Menuju konten utama

Menakar Kans Risma dan Luluk Colong Dominasi Khofifah di Jatim

Di Pilgub Jawa Timur, faktor keunggulan figur akan menjadi penentu utama ketimbang sebaran pendukung parpol.

Menakar Kans Risma dan Luluk Colong Dominasi Khofifah di Jatim
Header Tiga Srikandi dari Jatim. tirto.id/Parkodi

tirto.id - Pilkada Jatim 2024 menjadi gelanggang ‘tiga srikandi’ calon gubernur selanjutnya berebut basis massa pemilih. Khofifah Indar Parawansa, mantan gubernur Jatim sebelumnya, dinilai tidak begitu saja menang mudah meskipun terbilang calon petahana. Tri Rismaharini dan Luluk Nur Hamidah masing-masing punya peluang untuk mengejar dominasi Khofifah.

Khofifah kembali maju didampingi Emil Dardak dengan sokongan 15 partai politik (parpol). Sebagai petahana, modal investasi politik keduanya memang satu langkah lebih unggul. Hal ini turut tercermin dari elektabilitas Khofifah yang unggul dalam sejumlah sigi survei.

Sebelum tiga paslon Pilkada Jatim 2024 mendaftar, survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa Khofifah berada di pucuk elektabilitas calon gubernur Jatim dengan dukungan 26,8 persen. Di urutan kedua, ada Risma – yang saat ini resmi jadi salah satu lawan Khofifah – membuntuti dengan dukungan 13,6 persen.

Di posisi ketiga, ada Emil Dardak (3,8 persen) yang kembali maju mendampingi Khofifah. Selanjutnya, secara berturut ada mantan Wakil Gubernur Jatim dua periode Saifullah Yusuf, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, dan Marzuki Mustamar yang dapat dukungan di bawah 2 persen. Survei pada Juni 2024 ini belum menjaring nama Luluk sebagai tokoh cagub Jatim.

Adapun Luluk Nur Hamidah, maju bersama sesama kader di partainya, Lukmanul Khakim. Keduanya merupakan anggota DPR RI dari Fraksi PKB. Sementara Risma – kader PDIP sekaligus Menteri Sosial saat ini – didampingi Zahrul Azhar Asumta alias Gus Hans.

Analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, memandang jalannya palagan Pilkada Jawa Timur terkesan cukup berat. Pasalnya, kata dia, muncul sosok Risma yang sangat potensial jadi penghambat performa elektoral Khofifah.

“Dan bukan tidak mungkin Khofifah kalah [dari Risma],” kata Dedi kepada reporter Tirto, Selasa (3/9/2024).

Khofifah-Emil daftar Pilgub Jawa Timur

Ketua KPU Jatim Aang Kunaifi (kanan) menerima surat pernyataan visi, misi, dan program bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (tengah) dan Emil Elestianto Dardak (kiri) saat pendaftaran di Kantor KPU Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (28/8/2024). ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/tom.

Dedi menilai, suara dari basis massa nahdliyin sudah jelas akan terpecah, terutama kepada Khofifah dan Luluk. Sementara untuk Risma, gelombang suara nahdliyin sukar terprediksi sebab dia dominan dikenal sebagai birokrat murni yang andalkan performa personal.

“Itu semestinya lebih menguntungkan karena suara akan membaur ke Risma tanpa afiliasi kelompok,” sambung Dedi.

Sementara itu, Luluk sendiri belum tentu mendapat suara bulat PKB dan pemilih nahdliyin. Pasalnya, Khofifah punya pengaruh sebagai Ketua Muslimat NU, bahkan dia bisa mendapat sokongan Saifullah Yusuf atau bahkan PBNU, mengingat relasi keduanya dengan PKB yang sedang panas-dingin.

Terlebih, hasil survei Litbang Kompas Juni lalu menunjukkan, dari kelompok responden yang mengaku sebagai warga NU, separuh lebih (50,6 persen) masih belum tahu ke mana arah pilihan mereka di pemilihan gubernur nanti. Namun, dari separuh responden warga NU yang mengaku punya pilihan, nama Khofifah mendapatkan dukungan 27,3 persen, disusul Risma dengan dukungan 14,5 persen.

