tirto.id - “Hayooo mau ngapain di situs Papua News?”
Kalimat itu selalu muncul dalam sebuah kotak dialog setiap kali pengunjung situs papuanews.id menekan klik pada kursor bagian kanan. Tak jelas apa maksudnya, yang jelas, ia membuat pengunjung situs tak bisa membuka berita-beritanya di tab atau jendela yang baru.
Papuanews.id mengaku sebagai media nomor satu di Papua, tetapi tidak terang siapa saja susunan redaksinya. Tidak terang pula siapa yang bertanggung jawab jika ia menyebarkan berita bohong atau keliru. Pada website-nya, nihil alamat email, alamat kantor, atau nomor telepon yang bisa dihubungi.
Laman “Tentang Kami” situs itu hanya berisi dua kalimat: Portal berita terupdate seputar Papua dan Papua Barat yang dikemas dalam bentuk text, gambar, suara maupun video. Berita akan diupdate setiap hari sehingga terciptanya informasi yang akurat, beragam dan menarik.
Menurut data Whois, domain papuanews.id didaftarkan pada 23 Maret 2016 oleh Andreas Suebu yang beralamat di Perumnas 3 Blok 4D, Kota Jayapura, Papua. Namun, alamat itu tidak ada. Ketika reporter Jubi mencari alamat tersebut di Perumnas 3, ia tak menemukan keberadaan Blok 4D atau orang bernama Andreas Suebu.
Nomor telepon yang terdaftar dalam data Whois juga tak bisa dihubungi, bukan karena tidak aktif, tetapi karena nomor tersebut memang tidak terdaftar.
Sebagai sebuah media siluman, papuanews.id terbilang cukup sering memperbarui kontennya. Setiap hari, pasti ada saja berita baru. Per 1 Desember 2018, laman Facebook-nya sudah diikuti hingga 18.995 akun, sedangkan di Twitter , ia punya 2.372 pengikut.
Nama Charles Suebu sering muncul sebagai penulis, baik artikel-artikel di kanal berita maupun opini. Warna tulisannya selalu sama, membela polisi dan tentara, memojokkan kelompok-kelompok pendukung Papua Merdeka, termasuk para pemikir dan cerdik pandai, juga menyalahkan dukungan internasional pada Papua dengan argumentasi tak sesuai fakta.
Pada 4 Juli 2016, orang bernama "Charles Suebu" pernah menulis artikel berjudul “Politisasi Asing Hanya Memperkeruh Situasi Papua”. Isinya lebih sebagai propaganda.
“Internasionalisasi isu Papua yang kini sedang gencar disuarakan oleh kelompok anti pembangunan di Papua mendapatkan angin segar karena banyak pihak asing yang sudah tentu memiliki kepentingan politik atas isu tersebut,” tulis Charles membuka opininya.
Label “kelompok anti pembangunan” adalah istilah yang diciptakannya sendiri. Tak ada juga alasan dan argumentasi jelas mengapa ia menggunakan frasa itu.
Ia mengaitkan Ketua Partai Buruh di Inggris, Jeremy Corbyn, dengan kemungkinan Papua akan menjadi negara persemakmuran Inggris.
“Lihat saja gelagat ketua Partai Buruh di Inggris Jeremy Corbyn yang takut kehilangan suara dari pendukungnya dan mulai melirik misi kemanusiaan agar jabatan politiknya dapat diamankan dan mendapat nilai tambah andaikata Papua benar-benar merdeka maka bukan tidak mungkin Papua akan menjadi negara persemakmuran Inggris Raya seperti kebanyakan negara di kawasan Asia Pasifik,” sambungnya.
Inti tulisan itu adalah, kalau Papua Merdeka, negara-negara lain akan datang menjajah Papua.
Pada 1 Desember 2018, menggunakan nama Charles Suebu, Papuanews.id mempublikasikan satu artikel di kanal Nasional berjudul “Stop Jadikan 1 Desember Sebagai Hari Sakral di Papua”. Terlepas dari bagaimana mereka membingkai isu dengan hanya mewawancarai satu orang Papua, artikel itu bukanlah karya orisinal.
