Menuju konten utama

Makan Siang Gratis Pakai Dana BOS Membebani Sektor Pendidikan

Wacana makan siang gratis pakai dana BOS ditolak kalangan pendidikan. Menurut mereka, pemerintah tidak berpihak pada layanan pendidikan yang adil.

Makan Siang Gratis Pakai Dana BOS Membebani Sektor Pendidikan
Sejumlah siswa menyantap makanan gratis saat simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (29/2/2024). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin

tirto.id - Suara miring kian berembus mendesak kejelasan program makan siang gratis yang digagas pasangan calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Salah satu masalahnya, muncul wacana program ini akan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Lain itu, belum resmi menjadi pemenang Pemilu 2024, program Prabowo-Gibran ini sudah disimulasikan oleh pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Airlangga Hartarto, yang langsung melakukan uji coba program makan siang gratis tersebut.

Dalam uji coba yang dilakukan pekan lalu, disebut bahwa program makan siang gratis tidak akan mencaplok APBN, namun memakai anggaran dana BOS.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, meminta pemerintah tidak gegabah dalam mengimplementasi program ini.

Ubaid heran mengapa pemerintah mengkaji program Prabowo-Gibran secepat ini. Dia menilai tujuan program makan siang gratis belum jelas.

“Ini program sebenarnya tujuannya apa? Beragam kabar yang masih simpang-siur yang diterima masyarakat. Ada yang bilang untuk pencegahan stunting, pemenuhan gizi, tambahan makan siang, dan lain sebagainya. Jika untuk pencegahan stunting, jelas program ini tidak ada manfaatnya,” ujar Ubaid dalam keterangannya kepada Tirto, Senin (4/3/2024).

Kalau untuk pemenuhan gizi, kata Ubaid, apa artinya program makan siang ini jika anak-anak berangkat sekolah dengan perut kosong tidak sarapan, namun malam sebelumnya sudah makan mie atau kudapan yang tidak memenuhi standar gizi lainnya.

Terlebih, jika program makan siang gratis dipaksakan menggunakan dana BOS, tentu akan berimbas pada biaya sektor pendidikan yang semakin mahal.

“Akibatnya, tarif biaya pendidikan kian mahal dan tak terjangkau. Banyak masyarakat menjerit soal biaya pendidikan dan belum terlaksananya program wajib belajar 12 tahun secara bebas biaya,” ungkap dia.

Simulasi Makan Siang Gratis

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto meninjau simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang, Banten, Kamis (29/2/2024). tirto.id/Faesal Mubarok

Ubaid menilai, jika harus dipaksakan ada makan siang gratis, maka semestinya tidak mencaplok anggaran pendidikan. Saat ini saja, beban anggaran pendidikan disebut sudah berat dengan gaji guru dan biaya operasional sekolah.

Akibatnya, program makan siang gratis justru membuat anggaran pendidikan tidak banyak dimanfaatkan meningkatkan akses dan mendorong kualitas pendidikan lebih baik.

Di sisi lain, program makan siang gratis yang menggunakan dana BOS akan rawan dikempit alias dikorupsi. Menurut Ubaid, hingga kini sektor pendidikan masih masuk kategori lima sektor terkorup di Indonesia sebagaimana hasil laporan Indonesia Corruption Watch (2021).

Kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai Tren Penindakan Kasus Korupsi menunjukkan korupsi sektor pendidikan konsisten menjadi salah satu sektor yang paling banyak ditindak oleh Aparat Penegak Hukum (APH).

Terdapat 240 korupsi pendidikan yang ditindak APH sepanjang Januari 2016 hingga September 2021. Kasus tersebut terjadi dalam rentang waktu 2007 hingga 2021 dan menimbulkan kerugian negara Rp1,6 triliun.

“Bisa menjadi angin segar bagi para oknum di sektor pendidikan untuk melancarkan aksinya. Apalagi tidak jelas, siapa yang mengelola, siapa saja yang terlibat, bagaimana mekanisme transparansi dan akuntabilitasnya? dana BOS saja hingga kini masih bermasalah,” terang Ubaid.

Wacana program makan siang gratis yang menggunakan dana BOS juga mendapatkan penolakan dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G).

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, menyatakan bahwa sebagian besar dana BOS saat ini dipakai untuk membayar gaji guru dan tenaga pendidik honorer.

Jika memakai dana BOS, kata Iman, sama saja dengan memberi makan gratis siswa dengan mengambil jatah makan para guru. Sebab, ada guru honorer yang hanya mengandalkan pemasukan dari dana BOS.

“Bicara gizi, kami harap gurunya juga mendapatkan asupan gizi. Itu perlu dipertimbangkan juga,” kata Iman.

Ia melanjutkan, pada prinsipnya P2G berharap anak-anak Indonesia terpenuhi kebutuhan gizinya. Namun, skema makan siang gratis seharusnya tidak diambil dari anggaran pendidikan termasuk BOS dari APBN.

Sebab, anggaran APBN yang sekarang saja, belum mampu menyejahterakan guru, memperbaiki fasilitas sekolah, serta memajukan kualitas pendidikan.

“Apalagi kalau harus menanggung beban makan siang gratis. Kita perlu mendiskusikan ini secara serius ketika presiden terpilih nanti sudah ditetapkan KPU,” lanjut Iman.

Untuk sekolah jenjang SD, data BPS menunjukkan 60,60 persen ruang kelas dalam kondisi rusak pada tahun ajaran 2021-2022. Ini yang semestinya menjadi fokus perhatian pemerintah. Iman mengingatkan, data menunjukkan bahwa kondisi anggaran dana BOS dari pemerintah pusat juga selalu berkurang tiap tahun.

Menurutnya, banyak Sekolah Dasar (SD) yang mengeluhkan dana BOS untuk siswa itu sendiri kurang. Untuk anak SD, dari dana BOS, tiap anak mendapatkan 900 ribu rupiah per tahun. Jika dihitung, dalam satu hari negara menganggarkan Rp2.830 per siswa.

Sejak awal, Iman menilai pembiayaan anak SD itu sudah tidak manusiawi. Bahkan di bawah harga satu piring nasi versi program makan siang gratis yang dipatok setara 15 ribu rupiah.

“Misal, dari 2022 ke 2023, dana BOS berkurang hingga 539 Miliar. Jadi kalau menggunakan dana BOS, dikhawatirkan akan mengorbankan pembiayaan sektor lain yang lebih esensial dalam belanja sekolah, seperti upah guru honorer,” lanjut Iman.

Menurut dia, dengan tren dana BOS yang selalu menurun, maka usulan makan siang gratis dari dana BOS justru akan menambah persoalan sektor pendidikan.

“Artinya untuk sepiring nasi anak sekolah seharga 15 ribu saja pemerintah belum bisa memenuhinya. Jadi, tidak bisa diambil dari anggaran BOS yang jelas-jelas kurang,” tutur Iman.

Simulasi Makan Siang Gratis

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto meninjau simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang, Banten, Kamis (29/2/2024). tirto.id/Faesal Mubarok

Gagal Paham

Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, menilai wacana pembiayaan program makan siang gratis menggunakan dana BOS adalah wujud ketidakberpihakan pada layanan pendidikan yang adil dan berkualitas.

Wacana tersebut juga menunjukkan kegagalan memahami tujuan kebijakan dana BOS dan BOS afirmasi.

Dana Bantuan Operasional Sekolah atau BOS adalah dana yang digunakan terutama untuk mendanai belanja non-personalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sebagai pelaksana program wajib belajar. Juga dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun, kata dia, tidak ada satu pun peraturan perundangan yang mengizinkan dana BOS digunakan untuk makan siang gratis setiap hari untuk seluruh peserta didik.

“Dana BOS selama bertahun-tahun digunakan untuk biaya operasional seperti gaji guru dan karyawan, kebutuhan belajar mengajar seperti buku, kertas, alat tulis kantor, dan keperluan lain seperti biaya listrik, air, dan perawatan gedung sekolah,” jelas Retno.

Sedangkan dana BOS afirmatif atau afirmasi, adalah program pemerintah pusat yang dialokasikan bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang berada di daerah tertinggal.

Dana ini bertujuan membantu peningkatan mutu pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh pemerintah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.

Menurut Retno, besaran Jumlah BOS afirmatif biasanya puluhan juta, dan jarang yang mencapai ratusan juta. Dia memperkirakan kisaran umumnya kurang lebih Rp100 juta per tahun.

“Apakah anggaran sebesar itu cukup membiayai makan siang gratis selama satu tahun? Lalu, bagaimana dengan sekolah yang tidak mendapatkan BOS afirmasi, akan menggunakan anggaran dari mana untuk makan siang gratis di sekolahnya?” cecar Retno.

FSGI mendorong pemerintahan baru yang kelak terpilih agar membuka pemahaman mendalam terkait dana BOS. Prinsipnya adalah tidak mengganggu jenis dan besaran dana BOS yang sudah ada, namun dapat menambah jenis bantuan baru semisal Dana spesifik.

Artinya, kalau total Dana BOS yang digelontorkan pemerintah Indonesia ke sekolah-sekolah saat ini hanya Rp59,08 Triliun/tahun, sementara rencana anggaran makan siang gratis mencapai Rp450Trilun/tahun, maka di tahun 2025 anggaran dana BOS harus mencapai sedikitnya Rp500,9Triliun/tahun.

“Atau 10 kali lipat anggaran tahun Dana BOS tahun 2024,” ujar Retno

Masih Dibahas

Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Afriansyah Noor, menegaskan bahwa rencana program makan siang gratis masih akan terus dibahas dan dievaluasi. Termasuk, usulan penggunaan dana BOS yang menurutnya pasti akan lebih dahulu dibahas.

“Nanti akan segera ditetapkan periode makan siang gratis itu program 2025. Sekarang masih bisa direncanakan formula terbaiknya,” kata Afriansyah kepada reporter Tirto, Senin (4/3/2024).

Menurut dia, program makan siang gratis diharapkan dapat membuat rakyat indonesia bergizi serta cerdas rohani dan jasmani dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Pendapat senada juga dilontarkan oleh Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Erwin Aksa.

Erwin menyatakan program ini penting untuk meningkatkan sektor pendidikan. Rencana ini disebut sebagai investasi gizi pada anak-anak Indonesia.

“Semua ada perencanaan, kita tunggu saja. Peningkatan gizi [dari program] ini [untuk] investasi buat anak-anak indonesia,” tutur Erwin kepada reporter Tirto, Senin.

Baca juga artikel terkait MAKAN SIANG GRATIS atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Irfan Teguh Pribadi