekan-rekan kantornya. Namun, dia masih merasa kurang tertarik jika pertemuan itu diselingi dengan pembahasan soal pekerjaan.

“Ya pasti kan enggak jauh dari kerjaan, kayak males deh nanti dulu baru juga ketemu,” kata dia sambil tertawa.

Apa yang dirasakan Agnia, mungkin dirasakan juga oleh banyak pekerja lain yang harus kembali menjalani rutinitas hariannya setelah libur panjang Lebaran 2024.

Perasaan sedih, kurang energi, tidak semangat beraktivitas, hingga cemas setelah liburan biasa dikenal di dunia psikologi dengan istilah post holiday blues. Seseorang yang mengalami keadaan ini cenderung sulit beranjak atau bertransisi menjalani rutinitas harian usai liburan.

Keadaan serupa dengan Agnia, juga dialami oleh Fadil. Pria berusia 27 tahun itu bekerja sehari-hari sebagai surveyor di salah satu perusahaan swasta. Meski sudah pulang kampung alias mudik untuk menengok keluarga dan sanak famili, Fadil justru merasa sedih karena masa liburan sudah rampung.

“Kembali ke kerjaan harian yang berat, ke tanah rantau tempat nyari duit,” ucap Fadil ditemui reporter Tirto.

Ayah dengan satu orang anak laki-laki berusia setahun ini, baru saja kembali dari kampung halamannya di Bojonegoro, Jawa Timur pada Senin (15/4/2024) lalu. Dia tadinya ingin lebih lama di kampung, karena adik perempuannya akan mengadakan pesta pernikahan bulan depan.

Namun apa daya, kata dia, kewajiban bekerja di kantornya yang terletak di Jakarta Selatan itu mau tak mau harus dijalankan. Menurut Fadil, keputusannya kembali ke tanah rantau yang mepet dengan hari pertama masuk kerja setelah libur panjang Lebaran itu, bahkan sempat diwarnai ocehan dari atasannya.

“Si bos takut aku enggak bisa masuk hari pertama kerja karena langsung ke lapangan dan butuh orang. Aku bilang, santai bos, capek enggak capek saya jalan kok,” kata Fadil diselingi tawa.

Nahas, yang dikhawatirkan Fadil justru betul terjadi. Hari pertama bekerja, Fadil justru merasa tidak enak badan dan pegal-pegal imbas perjalanan panjang dari kampung. Namun, karena tidak enak dengan pihak kantor dan sudah berjanji, dia tetap memaksakan masuk kerja.

“Sampai sekarang badanku ini masih pegel, harusnya sih emang benar mungkin ada jeda dulu kali ya sebelum masuk kerja. Jangan langsung kerja gitu loh besoknya,” ucap Fadil.

Tradisi Lebaran Topat di Mataram

Warga memanggul Topat Agung dalam rangkaian tradisi Lebaran Topat di Taman Wisata Loang Baloq, Mataram, NTB, Rabu (17/4/2024). ANTARA FOTO/Dhimas Budi Pratama/rwa.

Berbeda dengan dua responden sebelumnya, Iqbal (25), malah sangat menantikan kembali bekerja dan menjalani rutinitas setelah libur panjang. Pria yang bekerja sebagai staf di sebuah minimarket ini merasa tidak ada kegiatan jika terlalu lama libur. Dia juga mengaku, bertemu dengan rekan-rekan kerja setelah sekian lama tak bersua, menjadi salah satu pemantik semangat untuk kembali bekerja.

“Ngapain di rumah lama-lama lah. Kalau saya mikirnya kita mending kerja, ada kegiatan, ketemu temen di kerjaan kan. Lagian kelamaan libur malah nggak semangat,” kata Iqbal kepada reporter Tirto.

Iqbal mewajarkan jika banyak pekerja lain yang merasa tidak semangat kembali ke rutinitas harian setelah libur panjang. Dia pun mengaku pernah merasakan hal yang sama. Namun saat ini, kata dia, perasaan yang biasa disebut post holiday blues itu sudah dapat diatasinya.

“Kalau saya yang terpenting sebelum masuk nih ya, usahain tuh kita tenang. Ngopi kek sama teman, main gitu sehari sebelum masuk, ibaratnya puas-puasin dulu.” tutur pria asal Kota Bogor itu.

Mengatasi Post Holiday Blues

Psikolog klinis, Veronica Adesla, menilai post holiday blues muncul karena adanya perasaan kontras ketika transisi dari masa libur panjang dan rutinitas harian. Misalnya, ketika libur hari-hari dipenuhi dengan rasa menyenangkan sehingga memunculkan perasaan enggan melepas kebahagiaan itu setelah liburan.

“Terlepas dari rutinitas pekerjaan, bersantai dan bersenang-senang dengan keluarga, menikmati suasana berbeda dan melakukan aktivitas yang menyenangkan tentu bisa membuat perasaan enggan ketika harus melepaskan suasana ini dan kembali kepada realita menjalankan rutinitas,” jelas Vero, sapaan akrabnya, kepada reporter Tirto.