Papuanews.id menyadurnya dari Berita Satu yang juga menyadur dari Suara Pembaruan. Foto yang dipakai milik Joanito De Saojoao dari Suara Pembaruan. Sadur-menyadur tulisan tanpa menyebutkan sumber menjadi pekerjaan rutin orang-orang di balik situs ini.
Nama "Charles Suebu" bisa jadi mencatut sembarang saja. Sebab, dari informasi wartawan-wartawan kenalan Tabloid Jubi di Papua, tak ada wartawan bernama Charles Suebu. Tak pernah juga mereka bertemu wartawan Papuanews.id di lapangan.
Di Google, pada dua laman pertama pencarian, nama Charles Suebu hanya merujuk pada satu orang: seorang pemuda asal Papua yang tinggal di India. Ia tak menjawab pesan saat reporter Tirto menanyakan apakah ia pernah menulis untuk Papuanews.id.
Papuanews.id bukan satu-satunya media siluman yang merusak sebaran mutu informasi tentang Papua.
Menurut penelusuran Tirto dan Tabloid Jubi, setidaknya ada 18 media siluman. Angka ini di luar media-media yang masih pakai blogspot atau wordpress dalam alamat domainnya.
Ke-17 media siluman lain juga membingkai "berita-berita" ini untuk menciptakan kesan yang hampir sama; tak ada pelanggaran HAM di Papua, kelompok pendukung Papua Merdeka adalah "kriminal" yang kerap melakukan kejahatan, Tentara dan Polisi telah melakukan tugasnya dengan baik, dan sebagainya. Napas artikel-artikelnya serupa: menyerang pendukung Papua Merdeka.
Media-media siluman ini tak hanya berbahasa Indonesia. Beberapa juga berbahasa Inggris dan memakai domain negara lain.
Di antara daftar 18 media siluman ini ada enam media berbahasa Inggris: freewestpapua.co, freewestpapua.co.nz, westpapuaupdate.com, onwestpapua.com, westpapuaterrace.com, dan westapuaarchive.com. Tenaga ahli Komisi I DPR RI cum kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Arya Sandhiyudha adalah orang di balik enam situs ini.
Ia sengaja membuat enam situs itu untuk "memperbaiki citra Indonesia di mata Internasional" terkait Papua. “Jadi kalau mereka [orang-orang di luar Indonesia] search West Papua, yang muncul bukan situs-situs mereka [OPM],” katanya.
Penyebar Hoaks Teriak Hoaks
Salah satu media siluman yang paling sering menyebar hoax adalah Kitorangpapuanews.com. Ia terbilang sering menyerang Tabloid Jubi dan Victor Mambor, mantan ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Papua yang juga Direktur Jubi.
Dalam artikel berjudul “Petisi Referendum Papua Dibantah oleh PBB, Inilah Salah Satu Sosok Intelektual di Balik Kebohongan Benny Wenda”, Kitorangpapuanews.com memuat nama Benyamin Lagowan—aktor asal Papua pemeran film Cinta dari Wamena. Dalam artikel ini Benyamin memberi penilaian negatif terhadap Victor Mambor yang dituduh sering melakukan lobi politik Papua merdeka di PBB.
Lewat blog pribadinya, Benyamin menyatakan tak pernah berkomentar apa pun dan tak pernah diwawancara wartawan Kitorangpapuanews.com. Ia menyebut media itu sebagai penyebar hoaks.
“Itu adalah cara kuno, kampungan dan tidak relevan untuk diyakini oleh seluruh rakyat Papua,” tulisnya. Artikel itu kemudian dihapus dan kini tak bisa diakses lagi.
Dari data Whois, domain Kitorangpapuanews.com pertama kali dibuat pada 27 Maret 2017. Meskipun mengusung tagline “Demi Papua yang Lebih Baik”, dan berpenampilan seolah-olah seperti media yang mempublikasikan jurnalisme, ia sama sekali tiada mencantumkan susunan redaksi serta alamat lengkap.