Dari sisi geokultural, pemilih di Jatim setidaknya dibagi dalam empat wilayah. Empat wilayah itu adalah Arek, Mataraman, Tapal Kuda, dan Madura. Wilayah Arek mencakup Gresik, Jombang, Malang, Batu, Mojokerto, Pasuruan, Surabaya, dan Sidoarjo.

Wilayah Mataraman mencakup Blitar, Bojonegoro, Kediri, Madiun, Lamongan, Magetan, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tuban, dan Tulungagung.

Sementara, wilayah di Tapal Kuda meliputi Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Probolinggo, Lumajang, dan Situbondo. Selanjutnya, wilayah Madura terdiri dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.

Menurut Dedi, di daerah Tapal kuda dan Madura, mulai didominasi pemilih PKB dan PDIP. Apalagi PDIP mengantongi nama Said Abdullah yang cukup besar pengaruhnya di Madura. Sementara PDIP di Tapal Kuda masih bersaing ketat dengan PKB, ini jadi catatan Khofifah memanaskan mesin pemenangannya di dua daerah tersebut.

“Khofifah bisa saja kembali minim raihan suaranya di basis ini,” jelas Dedi.

Risma-Gus Han daftar Pilgub Jawa Timur

Ketua KPU Jatim Aang Kunaifi (kanan) menerima surat pernyataan visi, misi, dan program bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur Tri Rismaharini (kiri) dan KH Zahrul Azhar Asumta (tengah) saat pendaftaran di Kantor KPU Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (29/8/2024). Tri Rismaharini dan KH Zahrul Azhar Asumta mendaftarkan diri sebagai peserta Pilgub Jatim 2024 dengan dukungan dari PDIP. ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/tom.

Analis Sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, justru menilai Risma tidak bisa hanya mengandalkan mesin politik tokoh PDIP asal Madura, yakni Said Abdullah. Risma dapat memberi persaingan bila masuk dengan agenda-agenda konkret yang menjadi harapan masyarakat Sampang dan Madura.

Musfi menjelaskan, pada Pilkada Jatim 2008, Khofifah kalah suara di Sampang. Itu menjadi kontestasi pertama Khofifah maju menjadi cagub Jatim didampingi Mudjiono (Kaji). Paslon ini kalah dari Soekarwo dan Saifullah Yusuf pada Pilkada Jatim 2008.

Khofifah kembali kalah pada Pilkada 2013 dari paslon Soekarwo dan Saifullah Yusuf. Tahun ini, kata Musfi, saingan berat Khofifah di Sampang dan Madura datang dari Luluk, sebab PKB punya basis massa tradisional yang kuat di daerah itu.

“Tapi itu kan 16 tahun lalu. Sebagai petahana yang sudah membangun jejaring massa, Khofifah pasti sudah memperkuat pengaruhnya di Sampang dan Madura,” ujar Musfi kepada reporter Tirto, Selasa.

Khofifah dan koalisi gemuknya memiliki basis kuat di Mataraman (Jawa Timur bagian barat) dan sebagian kawasan Tapal Kuda. Sebagai tokoh NU, Khofifah kuat di daerah-daerah yang punya afiliasi dan kedekatan dengan Muslimat NU dan jaringan pondok pesantren.

Adapun sebagai mantan wali kota, Risma potensial di Surabaya dan beberapa daerah Arek. Menurut Musfi, Risma juga dapat memberikan persaingan sengit di Mataraman karena PDIP memiliki basis kuat di sana.

“Terakhir mungkin unggul soal pemilih urban dan milenial. Sudah lama Risma mencitrakan diri sebagai pemimpin urban. Luluk mungkin unggul di daerah-daerah yang menjadi basis kuat PKB seperti di Tuban, Lamongan, Madura, dan sebagian daerah Tapal Kuda,” jelas Musfi.

Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim daftar Pilgub Jawa Timur

Pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur Luluk Nur Hamidah (kiri) dan Lukmanul Khakim (kanan) berpose saat mendaftar di Kantor KPU Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (29/8/2024). Pasangan Luluk Nur Hamidah dan Lukmanul Khakim mendaftarkan diri sebagai peserta Pilgub Jatim 2024 dengan dukungan dari PKB. ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/tom.

Figur Dahulu, Parpol Kemudian

Meski secara geokultural basis massa pendukung tiga srikandi cagub Jatim tersebar, faktor keunggulan figur akan menjadi penentu utama ketimbang sebaran pendukung parpol. Musfi memandang, kemenangan di pilkada tidak pernah cuma ditentukan oleh basis massa partai politik.

Kunci utamanya selalu ada pada figur kandidat, strategi pemenangan, serta kemampuan mobilisasi massa, khususnya melalui tokoh-tokoh lokal. Di Jawa Timur, meskipun dukungan partai politik berperan signifikan, namun kuncinya tetap pada penguasaan isu dan narasi kampanye.

“Dalam politik, dukungan publik didapatkan melalui diferensiasi narasi. Si kandidat harus tampil secara berbeda dan seterikat mungkin dengan pemilih di akar rumput,” kata dia.

Analis politik dari Trias Politika, Agung Baskoro, berpendapat senada soal faktor figur yang menjadi kunci kemenangan. Ia menilai, uji magnet figur menjadi penentu di Pilkada sebelum faktor sokongan dari koalisi parpol pendukung.

Sehingga yang dinilai, kata dia, adalah rekam jejak, kualitas visi-misi program, prestasi dan kontribusi selama memimpin di level masing-masing. Khofifah dan Risma akan dilihat rekam jejaknya sebagai mantan kepala daerah sekaligus menteri sosial. Adapun Luluk bakal dilihat rekam jejaknya selama menjadi legislator di DPR RI.

“Akan terjadi perebutan suara di ceruk yang sama yakni pemilih perempuan. Dan berikutnya yang paling utama adalah bagaimana ketiga kandidat perempuan ini punya diferensiasi satu dengan yang lain,” kata Agung kepada reporter Tirto, Senin.

Diferensiasi tiga srikandi Pilkada Jatim turut ditentukan dengan pemilihan cawagub mereka. Ini menjadi penting agar ceruk pemilih mereka juga ikut meluas dan tidak selalu beririsan.

“Jangan sampai pemilih yang direngkuh memiliki irisan yang sama satu dengan yang lain. Dan ini catatan bagi semua kandidat seperti itu,” ucap Agung.

Gerindra dukung Khofifah-Emil maju Pilgub Jatim

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) bersama mantan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kanan) bersiap menyampaikan keterangan kepada wartawan usai melakukan pertemuan di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (7/6/2024). Prabowo memberikan rekomendasi dukungan dari partainya untuk Khofifah dan Emil Dardak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur 2024. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.

Di sisi lain, Analis Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Kunto Adi Wibowo, menilai Khofifah yang maju sebagai calon petahana tak selamanya diuntungkan. Titik lemah bisa muncul dari risiko ketidakpuasan warga terhadap kepemimpinan Khofifah-Emil sebelumnya.

“Atau risiko-risiko hukum yang sangat mungkin mengancam beliau gitu kan. Tapi kan beliau ada di sisi penguasa yang masih pemerintahan ya, kayaknya yang hukum lebih aman,” tutur Kunto kepada reporter Tirto, Selasa.

Selain itu, basis suara nahdliyin Khofifah juga berpotensi digerus oleh Luluk dan Risma. Di sini, barulah mesin partai pendukung harus dipastikan berjalan dengan baik. Sebab bisa jadi parpol yang memenangkan Pileg di suatu daerah, figur Pilkada yang didukung di sana justru kalah.

“Karena mesin partainya enggak jalan, kurang bensin, atau semata-mata kurang merasa cocok dengan pilihan ketuanya terhadap calon kepala daerah tertentu,” pungkas Kunto.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fahreza Rizky