Terlebih, ada kalanya persepsi diri pada rutinitas pekerjaan dapat meliputi hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti pemenuhan tuntutan, tekanan tugas, target, masalah pekerjaan, dan hal-hal yang monoton. Masa liburan yang panjang, juga bisa menjadi salah satu faktor yang dapat menyedot habis energi sosial seseorang.

“Liburan ternyata berinteraksi dengan banyak orang yang menimbulkan clash atau perselisihan ataupun menimbulkan perasaan tidak suka atau tidak nyaman. Atau semisal bagi orang introvert yang selama liburan dihadapkan dengan situasi kondisi harus bertemu dan terlibat dalam interaksi aktif dengan banyak orang,” tutur Vero.

Kehabisan energi ini tentu akan menimbulkan rasa lelah dan kurang motivasi. Ditambah, ada beban pekerjaan yang harus diselesaikan ketika kembali menjalani rutinitas harian. Vero berpendapat, menyiasati hal ini dapat dimulai dengan menciptakan suasana ceria di hari pertama masuk kerja sehabis liburan.

“Memulai hari-hari pertama masuk kerja dengan sedikit lebih santai sebelum di-gas kembali seperti semisal diselingi dengan sedikit acara makan bareng untuk merayakan late Idulfitri bareng bersama kantor,” ujar Vero.

Peneliti psikologi sosial dari Universitas Indonesia (UI), Wawan Kurniawan, berpendapat masa liburan seperti Lebaran cenderung memunculkan interaksi intensif individu dengan banyak orang sehingga dapat menguras energi secara signifikan.

Hal ini disebabkan oleh adanya luapan energi emosional besar yang diperlukan untuk menjaga sopan santun dan keterlibatan sosial di sekitar.

“Bertemu dan berbaur dengan kerabat yang mungkin jarang ditemui juga menambah beban karena menciptakan tekanan sosial dan ekspektasi yang tinggi, seringkali menyebabkan stres. Selain itu, selama liburan, individu mungkin diharuskan untuk mengambil peran sosial yang berbeda,” terang Wawan kepada reporter Tirto.

Keadaan post holiday blues, kata dia, dapat terjadi juga ketika terdapat perbedaan antara ekspektasi selama liburan dengan kenyataan yang dihadapi setelah masa ini. Hal tersebut bisa menimbulkan perasaan kecewa sehingga menambah berat transisi kembali ke rutinitas sehari-hari.

“Ironisnya, meskipun liburan seharusnya memberikan waktu untuk istirahat, banyak orang justru merasa lebih lelah pasca-liburan, terutama jika kegiatan liburannya padat dan melelahkan,” kata Wawan.

Menurut Wawan, kebijakan kantor yang meringankan dapat membantu para pegawai beradaptasi kembali menjalani rutinitas harian. Misalnya, melakukan transisi bertahap dimana karyawan diberikan kesempatan memulai hari kerja yang lebih pendek atau beban kerja yang lebih ringan pada hari pertama setelah liburan.

“Selain itu, memberikan fleksibilitas dalam jam masuk atau mengizinkan kerja dari rumah pada hari-hari pertama dapat memberikan kenyamanan lebih dan mengurangi stres. Dukungan emosional juga penting, seperti menyediakan akses ke sumber daya atau bantuan psikologis,” saran Wawan.

Di sisi lain, dukungan dari orang lain turut memegang peranan krusial dalam membangun motivasi dan semangat pegawai untuk kembali ke rutinitas kerja harian. Dukungan emosional dari rekan kerja atau atasan akan membantu mengurangi stres dan meningkatkan semangat dan motivasi dalam bekerja.

“Pengakuan dan apresiasi terhadap usaha serta kontribusi yang telah diberikan dapat secara signifikan meningkatkan motivasi seseorang, memperkuat rasa dihargai dan pentingnya peran mereka,” ungkap Wawan.

Sementara itu, psikolog klinis Veronica Adesla menyarankan, agar terhindar dari post holiday blues, individu bisa mencoba mengatur mindset bahwa sudah waktunya kembali ke rutinitas harian. Konkretnya, dengan melakukan penyesuaian pada tubuh terhadap ritme rutinitas harian, seperti kembali membiasakan bangun pagi, beraktivitas pagi, dan sarapan.

“Mulai menyusun to do list atau hal-hal yang akan dikerjakan ketika masuk kerja. Berkomunikasi atau terhubung kembali dengan rekan-rekan kerja dengan menyapa menanyakan kabar. Baik langsung (mengatur janji temu) maupun tidak langsung (via chat),” jelas Vero.

Arus lalu lintas exit Tol Ngawen ramai lancar

Polisi mengawasi kendaraan yang melintasi jalan tol fungsional Solo-Yogyakarta di Ngawen, Klaten, Jawa Tengah, Senin (8/4/2024). Berdasarkan data Satlantas Polres Klaten kendaraan yang keluar dari Exit Tol Ngawen dari pukul 06.00 WIB hingga 12.00 WIB pada H-2 lebaran terpantau ramai lancar dengan jumlah sebanyak 2.948 unit kendaraan. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/nym.

Baca juga artikel terkait POST HOLIDAY BLUES atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - GWS
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Bayu Septianto