Kitorangpapuanews.com juga kerap menuduh Tabloid Jubi sebagai media hoaks. Pada 1 Desember lalu, lewat artikel berjudul “Aparat Amankan Pelaku Kerusuhan yang Mengaku Wartawan”, ia menuding pemberitaan Jubi tentang salah satu wartawannya yang mendapat perlakuan diskriminatif saat meliput aksi 1 Desember sebagai berita bohong. Foto tampilan laman tabloidjubi.com diberi tanda silang dan stempel hoax.
Jubi adalah media yang sudah terverifikasi secara administrasi dan faktual oleh Dewan Pers. Sementara tiada satu pun dari 18 media siluman ini terverifikasi Dewan Pers. Secara administratif, kredibilitas media-media siluman ini diragukan.
Itu bukan kali pertama Jubi dituduh sebagai media hoaks oleh media-media yang justru kerap menyebarkan hoaks.
Dua bulan sebelumnya, 8 Oktober 2018, Kitorangpapuanews.com memberi label hoaks kepada Jubi lewat tulisan berjudul Hoax dan Fitnah Tersebar di Media yang Tidak Bertanggung Jawab. Logo Tabloid Jubi lagi-lagi diberi tanda silang serta tulisan “Hoax Lagi” dengan huruf merah; semuanya kapital.
Nama Domplengan dan Narasumber Fiktif
Beberapa di antara daftar media siluman itu tampak mendompleng nama media sungguhan.
Ada media bernama Tabluidjubi.online yang memirip-miripkan namanya dengan Tabloidjubi.com. Logonya dibuat persis, dengan warna dan jenis huruf yang sama dengan Tabloid Jubi. Tagline yang dipakai pun tak berbeda sedikit pun: “Portal Berita Tanah Papua No. 1”.
Ada juga Detikpapua.online yang mendompleng nama Detik.com. Nama Papuatoday.com juga dicatut oleh media siluman. Tak tanggung-tanggung, ada dua media siluman yang pakai nama Papuatoday; papuatiday.id dan papuatoday.online.
Koran Cenderawasih Pos atau biasa dikenal nama "Cepos" dipakai namanya oleh salah satu media siluman bernama cenderawasih-pos.com.
Pemimpin Redaksi Cenderawasih Pos, Lucky Ireeuw, gerah sekali dengan praktik catut-mencatut nama media yang dilakukan media-media siluman ini.
"Ini jelas merugikan. [Mereka] memakai nama sama [dengan] nama kami, seolah-olah media tersebut milik kami, sedangkan informasi yang dimuat kami tidak tahu-menahu," katanya.
Parahnya lagi, lanjut Lucky, tanggapan publik terhadap media abal-abal itu ditujukan padanya. Ia menerima protes, sorotan, dan komplain atas berita-berita yang mereka muat.
"Tidak saja kami harus repot menghadapi sorotan-sorotan negatif tersebut, tetapi kami juga harus mengklarifikasi pernyataan-pernyataan miring dari publik," imbuhnya.
Selain menulis seolah-olah "berita"— yang tak berimbang, keliru, memihak polisi dan tentara, mengutip tanpa menyebut sumber—beberapa media siluman ini mengutip narasumber fiktif.
Salah satu narasumber yang kami identifikasi sebagai narasumber fiktif adalah "Dr. Etinus Murib, SH. MH."
Pada 15 Agustus lalu, papuainframe.co.id memuat tulisan berjudul "Etinus Murib: Mahasiswa Papua Jangan Buat Aturan Sendiri Kalau Tidak Mau Ditindak". Menunggangi kejadian bentrok antara mahasiswa Papua di Surabaya dengan organisasi masyarakat, papuainframe.co.id memunculkan sosok Etinus Murib sebagai seorang doktor dan pemerhati mahasiswa Papua yang kuliah di luar Papua.
