Menuju konten utama

Lomba Digitalisasi Pasar: Upaya Ubah Kebiasaan Tunai ke Digital

Lomba digitalisasi pasar diharapkan bangun ekosistem perdagangan yang lebih efisien dan inklusif.

Lomba Digitalisasi Pasar: Upaya Ubah Kebiasaan Tunai ke Digital
Pedagang menggunakan aplikasi untuk mendata barang dagangannya di Pasar Santa, Jakarta, Selasa (22/7/2025). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/foc.

tirto.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus mendorong transformasi pasar tradisional melalui berbagai program digitalisasi. Salah satunya lewat Lomba Digitalisasi Pasar 2025 yang menilai aspek kebersihan, tata kelola, dan penerapan teknologi.

Sejumlah pedagang di Pasar Gondangdia mengaku merasakan manfaat program ini, terutama dalam hal kemudahan pembayaran yang dinilai aman, efisien, dan menjangkau lebih banyak pelanggan.

Pedagang sembako, Widya Kirana, mengaku nyaman dengan sistem pembayaran yang diterapkan PD Pasar Jaya bekerja sama dengan Bank Jakarta. Sebelum kolaborasi tersebut, Widya harus menyetor manual biaya retribusi, seperti uang kebersihan dan biaya lain sebesar Rp150 ribu ke Bank BRI. Tapi, mulai Agustus 2025, pembayaran dilakukan secara autodebet.

"Dulu harus datang ke bank sebelum tanggal satu. Sekarang otomatis terpotong. Lebih hemat waktu, praktis," ujarnya saat ditemui Tirto di kiosnya, Selasa (12/8/2025).

Selain itu, kehadiran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) juga semakin populer di kalangan pedagang. Meski tak diwajibkan, banyak pedagang yang sudah mengadopsinya. "Kalau nggak siap QRIS, pembeli bisa pindah ke tempat lain yang menyediakan," ucap Widya.

Menurut Widya, masih ada pedagang yang sulit adaptasi dengan teknologi digital. Dia menyarankan agar sosialisasi terus ditingkatkan. "Perlu sosialisasi ke pedagang-pedagang yang lebih berumur terkait penggunaan QRIS. Karena masih banyak yang gagap teknologi (gaptek)," tambahnya.

Meski pembayaran digital mempermudah transaksi, hal itu belum meningkatkan jumlah pembeli secara signifikan. Namun, Widya percaya kemudahan transaksi bisa meningkatkan daya saing pasar tradisional dengan supermarket.

Ratna, salah satu konsumen yang mengandalkan Pasar Gondangdia untuk berbelanja kebutuhan harian, mengapresiasi peralihan transaksi para pedagang dari tunai ke digital. Karyawan swasta yang berkantor di sekitar Kebon Sirih, Jakarta Pusat ini mengaku digitalisasi pembayaran menjadi magnet pasar selain lokasinya yang strategis karena dekat dengan transportasi publik.

"Saya sering ke sini karena dekat dengan stasiun ya, jadi turun stasiun langsung pasar. Kebetulan saya juga kerja di sekitar sini," tutur pekerja asal Kota Bogor itu.

Ratna menyebut, Pasar Gondangdia juga terbilang bersih serta display barangnya tertata rapi. "Kalau di pasar lain kadang barang-barangnya bejubel ke luar. Untuk lewat saja susah, kalau ini enggak. Bersih," tambahnya.

Pasar Gondangdia di Menteng

Pedagang pasar Gondangdia di Menteng, Jakarta Pusat. Tirto.id/Nanda Aria Putra

Sementara itu, Manager Humas PD Pasar Jaya, Irfan, menegaskan, digitalisasi pasar adalah langkah strategis untuk meningkatkan daya saing. "Kami ingin transaksi lebih cepat, aman, dan fleksibel, sekaligus memperluas jangkauan pemasaran," katanya kepada Tirto.

Digitalisasi membuka peluang promosi dan pemasaran produk secara lebih luas, termasuk ke konsumen di luar wilayah pasar. Irfan menekankan, yang terpenting pedagang mampu memanfaatkan teknologi dengan maksimal.

PD Pasar Jaya bersama sejumlah mitra, imbuh Irfan, terus berupaya menyediakan sistem transaksi elektronik yang aman dan mudah bagi tanpa menghilangkan ciri khas dari pasar tradisional.

"Sistem yang dapat digunakan harus aman, mudah dioperasikan, dan tetap mempertahankan nilai interaksi sosial yang menjadi ciri khas pasar tradisional," tambahnya.

Di Pasar Kramat Jati, kata Irfan, digitalisasi sudah berjalan bertahap, termasuk penerapan QRIS dan penataan area belanja. Kebersihannya pun ditingkatkan dengan menjaga sanitasi dan pengelolaan sampah secara modern.

"Penertiban pedagang kaki lima juga dilakukan di jalur tengah (U-shape) dengan pendekatan yang humanis. Penertiban ini sudah berjalan dengan kondusif," ungkap Irfan. "Tujuan akhir dari penataan ini adalah menciptakan lingkungan pasar yang lebih nyaman, aman, dan mendukung keberlangsungan usaha para pedagang itu sendiri."

Sementara itu, Ketua DPW Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Jakarta, Miftahudin, menyambut baik program digitalisasi pasar ini. Menurutnya, program yang dijalankan Pemprov DKI Jakarta cukup baik dalam membangun ekosistem perdagangan yang lebih efisien dan inklusif.

"Kegiatan (digitalisasi pasar) ini positif dan bermanfaat baik bagi pedagang dan masyarakat atau pembeli, saya rasa cukup baik dan perlu dukungan kolektif dari berbagai pihak," ujarnya kepada Tirto.

Digitalisasi pasar di Jakarta

Pedagang menggunakan aplikasi kasir di Pasar Santa, Jakarta, Selasa (22/7/2025). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/foc.

Menurut Miftahudin, Lomba Digitalisasi Pasar 2025 sudah tepat, asalkan bukan sekadar seremonial. "Harus ada tindak lanjut konkret, baik dari segi infrastruktur maupun promosi," pungkasnya.

Lomba Digitalisasi Pasar 2025 diikuti 20 pasar tradisional dari berbagai kelas, di antaranya Pasar Gondangdia dan Pasar Kramat Jati. Adapun bank yang terlibat dalam lomba ini adalah Bank Jakarta, BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri.

Penilaiannya mencakup kondisi pasar, seperti adopsi pembayaran digital, kebersihan, dan pengelolaan lingkungan. Lomba yang berlangsung sejak 22 Juli hingga 10 Agustus 2025 ini akan memilih tiga pasar terbaik dari masing-masing kelas, sekaligus memberikan apresiasi kepada bank yang paling aktif mendukung digitalisasi. Program ini diharapkan menjadi contoh bagi pasar-pasar lain di Jakarta maupun daerah lain di Indonesia.

Baca juga artikel terkait DIGITALISASI atau tulisan lainnya dari Nanda Aria

tirto.id - Insider
Reporter: Nanda Aria
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana