Menuju konten utama
Pemberantasan Korupsi

Kortas Tipikor Hanya Gaya-gayaan atau Solusi Saat KPK Melempem?

Kurnia berharap Kortas Tipikor tidak menjadi ajang gaya-gayaan, tapi menjadi bagian dari upaya penguatan pemberantasan korupsi.

Kortas Tipikor Hanya Gaya-gayaan atau Solusi Saat KPK Melempem?
Ilustrasi korupsi. FOTO/ Getty Images

tirto.id - Kapolri Jenderal Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengumumkan perkembangan terbaru rencana pembentukan satuan khusus pemberantasan korupsi di tubuh kepolisian. Usai rapat pimpinan Polri 2024 di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (29/2/2024), Sigit menyampaikan rencana pembentukan Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) kini sudah berada di tangan presiden.

“Terkait dengan pengembangan Kortas Tipikor, saat ini juga sudah sampai di meja presiden setelah melalui harmonisasi dan juga pengembangan,” kata Sigit di Mabes Polri pekan lalu.

Sigit mengaku pihaknya terus melakukan harmonisasi dalam pembentukan korps pemberantasan korupsi yang akan berada di atas Direktorat Tipikor Bareskrim. Ia juga mengaku terus mengevaluasi pembentukan satuan tersebut dengan harapan bisa memberi pelayanan ke publik.

“Harapan semua ini kita lakukan betul-betul untuk bisa memberikan pelayanan terbaik terhadap masyarakat khususnya masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan dan perhatian khusus jadi itu," kata Sigit.

Pernyataan Sigit tentu mengingatkan kembali pasang-surut pembentukan Kortas Tipikor. Pada 2013, Kapolri kala itu, Jenderal Sutarman, berupaya membentuk tim pemberantasan korupsi khusus di kepolisian dengan nama Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi. Setelah kajian selama hampir sebulan, Sutarman membatalkan gagasan tersebut. Sutarman lantas memperkuat kemampuan personel, alat dan satuan direktorat tindak pidana korupsi (Dittipikor) di tubuh Polri.

Pada 2017, wacana ini kembali mengemuka di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Hal itu disampaikan dalam rapat Komisi III DPR pada 23 Mei 2017. Dalam rapat tersebut, Tito mengeluhkan anggaran Dittipikor Bareskrim yang rendah sehingga pengungkapan kasus tidak optimal. Tito lantas mengusulkan rencana tersebut.

DPR pun menyambut baik rencana tersebut. Salah satu anggota Komisi III DPR RI kala itu, Wenny Warouw, malah mengusulkan agar Polri mengambil alih tugas KPK dalam pemberantasan korupsi.

Di sisi lain, KPK yang dipimpin Agus Rahardjo cs memang tengah dalam sorotan kala itu. KPK di era Agus berhasil menangani kasus hingga 99 kasus pada 2016 atau naik daripada total 2015 ada 57 perkara jika ditilik berbasis instansi.

Akan tetapi, hal yang menjadi perhatian adalah upaya hak angket kepada KPK yang dilakukan DPR RI. Hal itu tidak lepas dari keberhasilan KPK dalam operasi kasus yang melibatkan sejumlah anggota DPR pada 2017, termasuk kasus Setya Novanto atau Setnov yang kala itu menjabat ketua DPR.

Kala itu, KPK mendapat dukungan dari Presiden Jokowi dalam upaya pemberantasan korupsi. Dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi, KPK meminta sejumlah hal seperti penguatan inspektorat dan sejumlah masukan.

Menyoal Efektivitas Kortas Tipikor

Di sisi lain, Koordinator Hukum ICW, Kurnia Ramadhana, menilai keberadaan Kortas Tipikor tidak serta-merta dibandingkan dengan KPK. Ia beralasan, kelemahan KPK adalah penindakan yang melemah.

Ia justru mendorong Kortas Tiikor mampu bertindak dalam pemberantasan korupsi yang tidak hanya di luar, melainkan juga membersihkan institusi kepolisian dari polisi korup. Oleh karena itu, Kurnia berharap Kortas Tipikor tidak menjadi ajang gaya-gayaan.