“Bapak Etinus saat diminta keterangannya terkait insiden ini mengatakan mahasiswa yang melawan dan tidak mau menaikkan Bendera Merah Putih harus diperiksa dan diproses, ini sudah tidak sesuai dengan nilai dan budaya orang Papua. Orang Papua menurutnya punya budaya menghargai,” demikian tertulis dalam "berita" itu.
Pemimpin Redaksi Jubi Angela Flassy menjelaskan Murib adalah marga pegunungan di wilayah adat Lapago. Marga ini ada di dua kabupaten: Nduga dan Lanny Jaya; keduanya berbatasan.
Angela sudah berupaya menanyakan orang-orang di desa itu soal seorang doktor bernama Etinus Murib, tetapi tiada satu pun yang kenal. Ia juga bertanya kepada rekan-rekan wartawan di Papua; tak satu pun pernah mewawancarai atau bertemu Etinus Murib.
“Masak orang papua, yang sedikit saja, sekolah sampai doktor, tapi tidak ada yang kenal?” kata Angela.
Dalam pencarian Google, nama Etinus Murib hanya muncul di media-media siluman. Foto-foto Etinus Murib yang muncul di media-media hantu itu pun adalah foto-foto hasil editan; kepala dan badannya tampak disambungkan lewat manipulasi foto.
Tidak ada satu pun hasil riset, wawancara di media yang terverifikasi, profil media sosial yang merujuk Etinus Murib.
Pada database Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, nama Etinus Murib muncul, tetapi tercatat sebagai mahasiswa S1 Ilmu Pemerintahan STISIP Amal Ilmiah Yapis Wamena yang baru mulai kuliah tahun 2016. Jadi, mustahil jika Etinus Murib ini sudah menjadi doktor saat ini.
Etinus Murib kerap dikutip media siluman untuk membenarkan tindakan aparat keamanan dan menyalah-nyalahkan mahasiswa Papua. Salah satu berita di detikpapua.online, misalnya, nama Etinus Murib tiba-tiba muncul sebagai "Pengamat Papua." Komentar fiktifnya dijadikan judul, “Etinus Murib: Tindakan Aparat Terhadap Kejahatan Rusunawa Sangat Tepat”.
“Etinus mengatakan langka-langkah yang dilakukan oleh pihak keamanan sudah tepat, mereka (KNPB) Komite Nasional Papua Barat selama ini sangat meresahkan masyarakat, dengan adanya selebaran yang dikeluarkan oleh KNPB tentang panitia persiapan kemerdekaan Papua Barat,” demikian tertulis dalam berita itu.
Media-media siluman ini terus mengisi sebaran informasi di Papua. Berita-beritanya juga dibaca, dipercaya, dan disebarkan. Masyarakat yang tak betul-betul paham cara kerja media tentu akan mengira mereka media betulan.
Dari data pemeringkatan website, Alexa, di antara 18 media ini, Kabarpapua.net mencatatkan peringkat paling tinggi, yakni 30.947 se-Indonesia pada 4 Desember 2018. Ia mendompleng nama Kabarpapua.co, media online di Papua. Sebagai pembanding, Kabarpapua.co ada di peringkat 13.592. Tertinggi kedua di antara media siluman ini adalah Papuanews.id, di peringkat 31.573.
Ranking Alexa dari kedua media siluman ini masih lebih tinggi dibandingkan ceposonline.com, portal berita online milik Cenderawasih Pos, grup Jawa Pos (peringkat 50.368 di Indonesia). Padahal Cepos adalah media arus utama yang sudah terverifikasi secara administrasi dan faktual oleh Dewan Pers.
Rating media siluman lebih tinggi dari media betulan ini mengerikan, ujar Flassy dari Tabloid Jubi.
Seperti yang ditakutkannya: “Keberadaan media-media hantu ini bisa bikin orang-orang mengonsumsi kebohongan dan malah tak percaya pada berita di media mainstream.”
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Fahri Salam