tirto.id - Baru-baru ini, Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran telah memicu kontroversi di kalangan masyarakat dan praktisi media di Indonesia.
Dilansir laman web UNAIR, Irfan Wahyudi, pakar media dari Universitas Airlangga, menyebutkan salah satu pasal yang disoroti, yakni pasal tentang larangan penayangan eksklusif karya jurnalisme investigatif. Pasal tersebut mendapat kritik keras karena dianggap berpotensi mengancam kebebasan pers dan independensi media.
Ia menilai pasal tersebut merupakan bentuk pembungkaman pers yang dapat menimbulkan keresahan publik. Menurutnya, peraturan tersebut tidak hanya membingungkan tetapi juga mengancam kebebasan pers yang telah menjadi pilar penting dalam demokrasi Indonesia.
Oleh karenanya, Irfan menekankan bahwa RUU Penyiaran perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan tidak boleh mengorbankan kebebasan pers.
Daftar Pasal RUU Penyiaran yang Kontroversial
Berikut adalah pasal-pasal kontroversial dalam RUU Penyiaran beserta penjelasan mengenai masalah yang ditimbulkan oleh masing-masing pasal:
1. Pasal 50B Ayat 2 Huruf (c)
Isi Pasal: Melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.Masalah: Jurnalisme investigatif merupakan bentuk tertinggi dari karya jurnalistik yang berperan penting dalam mengungkap berbagai masalah krusial, terutama yang berkaitan dengan pejabat publik.
Larangan tersebut dianggap membungkam kebebasan pers dan menghambat upaya pemberantasan korupsi serta mengurangi transparansi dan akuntabilitas.
2. Pasal 50B Ayat 2 Huruf (k)
Isi Pasal: Melarang penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik.Masalah: Pasal tersebut sangat multitafsir, terutama mengenai definisi "penghinaan" dan "pencemaran nama baik".
Ketidakjelasan definisi "penghinaan" dan "pencemaran nama baik" dapat digunakan sebagai alat kekuasaan untuk membungkam kritik, mengkriminalisasi jurnalis, serta mengancam kebebasan berpendapat dan pers.
3. Pasal 8A Ayat (1) Huruf (q)
Isi Pasal: KPI diberi wewenang untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran.Masalah: Pasal ini tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menetapkan bahwa penyelesaian sengketa pers adalah tugas Dewan Pers.
Hal itu menyebabkan kebingungan dan potensi konflik dalam pelaksanaan tugas antara KPI dan Dewan Pers, serta merusak sistem penyelesaian sengketa yang telah ada.
4. Pasal 42 Ayat 2
Isi Pasal: Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Masalah: Sama seperti Pasal 8A Ayat (1) Huruf (q), pasal ini bertentangan dengan UU Pers yang selanjutnya bisa menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan potensi konflik dalam penyelesaian sengketa jurnalistik, yang seharusnya menjadi wewenang Dewan Pers.
5. Pasal 51 Huruf (e)
Isi Pasal: Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Masalah: Pasal ini bertentangan dengan UU Pers yang mengatur bahwa sengketa jurnalistik seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers, bukan langsung melalui pengadilan karena dapat meningkatkan risiko kriminalisasi terhadap jurnalis dan membebani sistem peradilan.
Link Unduh Draft RUU Penyiaran
Berikut adalah tautan untuk membaca secara lengkap mengenai draft RUU Penyiaran:
Penulis: Fajri Ramdhan
Editor: Fadli Nasrudin