“Satu sisi untuk upaya pencegahan itu penting dibentuk oleh kepolisian, namun yang paling penting bukan itu, tetapi mengevaluasi secara menyeluruh upaya pemberantasan korupsi di kepolisian dan memberantas korupsi di internal kepolisian. Itu yang terpenting bagi kami,” kata Kurnia kepada Tirto, Jumat (29/2/2024).

Kurnia mengatakan, KPK penting menggerakkan pencegahan. Namun, upaya pemberantasan korupsi dan meningkatkan indeks persepsi korupsi perlu penindakan.

“Soal pemberantasan korupsi dalam pengamatan kami selama ini melempem, jadi solusi yang dikeluarkan polisi melompat dari permasalahan. Permasalahan di aspek penindakan, tapi solusinya hanya membentuk Kortas karena pencegahan selama ini sudah dijalankan oleh KPK. Ya bagus enggak apa-apa. No problem untuk itu," kata Kurnia.

Sementara itu, pemerhati kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto, menilai keberadaan Kortas Tipikor bisa saja sebagai upaya peningkatan kepolisian dalam pemberantasan korupsi. Ia pun tidak memungkiri KPK bisa dibubarkan jika polisi diperkuat.

“Kalau KPK dibubarkan sekalian sih enggak apa-apa kalau polisi diperkuat. Cuma problemnya kalau kita melihat sejarah pembentukan KPK karena di lembaga penegak hukum lainnya satuan pemberantasan korupsi tidak berjalan dengan baik, bahkan menjadi beban karena banyak pelanggaran-pelanggaran,” kata Bambang kepada reporter Tirto.

Ia mengingatkan bahwa asal-muasal pendirian KPK adalah situasi lembaga penegak hukum yang tidak berjalan baik. Semua berujung pada masalah integritas penegak hukum dalam pemberantasan korupsi.

Menurut Bambang, keberadaan Kortas Tipikor tanpa ada perbaikan integritas atau kontrol pengawasan malah memicu masalah baru akibat peningkatan kewenangan dari Dirtipikor yang sudah ada menjadi Kortas Tipikor.

“Kalau kemudian ini ditingkatkan, sementara kontrol dan pengawasan masih lemah ya ini akan menjadi apa ya? Potensi pelanggarannya akan semakin kuat dan menjadi perangkat baru untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran terutama di sektor pemberantasan korupsi,” kata Bambang.

Oleh karena itu, Bambang mendorong agar Kortas Tipikor berdiri dengan wewenang baru tanpa membawa perbaikan spesifik, terutama di bidang pengawasan. Ia tidak ingin kesalahan lembaga masa lalu terulang.

“Kalau kemudian ini sekarang kepolisi diperkuat lagi itu bagus, hanya kalau kemudian sistem kontrol dan pengawasan masih seperti yang lama, itu akan mengulang kesalahan yang sama. Tidak ada perbaikan, malah memperbesar karena ditingkatkan dari Dirtipikor jadi Kortipikor,” kata dia.

Bambang menambahkan “Kewenangan semakin besar sementara sistem kontrol dan pengawasannya masih tetap sama seperti yang dulu. Perbaikan di mana? Tujuan pembentukan KPK dan lembaga-lembaga pemberantasan korupsi, kan, tujuannya menekan angka korupsi, bukan hanya membentuk lembaga itu sendiri. Lembaga hanya sekadar alat saja.”

Karena itu, Bambang mengingatkan soal komitmen Presiden Jokowi terkait pemberantasan korupsi. “Inginnya memperkuat KPK atau ingin melemahkan KPK? Kalau melihat dalam perkembangan selama 5 tahun terakhir upaya-upaya melemahkan KPK ada gitu, artinya dengan meningkatkan korps kepolisian ini harapan memang akan semakin baik, tapi di sisi lain juga menjadi antitesis dari penguatan KPK," tutur Bambang.

Baca juga artikel terkait KORTAS TIPIKOR atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz